Bab 12. Pemakaman Angker

1918 Kata
Sudah hampir 10 menit, Tia dan Kak Yanto berjalan sambil bergandengan tangan. Sepertinya nyaman berdekatan dengan Kak yanto. Apalagi sepanjang jalan Kak Yanto bercerita, kalau Tia mirip sama adik perempuannya, postur tubuhnya, kulit sawo matangnya, mandiri, cerdas, gampang bergaul, tapi sayang adiknya Kak Yanto udah meninggal dunia karena sakit. Karena itu Kak Yanto memberikan perhatian lebih pada Tia. "Jadi Kakak sayang sama Aku hanya sebatas adik, kan?" Tanya Tia. "Apa Kamu mau nya lebih, haaahhh?" Canda Kak Yanto. "Iiihhh gak lah, Aku kan masih kecil, masih sekolah." Kata Tia. "Jadi kalau Kamu sudah besar dan sudah lulus, Kamu mau terima Kakak jadi Kekasih Kamu?" jailnya sambil mencubit pipi Tia. "Iiihhhh ge er nih Kak Yanto, gak lah. Kakak itu udah ada yang suka!" Kata Tia. "Siapa? Sri?" Tanya Kak Yanto. Tia mengangguk, Kak Yanto tertawa. "Kenapa ketawa? Apa Kakak tidak menyukainya? Sri baik loh Kak, ayu, keibuan." promosi Tia. "Tia.. Tia.. Kamu ini ada-ada aja. Kan tadi Kamu sendiri yang bilang kalau Kamu masih kecil, masih sekolah. Jadi gak mungkinkan Kakak jadikan Sri, kekasih?" Jelas Kak Yanto. Tia terdiam. "Bener juga sih." Gumamnya. "Tapi kan bisa aja Kak, kalau Kakak mau nunggu Sri." Kata Tia. "Baiklah kalau begitu Kakak akan menunggu Kamu sampe lulus sekolah, gimana?" Tanya Kak Yanto. "Looohhh kok jadi Aku sih??!! Bukan Aku, Kak? Tapi Sri." Tegas Tia. Kak Yanto tertawa lepas. "Hahahahaha... Kamu ini." Sambil mengacak-acak rambut Tia. "Kak, itu reguku." Tia mempercepat langkahnya sambil menarik tangan Kak Yanto. Kak Yanto berhenti. "Pergilah, Kakak akan mencari jalan lain dan jangan cerita apapun kalau Kamu sama Kakak, ya." Jelas Kak Yanto. Dia memeluk dan mencium kening Tia. Tia kaget dan langsung berlari ke arah regunya. "Teman-teman...!!" Teriak Tia. Mereka menoleh. "Tiaaaa...!" Mereka menghampiri dan memeluk Tia ramai-ramai. "Kamu gak apa kan? Kita panik loh, Kamu gak ada." Kata Santi. "Panik sih panik tapi Aku ditinggalin. Untung Aku gak diculik." Kata Tia manyun. "Maaf deeehh...." Kompak teman-temannya. "Lagian tadi Yeni udah ngibrit duluan. Kita kan jadi panik." Kata Halimah. "Kok Kamu bisa lama banget sih sampe sini?" tanya Sri. "Tadi Aku jatuh karena Kalian lari gak lihat-lihat. Terus senterku jatuh. Aku nyari senterku dulu. Lagian gimana Aku bisa lari cepat, ranselku berat banget, Kalian tega ninggalin barang-barang di tas ranselku." Protes Tia sambil manyun. "Hahahaha..." Mereka tertawa. "Maafin Kami ya Tia. Sekarang sini gantian tasnya, Aku yang bawa." Kata Yuni. Tia menyerahkan ranselnya pada Yuni. Memang Kita sudah sepakat untuk bergantian membawa ransel agar gak terlalu ribet kalo bawa tas masing-masing. "Tapi ngomong-ngomong, haus nih." kata Tia. "Ya udah Kita berhenti sebentar untuk minum." sahut Santi. Beberapa menit kemudian Kami melanjutkan perjalanan. Ternyata tak lama Kami berjalan, di depan sudah terlihat pos 1. Kami berbaris membuat 2 barisan. Sebagai ketua regu, Tia maju ke depan dan melapor pada Kakak Pembina. "Lapor! Regu aster siap!" Kakak Pembina mempersilahkan Kami beristirahat sambil menjaga jarak dengan regu pertama yang baru 20 menit meneruskan perjalanan. Kami pun beristirahat sambil mengisi lembaran kuis yang diberikan Kakak Pembina. Kuis pun terisi dengan cepat, karena pengetahuan Tia dan Sri yang sering menjadi perwakilan dari sekolah dalam Jambore. "Ini Kak udah." Kata Santi. "Baik, Kalian masih punya waktu 10 menit untuk istirahat." Kata Kakak Pembina. Kami pun membuka bekal Kami yang tadi sore Kami buat yaitu mie rebus yang digoreng bingung, kan??? "Kalian regu terakhir yang arah utara ya?" Tanya Kakak Pembina. "Iyaaaa...." Sahut Kami kompak. "Baiklah Kalian boleh jalan sekarang." Perintah Kakak Pembina. Kami pun berbaris kembali dan memberi hormat pada Kakak Pembina. Kami meneruskan perjalanan. "Yen, nanti di depan ada makam lagi?" Canda Santi. Yeni hanya menggeleng. "Nanti di depan ada persimpangan, kalau tanda panahnya ke kiri berarti Kita melewati pematang sawah. Tapi kalo tanda panahnya ke kanan berarti Kita akan menyebrangi kali kecil. Tapi jembatannya rubuh, mau tidak mau Kita basah-basahan karena airnya sedang banyak karena musim penghujan." "Yyaaaaahhhh berarti kita basah-basahan ya??" Tanya Kami. "Yaahh mudah-mudahan aja Kita lewat pematang sawah yang banyak kodoknya... hehehe.." Kata Yeni. Yuni, Santi dan Indri langsung bergidik geli. "Hhhiìiiiiihhh..." Kami pun tertawa. "Hahaha... kayak buah simalakama ya?" Sahut Indri. "He eh." Timpal Yeni. Di persimpangan jalan Kami mencari tanda panah di pohon, batu, pagar, tapi Kami tak menemukan. Sri berjalan ke depan mengambil arah sebelah kanan. "Teman- teman...!" Teriaknya. Kami pun berlarian menghampiri Sri. Sri menyenter sebuah batu besar. "Liat itu." Tunjuknya. Sebuah tanda jejak tertempel di sebuah batu. "Berarti Kita akan menyebrangi kali itu." Kata Tia. Kami pun melepas sepatu dan kaos kaki Kami dan sedikit menggulung ban pinggang rok Kami agar tidak basah terkena air kali yang sedang meluap. Kami berjalan dengan saling berpegangan dengan tongkat bambu yang Kami bawa agar Kami kuat melewati arus kali yang sedikit deras. "Pegangan kuat-kuat, jangan sampai jatuh!" Sri yang berpostur tubuh agak besar dari Kami jalan paling depan dan Indri yang tenaganya lebih kuat berjalan paling belakang memegang ujung tongkat bambu yang dipegang teman-temannya sebagai pegangan agar tak terbawa arus. Kami pun berhasil melewati kali kecil itu. Satu persatu Kami naik ke daratan, saling membantu menarik teman-teman yang masih berada di bawah. Kami pun mengeringkan kaki Kami dengan daun-daun. Kemudian memakai sepatu kembali. Tiba-tiba... "Aaauuuuwww...!" Santi berteriak. Kami menoleh ke arah Santi. "Santi kenapa?" Tanya Tia. "Sepertinya kakiku menginjak beling saat menyebrang kali tadi." Kata Santi. Darah bercucuran dari telapak kaki Santi. Yuni segera menurunkan ransel dan mengeluarkan kotak P3K. Halimah membersihkan luka kaki Santi dan memberikan obat merah ke lukanya. kemudian dia meneteskan obat merah ke kapas dan menempelkan pada kaki Santi yang terluka. Kemudian Halimah membalut kaki Santi dengan perban. "Selesai..." Kata Halimah. Santi pun memakai kaos kaki dan sepatunya. Lalu dia mencoba berdiri dan berjalan. "Apa kamu bisa berjalan?" Tanya Tia. Santi mengangguk tapi sedikit mengeluh. "Apa kamu mau ditandu?" Tanya Sri. Santi menggeleng. "Tidak usah, ini sudah lebih baik karena perban yang dipasang Halimah agak tebal jadi Aku sedikit nyaman." Kata Santi. "Baiklah, tapi kalau nanti Kamu berasa sakit, bilang ya?" Kata Tia. Santi mengangguk. Kami pun melanjutkan perjalanan. Perjalanan Kami agak terlambat karena jalan yang Kami lalui menanjak agak curam. Kami saling berpegangan kembali dengan tongkat bambu. Kasihan Santi, Dia sedikit menahan perih dikakinya. Ransel, Kami gotong menggunakan tongkat, jadi Yuni tidak kewalahan membawa ransel seorang diri. Tak lama jalan mulai mendatar. Dari kejauhan Kami melihat cahaya lampu petromak. "Itu pos 2!" Tunjuk Indri. Kami pun bergegas. Tibalah Kami di pos 2. Kami membuat 2 barisan. Aku memberi laporan kepada Kakak Pembina, ternyata ada Kak Yanto disana. "Cepat sekali Kak Yanto udah sampe." Gumam Tia. Tia melaporkan anggotanya yang terluka. Kakak Pembina memeriksa keadaan Santi. "Santi, apakah Kamu sanggup sampe pos 3? Itu pos terakhir." Tanya Kak Yanto. "Kalau Kamu tidak sanggup, Kamu boleh tinggal disini, teman-temanmu meneruskan perjalanan." Santi menggeleng, Dia tidak mau mengecewakan teman-temannya. Dengan berkurang anggota regu, akan mengurangi poin regu. Kami menghampiri Santi dan Kami saling berangkulan membuat lingkaran. "Santi, kesehatanmu lebih penting daripada poin grup." Kata Tia. Dianggukan teman yang lain. "Iya santi, Kami gak mau Kamu kenapa-napa." Balas Yeni. Santi tetap menggeleng. "Aku gak apa, Aku masih kuat. Ini cuma luka kecil kawan." Kata Santi memberi keyakinan pada Kami. Kami pun berpelukan dan berteriak "ASTER TETAP JAYA!!!!" Seru Kami. Kak Pembina memberi instruksi pada Kami untuk beristirahat selama 15 menit. Kami pun duduk berselonjor di aspal. Halimah meminta Santi membuka sepatunya, untuk memeriksa lukanya. "Ternyata darahnya sudah berhenti mengalir." Kata Halimah. Halimah mengganti kapas luka kaki Santi dengan yang baru. Kak Yanto memberikan obat bubuk luka ke luka kaki Santi. Kemudian Halimah menutupnya dengan kapas dan menggulungnya kembali dengan perban. 15 menit berlalu, Kakak pembina memberikan lembaran kuis pada regu Kami. Kami mengerjakan sambil tetap berselonjor di aspal. Sri menyodorkan teh hangat kepada Kami yang diberikan oleh Kakak Pembina, karena udara malam ini sangat dingin. "Alhamdulillaah malam ini hujan tidak turun." Kata Indri. Kami pun meneruskan perjalanan. Tak ada aral melintang yang menghalangi langkah Kami. 30 menit Kami tiba di pos 3. Dari kejauhan Kami mendengar teriakan dari beberapa anggota regu khususnya yang perempuan dan beberapa teriakan laki-laki. Kami mempercepat langkah kaki Kami ke pos 3. Ternyata pos terakhir berhenti di jalan salah satu TPU terbesar di Jakarta. Tia mengedarkan pandangan. "Bukankan ini TPU dimana Ayahku dimakamkan?" Gumam Tia. Teman-teman Tia sedikit merinding, karena melihat anggota regu lain yang menyusuri daerah pemakaman seorang diri dan harus mencatat papan nisan di blok yang sudah ditentukan Pembina. "Aaduuuuhh gimana ini???" Bisik Yuni. "Tenang aja, ini malam minggu." sahut Sri pelan. "Ah tapi buktinya ada suara kunti di pemakaman yang tadi." Mendengar itu sontak Tia tertawa. Mereka menoleh kearah Tia. Tia langsung menutup mulut. "Maaf..." Katanya. "Tenanglah kawan, ini malam minggu dan lagi sekarang udah pagi, nih liat dah jam 02.30." tunjuk Tia. "Dan lagi kita masuk entah jam berapa, karena masih banyak anggota regu yang belum masuk." Hibur Tia. Mereka meng iya kan perkataan Tia. "Bener juga ya." Mereka pun berbaris, dan Tia melapor pada Kakak Pembina. Mereka diperintah untuk beristirahat sambil mengerjakan kuis. Sekitar jam 3.15, anggota regu Aster baru dapat giliran masuk ke pemakaman satu persatu, Mereka kembali dengan mengantongi satu nama. Giliran Tia masuk. "Ayaaahhh..." Gumamnya. "Assalamu alaika ya ahli kubur..." ucap Tia. Tia mencari blok yang sudah diberikan oleh Kakak Pembina. Tiba-tiba Tia melihat sosok putih seperti sedang bersujud di bawah pohon beringin. Tia sedikit jahil, itu pasti Kakak pembina yang mau iseng. Tia menghampiri dan mengelitiki pinggang sosok itu. Tapi Dia tak bergeming, sampe Tia menarik-narik kain putihnya tapi tidak juga lepas. Karena lelah akhirnya Tia meninggalkan sosok itu. Akhirnya Tia menemukan blok yang dicari dan segera menulis. Tia melewati blok tempat Ayahnya dimakamkan. Tia mampir sebentar. Tia berjongkok dan membacakan Al Fatihah untuk Ayahnya. Tia juga sedikit membersihkan makam Ayah. Tia bergegas kembali ke pos. Ternyata Tia melihat kembali sosok putih seperti pocpoc. Kini posisinya sudah berdiri dan membelakangi Tia. Tia menghampiri dan menyolek dengan pulpen yang Dia pegang. "Becandanya keterlaluan Kakak nih." Tia memukul punggung sosok itu kencang, tapi tak juga bergeming. "Ah sudahlah." Tia meninggalkannya. Kini Mereka sudah berkumpul dalam regu dan menyalin nama-nama papan nisan tersebut berdasarkan bloknya dan menyerahkan pada Kakak Pembina. Tia melihat satu persatu Kakak Pembina, menghitungnya. "Lengkap." Gumamnya. "Terus tadi yang di dalam sana siapa?" Tia melihat Kak Sardi melipat kain putih. "Oohhh jadi Kak Sardi, dasar..." Gumam Tia. Tia menghampiri Kak Sardi dan berkata: "Kak Sardi gak lucu, nakut-nakutin orang." Kak Sardi bingung mendengar kata-kata Tia. "Kakak udah gak buat kejahilan sejak jam 2 tadi." "Masa siihhh?" Kata Tia kaget. "Terus yang tadi Tia liat di bawah pohon beringin itu siapa? Terus yang berdiri dekat tiang itu siapa?" Tanya Tia penasaran. Kak Sardi melongo. "Serius??" Tia mengangguk cepat. Sontak bulu kuduknya merinding. Mereka pun meninggalkan pos 3 dengan menaiki truk yang sudah standby di jalan raya. Adzan subuh berkumandang saat Mereka tiba di halaman sekolah. Mereka bergegas berganti pakaian dan berwudhu. Selesai shalat subuh berjamaah Mereka berkumpul di halaman sekolah dan menyantap sarapan yang sudah disiapkan Pembina. Jam 7.00 Mereka berbaris untuk melaksanakan upacara penutupan perjusami. Dan Kak Sardi sebagai Ketua Pembina mengumumkan regu terbaik selama 3 hari perkemahan. Dari kekompakan dan keikhlasan dalam bertindak, ditambah dengan poin-poin kuis. Regu terbaik ketiga adalah Regu Rajawali, Kedua Regu Melati dan Regu terbaik pertama adalah Regu Aster. Kami pun membuat lingkaran dan menumpukkan telapak tangan Kami dan bersorak "ASTER TETAP JAYA" Penutupan selesai. Kami kembali ke tenda untuk merapikan perlengkapan dan merubuhkan tenda. Kemudian melipatnya, dan membawanya ke tengah lapangan. Kami bersalaman dan mencium tangan para pembina untuk berpamitan pulang ke rumah masing-masing. Kak Yanto memeluk Tia. Tia kaget tapi Dia dan Kakak Pembina lain hanya tersenyum. "Yang semangat ya Dek?" Tegasnya. Tia mengangguk.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN