3. Pesanan

1526 Kata
Nalaya mengenal pemilik suara itu dengan baik. Ia tak lain adalah Diaz. Nalaya menatap tajam ke arah Diaz yang entah sejak kapan datang. Kedatangan sosok Diaz tentu saja menjadi pusat perhatian. "Ada apa?" tanya Nalaya dengan ketus. "Ayolah, La, kita tidak harus seperti ini." Diaz muak dengan tingkah sang adik yang tidak mau membuka siapa sebenarnya dirinya itu. Nalaya menarik Diaz keluar dari lapangan. Ia kesal dengan tingkah sang kakak. Apalagi dengan masa lalu sang kakak yang dengan tega menyakiti sahabat baiknya. Nalaya bahkan memutuskan hubungan kakak dan adik pada Diaz. "Kenapa datang?" tanya Nalaya yang memang tidak suka dengan kedatangan sang kakak. "Aku pengen kamu ketemu kakek. Beliau sedang sakit keras, Na. Mungkin umurnya tidak akan panjang lagi." Diaz memasang wajah sedih dan memelas saat ini. "Umurnya tidak akan panjang lagi? Emang malaikat udah datang buat memastikan? Ga usah ngaco kamu. Sebaiknya kamu pergi dan jangan pernah lagi muncul. Atau aku akan buat lebih berantakan lagi hidupmu. Jangan pernah menujukkan kalo kita adalah saudara kandung. Berani melanggar, maka kamu akan menerima akibatnya. Paham?!" bentak Nalaya dengan tegas pada sang kakak. Tanpa menunggu jawaban dari sang kakak, Nalaya langsung masuk ke lapangan. Ia akan berlatih bersama dengan yang lainnya. Diaz hanya bisa bersabar, karena sang adik tidak bisa dibujuk sama sekali saat ini. Nalaya adalah gadis yang keras kepala. "Siapa tadi, Na? Pacar kamu?" tanya Angga yang merasa ketampanannya mendadak jatuh saat melihat laki-laki tadi. "Ada apa tanya-tanya? Bukan urusan Anda. Dia juga bukan orang penting yang harus dijelaskan." Nalaya menjawab dengan tegas ucapan Angga. Tentu saja tidak ada yang berani pada Nalaya ketika gadis itu sudah berkata dengan tegas. Tak lama, Nalaya pun melakukan pemanasan sebelum latihan dimulai. Ia melakukan peregangan pada otot-ototnya itu. Angga hanya bisa menatap dari kejauhan. Nalaya fokus pada latihan hari ini hingga pukul sepuluh malam. Rutinitas harian yang dilakoninya itu kadang membuatnya sangat bosan, tetapi hanya hal itu saja yang bisa membuat hatinya sedikit tenang. Bukan hal sulit bagi sosok Nalaya jika ingin hidup mewah, bisa saja meminta pada keluarganya. Akan tetapi, itu tidak berlaku untuknya. "Naik apa pulangnya?" tanya Angga yang semakin penasaran pada Nalaya. "Biasa. Angkutan umum," jawab Nalaya dengan singkat. "Aku antar aja. Ga baik malam-malam gini wanita jalan sendirian. Banyak kejahatan dan bahaya juga." Angga berusaha membujuk Nalaya saat ini. Nalaya mengembuskan napas kasar sambil menenteng tas yang berisi baju kotor. Ia menatap malas ke arah sang pelatih. Angga tampak tersenyum lebar melihat wajah Nalaya yang tampak cantik saat berkeringat seperti ini. Sangat menggemaskan tentunya di mata Angga. "Kejahatan itu memang banyak. Tapi lebih bahaya lagi jika aku pulang diantar buaya kelas ke bawah seperti Anda, Pak Angga. Ingat, ada istri atau semacamnya yang menunggu Anda pulang dengan selamat. Kalo saya yang diantar sama Anda, otomatis penjahat itu lebih berminat pada Anda. Sebagai anak yang baik hati, tentu saja saya dengan sukarela akan menyerahkan Anda pada mereka." Nalaya mengatakannya dengan santai dan membuat teman-teman Nalaya mengulum senyum karena geli saat melihat ekspresi Angga saat ini. Nalaya akhirnya meninggalkan tempat latihan futsal dengan cepat. Ia harus segera pulang ke rumah. Nalaya janjian dengan sahabat baiknya untuk ber-video call. Sudah sangat lama mereka tidak saling berkomunikasi karena kesibukan. Nalaya segera memesan ojek online untuk mengantarkannya sampai di rumah kecil yang dikontraknya beberapa waktu ini. Ia tidak takut sama sekali dengan orang yang berniat jahat karena bisa melindungi diri sendiri. Tanpa ia sadari ada orang yang diam-diam mengikutinya. Nalaya turun di depan gang masuk tempat kontrakannya. 'Jadi, dia tinggal di sini.' Orang yang mengikuti Nalaya pun mengingat-ingat gang masuk tempat tinggal gadis tomboy itu. Sesampainya di rumah, Nalaya langsung mengambil ponselnya dari dalam tas. Ia langsung menghubungi sahabat baiknya--Alifa Zahra Fitriani. Sosok adik tingkat saat kuliahnya dulu dan sudah dianggap seperti saudara kandungnya. Mereka dekat dan Nalaya sangat merasa berhutang budi pada gadis baik hati yang usianya terpaut dua tahun dengannya itu. "Fa, sori, aku baru pulang latihan futsal." Ifa--panggilan akrab Alifa pun hanya tersenyum lembut pada Nalaya. Mereka saling melengkapi satu dengan lainnya. Persahabatan yang luar biasa dekat. Saat Nalaya mengerjakan skripsi, Ifa dengan sukarela membantunya karena mereka sama-sama saat mengerjakan tugas akhir kuliah mereka. "Ga apa Mbak Nana, saya juga baru beres mengerjakan pekerjaan rumah. Kemarin ga sempat karena harus ikut penyuluhan dari atasan." "Kamu apa kabar? Kayaknya tambah cantik aja. Gimana Bu ASN, udah betah tinggal di sana?" "Mbak Nana bisa aja. Mbak Nana tuh yang tambah cantik. Ya, aku betah-betahin, demi bisa beli beras." Nalaya pun tertawa bersama Ifa. Mereka seperti dua kakak beradik yang sedang melepaskan rindu. Meski ada masalah pribadi, Nalaya dan Ifa mengesampingkannya. Mereka memutuskan untuk berdamai. Mereka mengobrol hingga larut malam. Nalaya pun akhirnya tidak kuat menahan kantuknya dan mengakhiri panggilan itu. Pun dengan Ifa yang sama halnya sudah mengantuk dan besok harus masuk pagi. Mereka memutuskan untuk menyambung obrolan bila ada kesempatan lagi. Pagi datang dengan cepat, Nalaya sudah terbiasa bangun saat pukul lima pagi. Masih sama, ia selalu meminum kopi pahit dan membuat roti bakar untuk sarapan. Ia lebih menyukai kopi pahit karena akan mengingatkan pada sakit hatinya pada laki-laki yang kemarin ditemuinya. Mengingat hal itu ia kesal dan memutuskan mandi dan bersiap berangkat kerja. "Na, ada pesanan pagi ini. Kamu yang antar, ya," kata Bita yang sepertinya enggan mengantar pesanan kopi itu saat Nalaya baru saja sampai di kedai kopi. Nalaya hanya mengangguk sebagai jawaban. Tidak masalah mengantarkan kopi itu. Ia bisa meminta diantar oleh Tarno. Sekalian mengantar pesanan yang lainnya. Bukankah mereka bekerja sama dengan Gaara Online? Lantas mengapa harua Nalaya yang mengantarkannya? "Eh? Tunggu, bukankah kita kerja sama dengan Gaara Online? Kenapa masih minta diantar sama kita?" tanya Nalaya yang tidak paham. "Ga, tahu juga. Pak Antonio yang bilang tadi. Pemesan minta diantar langsung sama kita. Ga mau pakai ojek online." Bita menjelaskan dengan sabar karena takut jika Nalaya marah. "Oke. Emang udah siap semuanya?" tanya Nalaya yang saat ini sudah memakai topi sebagai identitas dari kedai kopi ini. "Udah. Itu di meja," kata Bita sambil menunjuk ke arah empat gelas kopi. Nalaya pun mengambil keempat gelas kopi itu. Ia melihat alamat rumah yang tertera pada kertas yang ada di atasnya. Ia pun segera mencari keberadaan Tarno. Saat ini Tarno tidak ada di kedai karena sedang mengantar Pak Antonio. Terpaksa Nalaya memesan ojek online untuk mengantarkan pesanan itu. Rupanya pemesan adalah sepasang kakek dan nenek. Nalaya pun langsung dipersilakan masuk oleh seorang gadis muda yang tampak sangat ramah saat sudah sampai. Nalaya menunggu di teras rumah milik pemesan itu. "Kamu ngapain di sini?" Suara bariton itu mengejutkan Nalaya. Nalaya langsung membalikkan tubuhnya. Di depan sana ada sosok yang sangat membuatnya terkejut. Lantas siapa sebenarnya pemesan keempat kopi itu? Astaga! Nalaya pun mengecek nama pemesan itu. "Saya mengantarkan kopi pesanan Tuan Subroto." Nalaya menjawab dengan ketus pertanyaan itu. Pesanan kopi kali ini membuat Nalaya curiga. Benarkah Tuan Subroto yang memesan. Lantas mengapa ada mahluk yang menyebalkan itu di rumah ini. Ingin rasanya Nalaya kabur secepatnya dari rumah ini. "Oh, pesanan Kakek?" tanya Tobi yang saat ini tidak lagi menggunakan nada tinggi seperti saat di kantor. Astaga! Nalaya tidak akan lagi mau mengantar pesanan kopi untuk rumah. Lebih baik pakai jasa deleveri online saja. Ini namanya masuk ke kandang singa. "Kenapa? Kamu gugup ketemu aku? Aku sudah lebih tampan dan mapan bukan?" tanya Tobi dengan nada sombong saat memamerkan kesuksesannya. "Dari Kedai Kopi Sejuta Kenangan, ya?" Tuan Subroto keluar dari ruang tamu bersama dengan sosok wanita yang masih tampak cantik di usianya yang sudah tidak muda lagi. "Mari duduk dulu, kita ngopi bareng," kata Tuan Subroto dan membuat Nalaya melongo. "Oh, maaf, Kek. Saya tidak bisa lama. Ada banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan. Saya masih harus mengantarkan banyak pesanan yang lainnya juga," tolak Nalaya karena tidak ingin terlalu lama dekat dengan Tobi. Tobi tampak mengulum senyumnya. Ia tahu jika Nalaya sengaja membuat alasan agar tidak tinggal di sini. Tentu saja ia punya banyak cara untuk membuat Nalaya mau duduk bersama dengan mereka. Tobi lantas menatap ke arah Nalaya. "Kedai Kopi Sejuta Kenangan kerja sama dengan Gaara Online 'kan? Jadi, jasa pesan antar kopi pasti sudah dialihkan pada Gaara. Jadi, alasan apalagi yang akan kamu ucapkan." Ucapan Tobi benar-benar membuat Nalaya tersudut saat ini. Nalaya tahu dan menyadari jika pesanan ini adalah sebuah jebakan dari Tobi. Ia tidak akan tinggal diam saat ini. Kedua kakek dan nenek Tobi sedang memperhatikan interaksi dua anak muda. Seolah mereka menyimpan sesuatu pada kedua mata mereka. "Benar, memang pesanan itu bisa dialihkan pada Gaara online. Tapi, belum semua pelanggan kami tahu jika ada kerja sama itu. Mungkin perlu diiklankan lebih lanjut," kata Nalaya yang tidak mau kalah cerdas dengan Tobi. "Nah, ini uang tip-nya," kata Tuan Subroto sambil mengangsurkan dua lembar uang pecahan seratus ribuan. "Maaf, Kek, ini kebanyakan." Nalaya mengembalikan uang itu dan memberikan uang kembalian sepuluh ribu rupiah. "Kamu namanya siapa?" tanya Bu Subroto dengan wajah ramah dan ingin tahu. "Saya Nalaya, Nek." Nalaya pun menjawab dengan sopan. "Saya pamit dulu, permisi," lanjutnya dan segera membalik badannya dengan cepat tanpa menunggu jawaban dari mereka semua. Nalaya berjalan dengan cepat menuju gerbang depan rumah Tuan Subroto. Pagi yang membuat moodnya turun drastis. Ia malas meladeni Tobi. Tanpa disangka Tobi justru mengejarnya. "Aku antar sampai kedai, ya?" tanyanya dan membuat Nalaya terkejut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN