Part 5 (a)

1207 Kata
            “Apa yang aku lakukan memang harus aku lakukan sejak kemarin-kemarin. Aku sudah terlalu lunak membiarkan k*****t INI memakiku.” kesal Albert menekan suaranya saat mengatakan k*****t ini.             “Tapi kau bisa menahan emosimu, Al! Kau tidak bisa menepati janjimu!” geram Syahquita.             “Aku bahkan sudah berusaha, Syahquita! Apa kau tidak menghargai usahaku itu?!” teriak Albert yang terdengar sangat kasar.             Syahquita menggeleng pelan seakan tak setuju dengan yang suaminya katakan, “Kau bahkan tidak berusaha sekeras mungkin, Al!”             Syahquita melenggang pergi begitu saja dari hadapan kedua pria itu, ia tidak peduli lagi jika keduanya masih bertengkar setelah dirinya pergi.             “Ini semua karenamu, Robert!!!”             PRRRAAANNNKKKK… Terdengar suara nyaring dari belakang Syahquita seperti sebuah benda kaca pecah. Syahquita membalikan tubuhnya dan matanya menangkap guci besar yang berada di sudut ruangan sudah hancur tak berbentuk.             Syahquita menggeleng kesal dengan langkah gagahnya ia menghampiri Albert, menarik bahunya agar suaminya itu menatap dirinya.             TTTAAAARRRRRR… Sebuah tamparan keras mendarat di wajah tampan Albert sampai menimbulkan bercak tangan di wajahnya.             “Apa kau sudah tak waras, huh?” marah Syahquita.             “Mengapa kau menamparku, Syahquita?!” kesal Albert tak terima mendapat perlakuan kasar dari istrinya.             “Dengan kau menamparku itu membuat aku yakin bahwa kau masih membela k*****t itu!!” desis Albert menunjuk Robert di sisi kanannya.             “Aku tidak membela siapapun di sini. Tidak kau, tidak juga Robert. Apa kau mengerti itu?” teriak Syahquita.             “Aku tak mengerti dengan jalan pikirmu, Syahquita!” geram Albert lalu pergi begitu saja dari hadapan istrinya yang sedang marah.             “Albert!” teriak Syahquita berharap suaminya itu mau berhenti tapi nyatanya Albert benar-benar meninggalkan dirinya dan Robert.             Syahquita mengusap wajahnya frustasi, ia tak mengerti lagi harus bagaimana menghadapi suaminya. Ia sudah memberikan pemahaman pada Albert untuk menahan emosinya itu namun usahanya sia-sia saja. Albert tetap dalam kendali emosinya.             “Hhhrrgghhh.” rintih Robert pelan saat mencabut serpihan guci yang tertancap di lengannya.             Syahquita melirik Robert yang kesakitan, ia menghela napas pelan lalu menghampiri Robert kemudian membantu pria itu mencabuti serpihan guci yang tertancap di lengan kirinya.             “Aaaoowwhh.” Robert kembali merintih saat setelah serpihan guci itu tercabut, hal itu pun membuat mata Syahquita terpejam dan tubuhnya menjadi lemas seketika.             “Oh my goodness! Apa yang terjadi di sini?” tanya seseorang di belakang Syahquita.             “Mommy…”             Syahquita menoleh ke arah belakangnya dan mendapati Drake bersama dengan Oliver yang baru saja selesai bermain di taman kastil.             “Ollie, tetap di sana, Nak. Di sini banyak sekali serpihan kaca, nanti kau terluka.” kata Syahquita menahan langkah anaknya yang ingin mendekat ke arahnya.             Oliver pun mengurungkan niatnya untuk mendekati sang ibu, ia memilih diam di tempatnya saat ini. Sedangkan Drake mendekati Syahquita agar ia bisa melihat lebih jelas apa yang terjadi pada Robert.             “Mengapa Robert bisa seperti ini, Syahquita?” tanya Draka.             “Mereka kembali bertengkar.” jawab Syahquita.             “Dengan Albert maksudmu?” sahut Drake yang langsung mendapat anggukan mantap dari Syahquita.             “Drake, bisakah kau bantu aku untuk mendirikan tubuh Robert?” tanya Syahquita.             “Tentu saja.” jawab Drake seraya menatap wajah Syahquita yang di selimuti kebingungan.             Syahquita mengambil tempat di sisi kanan Robert sedangkan Drake di sisi kiri Robert, mereka berdua merangkulkan tangan Robert ke bahu mereka.             1,2,3… Dalam hitungan ketiga Syahquita dan Drake mengangkat tubuh Robert secara berbarengan, keduanya membawa tubuh Robert ke ruang tengah yang diikuti oleh Oliver dari belakang mereka. Saat hendak menuju ruang tengah, ketiga pangeran memasuki kastil dan melihat keadaan Robert.             “Ya ampun! Apa lagi ini?” geram Joven seraya berlari menghampiri Robert.             “Syah, ada apa dengan Robert?” tanya Dawin.             “Kalian pasti tahu apa penyebabnya.” jawab Syahquita.             “Albert? Aku akan menghajarnya.” Keenan angkat bicara dan bersiap melangkah namun Syahquita menahan tangan kanan Keenan.             Syahquita menggeleng pelan, “Tidak, aku saja yang menghadapinya.”             Syahquita melepaskan tangan Robert dari bahunya dan Dawin dengan sukarela menggantikan tempat Syahquita untuk merangkul Robert di sisi kanannya.             Syahquita berjongkok di depan anaknya, ia memegang kedua bahu anaknya, “Ollie, kau tetaplah di sini bersama paman Drake dan yang lainnya ya, Nak.”             “Drake, tolong jaga Oliver.” lanjut Syahquita seraya menengadahkan kepalanya ke arah Drake.             “Baiklah, kau jangan khawatir.” sahut Drake.             Syahquita berdiri dan hendak melangkahkan kakinya menjauh dari mereka semua. Akan tetapi, Oliver merengek dengan memeluk kaki Syahquita sebab anak itu ketakutan melihat apa yang terjadi pada Robert.             “Mommy…”             Syahquita menghela napas pelan, kembali berjongkok di hadapan anaknya yang ingin menangis itu, “Sayang, Mommy tidak akan lama, Nak.”             Oliver menggeleng dengan mata yang berbinar-binar seraya mengisap jari telunjuknya, Syahquita tidak tahu ada apa dengan anaknya ini.             “Ollie, Mommy tidak akan ke mana-mana, Nak. Mommy ingin berbicara dengan Daddy, jadi kau tetaplah di sini bersama paman Dawin, Keenan, Joven, Drake dan paman Robert.” kata Syahquita selembut mungkin agar anaknya mau membiarkannya pergi sebentar.             “Mommy, akan segera kembali, sayang.” Syahquita mencium kening Oliver lalu berlari secepat mungkin dari hadapan anaknya itu.             Oliver menangis sejadinya bahkan anak itu hampir mengejar Syahquita namun dengan cepat Keenan menahan anak itu untuk tidak mengejar ibunya. Albert sedang marah, sangat tidak memungkinkan jika Syahquita berbicara bersama Albert dengan membawa serta Oliver. Syahquita tidak mau mental anaknya terganggu karena perdebatannya dan Albert. Syahquita melangkahkan kakinya ke dalam kamar untuk mencari suaminya itu, entah mengapa tempat pertama yang terlintas dipikirannya adalah kamar mereka.             Syahquita membuka pintu kamarnya lebar-lebar, matanya menangkap sosok pria dengan perawakan yang sangat khas itu sedang terduduk di single sofa dengan satu botol wiski di meja nakas samping kirinya. Syahquita masuk ke dalam kamar lalu menutup pintu kamarnya rapat-rapat, ia menghampiri Albert kemudian mengambil paksa old fashioned dalam genggaman Albert. Pria itu marah luar biasa saat istrinya mengambil gelas itu dari tangannya.             “What the hell are you doing, Syahquita?!” kesal Albert dengan suara tinggi.             “Apa yang aku lakukan? Apa yang kau lakukan, Albert? Tak bosankah kau bertengkar terus menerus dengan Robert?!” teriak Syahquita marah besar pada suaminya.             “Kau sudah berjanji padaku, Al!!! Aku berharap kau menepati janjimu tapi apa yang terjadi hari ini, huh? Kau mengikari semua janjimu!!” lanjut Syahquita masih dengan suara meningginya.             “Persetan dengan janjiku! Persetan dengan dirimu! Aku tidak peduli dengan perkataanmu! Aku tak peduli lagi dengan sikapmu padaku! Enyahlah dari hadapanku!” sentak Albert tidak berpikir panjang dan matang mengenai perkatannya.             DEEEGGGGG… Jantung Syahquita berdetak lemah, ia mulai kesulitan bernapas, matanya memanas seiringian dengan hatinya yang terluka. Sebisa mungkin Syahquita menarik napas namun lebih dalam dari biasanya lalu menghembuskannya cepat.             Syahquita dengan segala pemikirannya mengangguk-angguk kecil dengan mata yang berbinar-binar, “Baiklah, jika itu memang maumu. Aku akan enyah dari hadapanmu.”             Syahquita meletakkan gelas old fashioned ke atas meja nakas, ia mengalihkan pandangannya dari Albert lalu melangkahkan kakinya menuju pintu kamar yang tertutup. Albert mengusap wajahnya frustasi, ia tidak tahu apa yang telah diucapkan oleh mulutnya itu. Albert berlari menghampiri Syahquita yang hampir menggapai gagang pintu.             Albert menahan tangan kanan Syahquita dari belakang, “Syah, please. Aku tidak bermaksud berbicara seperti itu.”             Syahquita menghempaskan tangannya kasar agar tangannya bisa terlepas dari cengkraman Albert, ia membuka pintu itu dan keluar dari dalam kamar dengan menutup pintu kembali rapat-rapat.             “Syah!!! Dengarkan perkataanku!” teriak Albert dari dalam kamar.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN