Episode 9 : Kecupan singkat

1393 Kata
Selesai mandi, Jade menghampiri Ara yang tengah menerima telepon. Ara memberi isyarat pada Jade untuk tidak bersuara. Jade hanya mengangkat bahu dan duduk tepat disebelah Ara. Laki-laki itu dengan santai meminum air yang ada di atas meja. "Jadi pak Sam belum bisa pulang besok?" tanya Ara. Jade merebut ponsel Ara dan menekan speaker untuk ikut mendengarkan percakapan mereka. Ara terpaksa menurut karena Jade menahan ponselnya. "Iya. Klien ingin menggunakan bahan dari daerahnya sendiri. Besok kami harus mencari kain yang sesuai dengan seleranya. Maaf Adaline, saat kau butuh bantuan, aku justru tidak ada di sana." ujar Samuel di ujung telepon. "Pak Sam tidak perlu khawatir. Kami pasti baik-baik saja." balas Ara. "Jade sudah mengatakan semuanya. Kalian tidak usah pulang sebelum aku kembali. Apa hotelnya nyaman?" tanya Samuel. Ara langsung salah tingkah saat Jade menatapnya. Terhadap Samuel, Ara tidak mengaku kalau saat ini dia dan Kayli menginap di apartemen Jade. Rencananya besok Ara baru akan tinggal di hotel. "Jade pasti memilih hotel terbaik. Hanya saja aku tidak yakin itu sesuai dengan selera kalian." lanjut Samuel. "Hotelnya sangat nyaman." jawab Ara pelan. Dalam sekali gerakan, Jade langsung berbaring di pangkuan Ara. Laki-laki itu memberi isyarat untuk tidak melawan. "Teruslah bicara atau aku yang akan bicara." bisik Jade sambil menjauhkan ponsel. Ara gelagapan. Jelas sekali kalau Ara gugup dan ketakutan. Dengan santai Jade kembali mengarahkan ponsel ke bibir Ara. "Aku merindukanmu. Baru dua hari berpisah rasanya sangat kesepian. Kau tidak merindukanku?" tanya Samuel. "Aku..." Ara tampak canggung menjawab pertanyaan Samuel dengan Jade yang berada tepat di pangkuannya. Jade masih terlihat santai mendengarkan obrolan Samuel dan Ara. "Kau tidak rindu?" tanya Samuel lagi. "Tentu saja aku merindukan pak Sam." jawab Ara. Samuel tertawa pelan. "Kau mengatakannya dengan ragu seolah-olah sedang diawasi seseorang. Kau boleh mengatakan rindu atau mengatakan cinta tanpa ragu Adaline." "Ah sepertinya Kayli terbangun. Aku harus menyudahi panggilan pak Sam." bohong Ara. "Baiklah, titip salam cintaku buat Kayli. Katakan aku sangat merindukannya." ujar Samuel sebelum telepon di putus. "Kau pandai berbohong." sindir Jade. "A-apa pak Jade bisa berdiri?" tanya Ara gugup. "Tidak. Hari ini aku sangat lelah karena melayani seseorang. Padahal banyak sekali pekerjaan yang harus ku selesaikan. Aku menunda pekerjaan dan harus menyelesaikannya di akhir pekan. Kepada siapa aku harus meminta pertanggungjawabkan?" tanya Jade sarkas. "Ta-tapi saya tidak terbiasa seperti ini." balas Ara. "Kau harus terbiasa." ujar Jade. "Saya..." "Aku tau kau dan Samuel sering tidur bersama. Kalian sering berbagi ciuman meskipun hanya Samuel yang melakukan. Berhenti bersikap seperti gadis perawan. Kita juga pernah tidur bersama meskipun aku tidak mengingatnya secara jelas." potong Jade. Tangan Ara gemetar. Wanita itu mencoba mendorong tubuh Jade. Yang terjadi justru Jade menggenggam tangan Ara dan mengecupnya perlahan. "Tubuhmu gemetar. Apa kau takut padaku?" tanya Jade. Ara mengangguk. Ara sengaja mengalihkan pandangan ke sembarang arah. Jade memperhatikan wajah Ara tanpa berkedip. "Kau cantik. Tubuhmu harum. Samuel benar-benar luar biasa. Laki-laki itu bisa bertahan selama lima tahun. Kau tau? Melihatmu yang seperti ini, membuatku ingin menikmati setiap inci tubuhmu sekarang juga. Aku seperti hilang kendali. Aku tidak sehebat Samuel. Tapi kau tenang saja. Aku masih bisa menahan diri. Kau aman, aku bisa menjanjikan itu." ujar Jade. "Berjanjilah pak Jade tidak akan berbuat macam-macam." pinta Ara. Jade kembali mencium tangan Ara. "Aku tidak akan berbuat lebih. Aku hanya ingin merasakan apa yang sudah Samuel rasakan. Kalian pernah berciuman, maka kita juga harus berciuman." "Tapi pak Jade sudah melakukannya." ujar Ara lantang. "2 kali. Aku yakin kalian pasti sudah berciuman berkali-kali. Ciuman itu juga sebagai bayaran untuk kebohongan yang sudah kau lakukan. Kalau kau tidak mau, aku bisa memberi tau Samuel kalau kau dan Kayli tidur di sini." ancam Jade. Jade seorang pebisnis yang sudah sangat mahir bernegosiasi. Negosiasi yang Jade buat tidak pernah merugikan untuk dirinya. Jika sudah tau kelemahan lawan, maka Jade dengan pintar memanfaatkan hal itu. "Ja-jangan. Pak Sam pasti khawatir." cegah Ara. "Kenapa khawatir? Apa aku seperti ancaman?" tanya Jade. "Pak Jade satu-satunya orang yang tidak ingin pak Sam kenalkan. Pak Sam hanya akan membawa teman terbaiknya jika laki-laki itu sudah dipastikan akan menikah. Karena itu saya sengaja berbohong. Saya takut mengganggu pekerjaan pak Sam dengan masalah saya." jawab Ara. Jade tertawa pelan. "Samuel seperti bocah yang takut mainannya di rebut. Selama ini Samuel selalu melarang datang ke rumahnya meskipun aku memaksa. Dia juga tidak berniat memperkenalkanmu kecuali jika aku akan segera menikah. Dia menyimpan berliannya dengan baik." "Jadi tolong jangan katakan apapun pada pak Sam." pinta Ara lagi. "Aku sudah memberimu syarat. Kalau kau setuju, aku bisa tutup mulut. Tapi kalau kau tidak setuju, aku bisa mengatakannya kapan saja." ujar Jade sembari duduk. Ara sedikit menggeser duduknya ke tepian sofa. Jade meregangkan tubuh sambil menatap Ara. "Di kamar Kayli atau di kamarku?" tanya Jade. "Tidak di kamar siapapun." jawab Ara cepat. "Kalau begitu kita akan tidur disini." putus Jade. Ara menganga. Wanita itu memekik tertahan saat Jade tiba-tiba menarik tubuh Ara hingga Ara berdiri sempoyongan. Jade langsung memeluk Ara supaya Ara tidak jatuh. "Kalau tidak mau tidur bersamaku, cukup beri aku ciuman selamat malam." ujar Jade. "Saya..." Ucapan Ara terputus saat Jade membungkam bibirnya dengan kecupan. Hanya kecupan singkat yang tidak menimbulkan efek. "Jangan ucapkan apapun. Cium aku dan semuanya beres. Kalau kau masih bicara, maka aku yang akan melakukannya." tegas Jade. Ara tampak gamang. Matanya memerah menahan tangis. Diluar hujan sangat deras. Persis malam naas yang menimpanya. Kini Ara justru kembali berada dalam pelukan laki-laki yang telah menghancurkan hidupnya. "Setiap kali melihatmu gemetar dan ketakutan, harga diriku bagai diinjak-injak. Di luar sana banyak sekali wanita yang berharap bisa tidur di ranjangku." ujar Jade. "Pak Jade tau alasan kenapa saya seperti ini. Ini bukan kesengajaan. Saya juga ingin berada di pelukan laki-laki tanpa merasa ketakutan. Saya ingin memeluk pak Sam, tidur di sampingnya, dan menikmati perlakuan pak Sam tanpa dibayang-bayangi ingatan buruk terhadap laki-laki." isak Ara. "Astaga, kenapa kau malah menangis?" tanya Jade. "Sa-saya bingung kenapa pak Jade berbuat seperti ini. Saya salah apa?" isak Ara. Jade berdecak pelan sambil melepas pelukan. Laki-laki itu melipat tangan di d**a sembari memperhatikan Ara yang tertunduk menangis. "Kau tidak salah apa-apa. Sejak awal sudah ku katakan. Aku bersikap seperti ini agar kau segera terbebas dari trauma terhadap laki-laki. Jika tidak begini, Samuel selamanya akan tersiksa." ujar Jade. "Saya bisa mencoba segalanya bersama pak Sam. Pak Jade tidak perlu mencontohkan apapun. Lagipula, sedikit banyak saya sudah terbiasa menerima perlakuan lembut dari pak Sam." bela Ara. "Samuel itu menginginkan tubuhmu. Apa kau bisa memberikannya? Samuel bahkan tidak bisa minum alkohol hanya karena kau benci terhadap aroma minuman itu." sindir Jade. "Saya..." "Apa kau menyukai Samuel?" tanya Jade tiba-tiba. Ara tampak gelagapan. Wanita itu tidak berani menatap Jade yang terus memperhatikannya. Saat Ara tengah kebingungan, ponsel Jade berbunyi. Hana menelpon. Dengan sengaja Jade menyalakan speaker agar Ara bisa mendengar. "Ada apa?" tanya Jade pada Hana. Suara tangisan Hana disertai dentuman musik yang kuat, membuat Jade menjauhkan ponsel dari wajahnya. "Jade katakan apa yang harus ku lakukan? Tante Rita sangat bahagia karena Adaline tidak kembali ke rumah Samuel. Tapi aku justru takut. Bagaimana kalau Samuel tau aku yang meminta Adaline untuk pergi? Aku sudah tidak tahan Jade. Aku benci melihat Adaline disisi Samuel..." Jade buru-buru mematikan speaker dan menjauh dari Ara. Ara tidak mengatakan apapun. Wanita itu langsung meninggalkan Jade ke kamar. Hati dan perasaannya hancur berkeping-keping. "Kau dimana?" tanya Samuel pada Hana. "Kau tidak perlu datang. Aku bersama Wia." jawab Hana. "Kau bertindak terlalu gegabah. Adaline sudah tertekan dengan perlakuan tante Rita kau justru menambah bebannya. Kau hanya harus bersabar. Adaline pasti keluar dari rumah Samuel cepat atau lambat tanpa perlu mengotori tanganmu." omel Jade. "Tapi aku tidak tahan. Membayangkan Samuel memeluk atau mencium Adaline, kepalaku seperti mendidih." teriak Hana. "Kau itu gadis pintar dan terpelajar. Sudahlah, Adaline tidak mungkin menyebut namamu sebagai alasan kepergiannya di depan Samuel. Lagipula Samuel sudah tau kalau ibunya mengusir Adaline. Jadi pulanglah ke rumah, tenangkan diri, dan tidur." perintah Jade. "Tapi..." Jade memutus sambungan telepon begitu saja karena tidak ingin mendengar ratapan penuh penyesalan dari Hana. Hana terlihat kuat dan elegan hanya saat menghadapi rekan bisnis dan orang yang dicintainya. Terhadap orang lain, Hana lebih terbuka dan tidak pandai menjaga ucapan. Sebelum masuk ke kamar, Jade menyempatkan diri membuka kamar Ara dan Kayli untuk memastikan bahwa keduanya nyaman tidur di rumahnya. Jade tau Ara belum tidur, tapi Jade tidak ingin mengganggu wanita itu lagi. Paling tidak malam ini Jade memberi waktu pada Ara untuk beristirahat dengan tenang. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN