Part 4 (b)

1345 Kata
            “Al, please. Apa yang kau lihat tidak seperti yang kau pikirkan.” jelas Syahquita namun diabaikan begitu saja oleh Albert.             Albert menarik kerah baju Robert dan melempar tubuh Robert sekencang mungkin hingga menabrak salah satu pilar yang ada. Tubuh Robert terjatuh ke lantai karena begitu kencangnya tenaga yang Albert gunakan. Tangan Robert berusaha mencari tumpuan agar dirinya bisa berdiri tapi sebelum ia bisa berdiri Albert sudah lebih dulu menariknya secara paksa.             Albert melayangkan pukulan keras ke wajah Robert, entah kapan kondisi Robert akan pulih jika setiap saat Albert selalu memukulinya seperti ini. Albert menyandarkan punggung Robert di pilar, tangan kirinya mencengkram kerah baju Robert sedangkan tangan satunya melayangkan tinju ke wajah Robert. Pukulan diberikan sebanyak mungkin oleh Albert hingga kedua sudut bahkan hidung Robert mengeluarkan darah.             “Albert, hentikan. Aku mohon.” teriak Syahquita tak kuasa menahan ketakutannya.             Teriakan dari Syahquita tak dihiraukan sedikit pun oleh Albert, ia justru semakin agresif saja memperlakukan Robert. Albert menendang perut Robert menggunakan lututnya hingga Robert menyemburkan darah. Tendangan Albert benar-benar kencang.             “Albert, apa kau ingin membunuh Robert? Hentikan sekarang juga!!!” histeris Syahquita.             Tubuh Syahquita melemas saat melihat Robert sudah tak berdaya di buat oleh Albert, ia berusaha menarik tangan Albert agar menjauh dari Robert tapi tidak bisa. Berkali-kali Syahquita mencoba untuk memisahkan suaminya dari Robert tetap tak bisa, tenaga Albert begitu kuat.             “ALBERT!!! HENTIKAN!!! ROBERT SUDAH TIDAK BERDAYA!” teriak Syahquita untuk kesekian kalinya. Dan tetap diabaikan begitu saja oleh Albert.             “Syahquita, apa yang terjadi?” tanya Joven tanpa sengaja mendengar suara teriakan Syahquita ketika ia tiba di depan kastil.             “Joven, hentikan Albert! Aku mohon.” pinta Syahquita menangis tersedu-sedu.             Joven menarik tubuh Albert dari belakang namun yang terjadi justru sebaliknya, Albert malah menyerang Joven seakan memberi pelajaran bagi siapapun yang memisahkannya.             “DAWINNN… KEEENANNN…” teriak Joven sekencang mungkin.             Dua orang yang di panggil oleh Joven pun datang dengan raut wajah paniknya, mereka sama bingungnya dengan Joven ketika melihat perkelahian yang terjadi. Joven dan Keenan berusaha menahan Albert dari belakang sedangkan Dawin mengamankan Robert yang hampir tak sadarkan diri.             “Hentikan, Albert!!! Jangan bersikap bodoh!!!” bentak Joven sambil terus menahan Albert yang melakukan pemberontakan.             Kemarahan Albert memperkuat tenaganya sehingga ia bisa melepaskan diri dari kedua kakaknya yang notabane-nya adalah Vampire, tenaga mereka sama besarnya. Tetapi Joven dan Keenan tak mampu menahan Albert terlalu lama. Albert berusaha ingin menyerang Robert kembali namun Dawin menghindari hal itu membawa tubuh Robert menjauh dari Albert dengan menaiki anak tangga.             Seakan sedang memburu mangsa, Albert menghampiri Robert dan Dawin kemana pun mereka melangkah. Albert melayangkan pukulan ke wajah Dawin agar adiknya itu bisa melepaskan Robert,  ia berhasil menarik Robert dari dekapan Dawin.             “ALBERT!!! PLEASE, HENTIKAN!!!” teriak Syahquita sekencang mungkin hingga tenggoroknya terasa perih.             Syahquita menahan tangan kanan Albert yang ingin memukul Robert, ia mengeluarkan seluruh tenaganya agar Albert tak dapat memukul Robert.             “Jangan menahanku, Syahquita!!!” desis Albert dengan tatapan mematikan ke Syahquita. Albert mendorong tubuh Syahquita sekencang mungkin.             Syahquita tak dapat menyeimbangi langkah kakinya hingga ia kembali terpeleset karena tumpahan minyak yang sebelumnya pun membuatnya terpeleset juga. Dorongan Albert begitu kencang mengakibatkan Syahquita terjatuh dan kepalanya membentur anak tangga, sangat keras.             “Hhhhsssshhh!” Syahquita merintih pelan setelah kepalanya terbentur anak tangga. Ia memegang kepalanya yang terluka, dapat Syahquita rasakan ada cairan kental di tangannya.             Keenan membantu Syahquita untuk berdiri, matanya terbuka lebar saat melihat kening Syahquita bercucuran darah, “Syah, kepalamu.”             “Hanya luka kecil, tenang saja.” sahut Syahquita tersenyum getir. Pandangan Syahquita sedikit kabur, tubuhnya pun terasa berputar-putar.             Hidung Albert mencium bau darah segar, ia merasakan ada sesuatu membasahi kepala atas kirinya. Ia menempelkan tangannya kecairan itu dan menyadari satu hal, matanya langsung tertuju pada Syahquita yang terluka dengan darah mengalir dari keningnya. Albert mendorong tubuh Robert begitu saja dan berlalu ke hadapan Syahquita.             “Syah, are you okey?” tanya Albert panik.             Syahquita mengerjapkan matanya berkali-kali, berusaha kuat agar ia tidak pingsan, “I’m fine. Don’t worry about me.”             “Let’s get out of here.” ajak Syahquita mencengkram lengan kiri Albert sangat kuat.             Sebelum melangkahkan kakinya, Syahquita terdiam sebab pandanganya semakin tidak jelas saja, wajah Albert yang berdiri di depannya pun sudah tak berbentuk di matanya. Bau anyir darah semakin tercium jelas di hidung Syahquita, darahnya sudah mengalir hingga ke wajahnya.             “Algeerrrr!!!” teriak Joven begitu panik.             “It’s okey, Joven. I’m fine.” sahut Syahquita berusaha menenangkan mereka semua. Usahanya tentu saja tidak membuahkan hasil, siapapun yang melihatnya saat ini pasti akan panik dan khawatir.             Albert menggenggam tangan kanan Syahquita begitu kencang, tangan satunya merangkul pundak istrinya. Albert hendak membawa Syahquita untuk duduk di ruang makan karena posisi mereka saat ini sangat dekat dengan ruang makan. Namun, belum sempat mereka melangkah Syahquita sudah tak sadarkan diri, rasa sakit serta pusing dari lukanya tak dapat di tahan olehnya lagi.             “Mommmyyyy…” teriak Oliver masih terdengar samar-samar di telinga Syahquita.             “Syah, buka matamu, sayang.” Albert mengguncangkan pelan wajah Syahquita akan tetapi istrinya sudah tak merespon.             Albert menggendong tubuh istrinya ala bride style dan membawa Syahquita pergi secepat mungkin ke ruang pengobatan. Berharap dapat menemukan Alger di dalam ruangan itu.             “Mommyyy.” histeris Oliver setelah melihat Syahquita dibawa oleh Albert dari hadapannya.             “Ollie, Mommy-mu baik-baik saja. Kau tenanglah, Nak. Bibi akan menjagamu.” kata Arla berusaha menangkan Oliver yang menangis ketakutan.             Arla menggendong Oliver dan membawanya ke ruang bawah tanah bersamaan dengan Keenan  yang ingin memastikan keadaan Syahquita. Arla terus berusaha membuat Oliver tenang karena tangisan anak itu tak kunjung berhenti hingga mereka tiba di depan ruang pengobatan.             Mereka berdiri di samping Albert yang tengah terduduk menatapi pintu kayu dengan kaca di bagian tengahnya. Raut wajah Albert terlihat begitu menyesali apa yang sudah ia lakukan pada istrinya, untuk kesekian kalinya ia tak bisa mengontrol emosinya.             “Mommyy…” tangisan Oliver semakin menjadi seiringan dengan pandangannya yang tertuju ke dalam ruang pengobatan.             “Tenanglah, Ollie. Mommy akan baik-baik saja.” ucap Arla menghapus air mata dari wajah Oliver.             Albert mendengakan kepalanya melihat Oliver yang menangis di dekapan Arla, ia beranjak dari duduknya dan berdiri di depan Arla. Albert mengambil alih Oliver dari Arla, ia menggendong Oliver di depan dadanya.             “Tenanglah, sayang. Mommy baik-baik saja.” kata Albert dengan pandangan kosong menatapi pintu kayu di hadapanya.             Albert tahu bahwa istrinya tidak dalam keadaan yang baik-baik saja, ia mengatakan itu hanya untuk menenangkan tangisan Oliver saja. Albert mengusap lembut punggung Oliver, berusaha menyalurkan sisi kelembutannya.             Setelah cukup lama mereka menunggu di luar ruang pengobatan, akhirnya Alger keluar dari ruangan itu. Albert, Keenan dan Arla sangat berharap Alger akan mengatakan bahwa Syahquita baik-baik saja.             “Bagaimana keadaan Syahquita, Alger?” tanya Arla tak sabaran.             “Benturan di kepalanya cukup keras, aku belum bisa memastikan apa yang akan dialaminya setelah sadar nanti. Kita tunggu saja sampai nona sadar.” jawab Alger.             “Tuan, kepalamu berdarah.” kata Alger melihat ada darah segar di kepala Albert.             “Ini luka Syahquita. Kau tak perlu khawatir.” jawab Albert yang mendapat anggukan paham dari Alger.             “Apa kami boleh masuk?” tanya Albert dengan tatapan mata yang sulit diartikan.             Alger mengangguk kecil, “Ya, tentu. Kalian bisa masuk.”             Albert masuk paling pertama ke dalam ruangan pengobatan. Suasana ruangan itu begitu hening hanya terdengar suara dari alat pendeteksi detak jantung yang berada tak jauh dari Syahquita. Tubuh Albert mendadak lemas dan gemetar saat harus melihat istrinya memakai alat bantu pernapasan, selang infus yang menyakiti tangannya serta perban yang menutupi luka di kening Syahquita.             “Mommy.” seru Oliver memberanikan diri melihati Syahquita yang terbaring di atas brankar dari tempatnya duduk sekarang.             Albert mendudukan tubuh mungil Oliver di tepi brankar, kedua matanya tak bisa beralih dari kondisi sang istri. Oliver mengguncangkan tubuh Syahquita pelan.             “Mommy, bangunlah.” kata Oliver tanpa mendapat respon dari ibunya.             Tangisan Oliver kembali terjadi saat tak mendapati respon dari Syahquita, biasanya saat ia terbangun lebih dulu dari Syahquita pastilah Syahquita akan merespon ketika dibangunkan. Tetapi, kali ini justru sebaliknya, Syahquita tetap memejamkan matanya.             “Mommy, bangunlah.” Oliver terus mengguncangkan tubuh Syahquita hingga tangisannya kembali terjadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN