Malam ini, Laras menginap di rumah Midas, dia sudah berjanji kepada Leonita akan menemaninya sepulang dari rumah sakit.
Orang tua Midas baru saja pergi meninggalkan rumah itu, karena hari yang semakin malam dan Leonita tampak sangat mengantuk.
Laras berbaring di ranjang Leonita, membacakan buku cerita untuk anak kecil yang sangat ceriwis itu. Setelah mendongeng satu buku, Leonita masih juga belum mau terpejam padahal matanya terlihat sangat berat.
“Leon kenapa nggak bobo?” tanya Laras. Leonita menggeleng dan memegang tangan Laras.
“Takut,” jawabnya pelan.
“Takut apa?”
“Takut mama pergi lagi,” ucap Leonita membuat hati Laras terenyuh. Di dekap Leonita dengan penuh kasih sayang.
“Mama kan sudah janji nggak akan tinggalin Leon lagi, sekarang bobo ya,” ucap Laras, namun Leonita lagi-lagi menggeleng, sepertinya dia sangat takut ditinggal Laras seperti terakhir kali ketika dirinya ulang tahun. Dia yang tertidur dengan pulas dan senang, harus menelan kekecewaan saat matanya terbuka, tak didapati Laras di rumah itu sehingga dia menjadi sakit karena terlalu banyak menangis.
“Besok, mama mau kerumah eyang, Leon ikut ya,” ucap Laras. Yang merasa perlu membantu orang tuanya dirumah karena menyiapkan acara untuk lamaran dirinya.
“Eyang siapa?” tanya Leonita.
“Eyang itu, orang tua mama,” jawab Laras. “Mau?” tanya Laras lagi yang diangguki Leonita.
“Nah sekarang kita tidur, mama akan tidur disamping Leon,” ucap Laras sembari menepuk pelan paha Leonita untuk meninabobokannya. Pada Akhirnya Leonita tak bisa menahan kantuknya lebih lama, karena dia segera tertidur pulas, menyusul Laras yang juga sangat mengantuk dan memasuki alam mimpinya.
Midas yang baru kembali dari rumah sakit pun segera membersihkan dirinya di kamar mandi, setelah mengantar Lenonita pulang tadi, dia pun kembali ke rumah sakit karena tuntutan pekerjaannya yang cukup banyak. Baru lah dia sampai rumah ketika jam sepuluh malam.
Dia memutuskan melihat Leonita sebelum tidur, tampak lampu kamar putrinya yang masih menyala. Dia pun membuka pintu itu, melihat Laras yang tertidur sambil memeluk Leonita. Midas menyunggingkan senyumnya melihat wajah Leonita yang tampak damai dalam tidurnya.
Dia sangat bersyukur Laras menyayangi putrinya dengan tulus meskipun bukan darah dagingnya, dia mulai merasakan kebenaran yang disampaikan orang tua, juga temannya, bahwa Laras memang wanita terbaik untuknya dan juga Leonita, karena itu Midas berjanji dalam dirinya untuk memperlakukan Laras dengan sangat baik meskipun hati belum mencintainya.
Midas pun mengganti lampu tidur di kamar Leonita dan mematikan lampu utama, dengan pelan ditutup pintu kamar itu dan dia kembali ke kamarnya setelah itu.
Midas memperhatikan foto berbingkai besar di kamar, foto Anita yang tengah mengandung, mereka memang melakukan maternity shoots, atau foto yang dilakukan ketika mengandung. Wajah Anita tampak sangat cerah di foto itu, memakai baju putih, senada dengan baju Midas.
Midas mengusap bingkai besar foto itu, lalu dia menurunkan bingkainya dan mengeluarkan foto dirinya bersama Anita yang tengah mendekap erat perutnya mesra.
Midas memeluk lembaran foto itu seolah menyimpannya dalam d**a, lalu dia menggulungnya dan mengikat dengan karet.
Dia juga mengeluarkan beberapa foto lain Anita di kamar itu, dia tak mau menyakiti Laras dengan keberadaan foto mendiang istrinya, karena dia pun pasti akan merasakan sakit jika Laras yang berada di posisinya dan masih memamerkan foto mantan suaminya, meskipun mereka belum merasakan perasaan cinta.
Midas menuju ruang tamu, foto besar pernikahannya dengan Anita yang selama ini menghiasi ruang tamu itu pun dilepasnya, hanya menyisakan foto-foto Leonita dan dirinya saja.
Midas memasukkan foto-foto itu ke dalam kardus besar dan membawanya ke kamar yang dijadikan gudang. Dia juga membawa serta bingkai kosong foto itu ke gudang barangkali nanti dibutuhkan.
Setelahnya, Midas berbaring di ranjangnya, menatap langit kamar. Pandangannya beralih ke dinding, dimana tempat itu tampak kosong sekarang, hanya ada foto bayi Leonita dengan pipi gembulnya. Midas mematikan lampu kamarnya dan kembali berbaring di ranjang dengan keadaan gelap gulita. Memejamkan matanya yang lelah, juga hatinya yang terus dilema, dia selalu meyakinkan dirinya bahwa yang dilakukannya adalah yang terbaik. Dan dia tak boleh menyesali keputusannya itu.
***
Pagi ini Laras mengajak Leonita ke rumahnya, setelah Midas mengantarkan Laras dan Leonita, dia pun kembali ke rumah sakit agar nanti dia bisa pulang tepat waktu.
Di rumah Laras sudah ada adiknya dan kedua anaknya, anak terakhir sang adik berusia empat tahun dan berjenis kelamin perempuan, dengan cepat akrabnya keponakan Laras itu bermain dengan Leonita sehingga Laras bisa membantu ibunya di dapur.
Memang mereka hanya akan membuat cemilan saja malam ini karena permintaan orang tua Midas yang tak ingin merepotkan dengan acara mewah. Namun ibu Laras justru ingin membuatkan kudapan tradisional untuk diisi dalam box sebagai buah tangan. Karenanya di pagi ini, Laras dan Rindu sang adik sudah membantu ibu mereka, sementara anak – anak di jaga oleh ayah Laras.
“Kakak bisa-bisanya dapat suami seorang dokter,” ujar sang adik yang tersenyum antusias. Usia Laras dan Rindu hanya beda tiga tahun. Namun tubuh Rindu lebih tinggi dan besar dibanding Laras yang cukup mungil, terlebih dia yang memakai alat kontrasepsi untuk keluarga berencana itu membuat tubuhnya kian gemuk sehingga jika mereka jalan bersama, akan terlihat Rindu lah yang seperti kakak.
“Namanya juga jodoh,” ucap ibunya yang disetujui Laras.
“Memang ya jodoh itu nggak bisa di prediksi, bisa saja tukang kue jodohnya dokter,” goda Rindu yang memang sengaja mengambil cuti hari ini untuk acara lamaran sang kakak.
“Itulah rahasia Tuhan,” jawab Laras, dia pun mulai mengambil tepung terigu dan telur, berniat membuat brownies untuk acara malam nanti.
“Kakak sayang kan tapinya sama dia?” tanya Rindu dengan penuh rasa ingin tahu. Laras memecahkan telur ke dalam mangkuk besar khusus adonan.
“Kakak sayang Leonita,” cicit Laras.
“Kok Leonita, Mas Midas maksud aku?” tanya Rindu yang diabaikan Laras, dia pun memilih menyalakan mixer dan mengocok telurnya dengan gula pasir sampai mengembang. Rindu hanya menggeleng lemah dan menatap sang ibu yang sudah memintanya untuk tak membahasnya.
Sejujurnya Rindu sedikit sedih melihat Laras yang tak ceria, padahal bisanya wanita yang ingin dilamar akan ceria karena bersanding dengan pria pujaan hatinya, namun sepertinya tidak bagi Laras.
Rindu hanya berharap kakaknya akan bahagia meskipun pernikahan ini didasari tanpa rasa cinta. Dia tak mau terlalu ikut campur dengan urusan sang kakak, melihat kakaknya baik-baik saja dan mau menikah lagi saja sudah cukup membuatnya senang. Dia pikir setelah perceraian sang kakak itu, dia akan sangat trauma dengan pernikahan.
Rindu sangat tahu betapa tertekannya sang kakak, bahkan wanita itu pernah menjerit dan menangis histeris sepulang dari pengadilan. Dia saat itu bersama orang tuanya di ruang tamu, tak mampu berbuat apa-apa karena Laras mengunci pintu kamarnya, begitu pula Monic yang datang, tak dibukakan pintu sama sekali. Barulah tengah malam Laras keluar dari kamarnya untuk ke kamar mandi karena memang di kamarnya tak ada kamar mandi, matanya yang membengkak dan hidungnya yang memerah membuat Rindu yang menginap malam itu sangat sedih.
Setidaknya sekarang dia tahu, bahwa Laras berani melangkah keluar dari kesedihannya dan menyambut hari barunya, karena itu dia akan sangat mendukung keputusan kakaknya untuk menikah lagi.
***
Lepas petang, suami Rindu pun datang ke rumah itu sepulang kerja, bersama ayah Laras mengeluarkan sofa di ruang tamu dan juga mejanya ke depan, agar ruang tamu itu lebih luas, mereka pun menggelar karpet disana.
Setelah semua tampak siap, termasuk Leonita yang sudah dirapihkan oleh Laras. Malam ini Laras tampak sangat cantik dengan balutan kebaya modern-nya, rok dari kain yang membebat kakinya sangat indah. Dia pun di make up oleh Rindu dengan tema natural namun tetap memancarkan kecantikannya.
Untuk urusan make up, Laras sangat senang memiliki Rindu yang memang bekerja di perkantoran alat kecantikan sehingga dia terbiasa menggunakan alat-alat yang bahkan Laras tak hapal namanya itu. Monic juga datang malam ini untuk menemani Laras.
Midas datang dengan orang tuanya dan membawa beberapa orang kerabat mereka yang akan menjadi pihak pelamar. Sementara selain keluarga inti Laras, orang tua Laras juga mengundang ketua Rukun Tetangga dan juga Ketua Rukun Warga untuk menyaksikan acara lamaran itu.
Rupanya keluarga Midas membawa banyak parsel yang disiapkan dalam waktu singkat itu membuat Laras cukup terkejut, beruntung feeling sang ibu tepat untuk membuat beberapa hantaran sejak tadi sehingga mereka tak akan terlalu malu dengan hal ini.
Tak hanya Laras yang terlihat sangat cantik dengan balutan kebaya modernya karena Midas pun berkali lipat lebih tampan dengan setelan jasnya, Laras tak menyangka pria itu akan mengenakan jas hitam untuk acara lamaran malam ini. Sedikit menyesal harusnya dia menyewa stand photo both untuk lamaran, mungkin mereka akan terlihat serasi bersanding di foto itu.
Perwakilan keluarga Midas sudah menyampaikan keinginan untuk melamar Laras yang diterima oleh pihak keluarga Laras melalui perwakilan ketua RT tersebut. Midas mengeluarkan kotak cincin berwarna silver dari sakunya, membuka dan menyerahkan ke orang tua Laras sebagai tanda bahwa mereka resmi bertunangan malam ini.
Ibu Laras memakaikan cincin bermata indah itu di jari manis Laras, sangat tepat melingkari jarinya, lalu Midas dan Laras disandingkan berdua untuk melakukan beberapa foto bersama, setelah itu acara pun usai. Mereka sudah sepakat untuk menikah tiga hari lagi di kediaman Laras sesuai permintaan orang tua Laras.
Drama dimulai justru saat Midas dan keluarga akan pulang, Leonita tak mau ikut ayahnya pulang, sementara Laras merasa tak enak jika terus menginap di rumah Midas. Karenanya orang tua Midas bersama kerabat mereka pulang lebih dahulu meninggalkan Midas di rumah Laras yang masih membujuk Leonita.
“Sudah Mas, nggak apa-apa biar Leon menginap disini saja, ya,” ucap Laras.
“Tapi nanti dia merepotkan,” ucap Midas berusaha mengambil Leonita yang berada di gendongan Laras. Leonita mengeratkan pelukannya tak mau melepas Laras.
“Nggak kok, disini dia ada temannya,” ucap Laras.
“Kalau begitu besok Dian aku minta temani disini ya, aku khawatir keluarga kamu akan sibuk karena pernikahan dilangsungkan disini,” ucap Midas tak enak hati.
“Iya Mas, minta dia bawa baju Leonita ya,” ucap Laras.
“Kamu beneran nggak apa-apa Leonita disini?” tanya Midas lagi, rasanya sangat berat meninggalkan putrinya.
“Nggak apa-apa,” ucap Laras. Midas pun mengusap kepala Leonita dan mengecup kening sang putri yang masih menelusupkan wajahnya di leher Laras.
“Nanti aku transfer untuk biaya syukuran pernikahan kita ya,” ucap Midas. Laras mengangguk, mereka memang tak membahas tentang biaya itu tadi. Midas pun berpamitan pulang, besok dia akan sangat sibuk karena dua hari lagi dia harus cuti sehingga dia akan menyelesaikan beberapa urusan pekerjaannya.
Sepulang Midas dari rumah Laras, Laras menidurkan Leonita di kamarnya dan keluar dari kamar itu, membantu orang tuanya membereskan rumah bersama Rindu.
Lalu mereka duduk di sofa ruang tamu setelah sofa itu kembali ke tempatnya. Laras menerima notifikasi di ponselnya yang berdenting, dibuka ponselnya, matanya membelalak melihat nominal angka yang ditransfer oleh Midas tadi.
“Kenapa?” tanya Rindu melihat mata kakaknya yang hampir keluar.
“Mas Midas transfer untuk syukuran pernikahan,” ucap Laras, Rindu yang penasaran pun mengambil ponsel Laras dan ikut terkejut sehingga suaminya dan kedua orang tua Laras memajukan tubuh mereka.
“Wah keren, ini sih bisa untuk beli mobil,” ucap Rindu, ayah dan ibu Laras melihat ke arah putrinya.
“Beneran kita nggak perlu resepsi?” tanyanya yang langsung ditolak Laras dengan tegas. Hingga mereka semua tertawa karena ekpresi Laras yang lucu ketika menolaknya. Dia akan meluruskan hal itu nanti kepada Midas, karena uang yang dikirimnya sangat banyak dan dia takut terjadi salah paham diantara mereka.
***