Episode 4 : Tidak ingat?

1388 Kata
"Apa perlu di panggilkan dokter?" tanya Jade. "Tidak usah." jawab Ara cepat. Ara menggenggam tangan Samuel seolah meminta kekuatan. Samuel pikir, Ara bersikap demikian karena gugup punya klien terkenal seperti Jade Damon. Jade meminta sekretarisnya membuat minuman hangat agar Ara merasa nyaman. "Sepertinya kondisi Adaline tidak begitu baik. Kita bisa jadwalkan di lain waktu." usul Hana. "Tidak, aku baik-baik saja. Bu Hana tidak perlu khawatir." ujar Ara. "Jangan memaksakan diri, Adaline. Kalau kau tidak sehat, kita bisa menundanya." sambung Samuel. "Aku benar-benar sehat. Aku hanya terkejut. Beri aku waktu 10 menit, tidak 5 menit saja. Setelah 5 menit, aku yakin semua akan baik-baik saja." tegas Ara. "Baiklah, toh kami sudah mengosongkan jadwal sampai jam makan siang." jawab Jade. Ara pamit ke kamar mandi dengan tergesa. Tubuhnya masih bergetar meskipun sudah cukup jauh dari Jade Damon. "Dia tidak ingat? Dia tidak mengenaliku? Apa dia lupa kalau aku pernah bekerja di rumahnya? Tidak, itu hanya 1 minggu dan kami nyaris tidak pernah bertemu. Mana mungkin dia ingat. Kejadian itu juga terjadi saat dia sedang mabuk, apa dia benar-benar tidak mengingatnya?" gumam Ara pelan. "Aku tidak boleh seperti ini. Aku tidak boleh takut. Jika aku terlalu gugup, pak Sam akan menyadari sesuatu yang salah. Aku harus kuat. Lagipula, Jade Damon tidak ingat apa-apa." ujar Ara penuh tekad. Setelah berhasil menenangkan diri, Ara kembali ke ruangan Jade. Tampak Kayli tengah duduk di pangkuan Jade. Sesaat Ara memperhatikan keduanya. Lagi-lagi, saat menatap Jade, pandangan Ara dan Jade bertemu. "Kau sudah kembali? Apa kau sudah baik-baik saja?" tanya Samuel khawatir. "Aku baik-baik saja pak Sam. Apa kita bisa mulai?" tanya Ara. "Tentu saja, lebih cepat lebih bagus." jawab Hana. "Kau bisa mulai dari Hana. Aku dan Jade akan menunggu sambil menikmati secangkir kopi." ujar Samuel. Hana langsung mengutarakan keinginan soal baju yang akan dikenakannya. Ara dengan terampil mulai menggambarkan sesuai yang Hana katakan. Ara fokus bekerja sementara Jade dan Samuel ngobrol santai di sudut ruangan. "Dia sangat cantik, pantas saja kau tergila-gila." puji Jade. "Cantik tapi sulit sekali untuk di dekati. Kau lihat? Dia sempat ketakutan saat melihatmu. Dia kesulitan beradaptasi dengan laki-laki. Ku harap kau maklum soal sikapnya." ujar Samuel. "Aku maklum. Apa anak ini..." Jade tidak melanjutkan pertanyaannya. Samuel yang mengerti, menganggukkan kepala untuk menjawab pertanyaan Jade. "Padahal Kayli cantik dan pintar." ujar Jade. "Iya, dia sangat menggemaskan." balas Samuel. Tak berapa lama, Kayli datang menghampiri Samuel. "Papa Sam, Kayli bosan." ujar Kayli sambil memeluk kaki Samuel. "Bosan? Apa kita harus jalan-jalan?" tanya Samuel. "Iya, mama masih sibuk. Papa juga sibuk, jadi Kayli bosan." ujar Kayli. "Kalau begitu aku akan mengajak Kayli jalan-jalan. Nanti Adaline yang akan mengambil ukuran bajumu. Percayakan saja padanya. Adaline jauh lebih ahli dari apa yang terlihat." ujar Samuel. Jade mengangguk. Sebelum meninggalkan ruangan, Samuel meminta izin pada Hana dan Ara untuk membawa Kayli jalan-jalan. Awalnya Ara tampak ragu, tapi mengingat dia tidak berdua saja bersama Jade, Ara mengizinkannya. "Aku sudah selesai, sekarang giliranmu." ujar Hana. Jade masih mengerjakan beberapa pekerjaan saat Hana memanggilnya. "Aku harus pergi. Kau bisa menyelesaikan bagianmu tanpa aku kan?" tanya Hana pada Jade. Mendengar ucapan Hana, raut wajah Ara menegang. "Tentu saja." jawab Jade singkat. Jade mendekati Ara. Tampak tangan Ara sedikit bergetar memegang pita ukur. "Kalau begitu aku pergi dulu. Sampaikan salamku pada Samuel. Jangan lupa minggu depan kita punya janji untuk mengunjungi keluarga." ujar Hana sebelum berlalu. Jade hanya mengangguk. Sepeninggal Hana, Ara mulai melakukan pekerjaannya. Ara mencoba bersikap profesional meskipun tangannya gemetar. Jade bisa maklum dan tidak menanyakan apapun. Berada dalam jarak yang cukup dekat dengan Ara, Jade bisa mencium aroma tubuh wanita itu. Seketika Jade mengenali aroma tubuh Ara. "Aku tidak pandai mengenali wajah seseorang, tapi aku pandai mengenali aroma. Apa kita pernah bertemu sebelumnya? Tidak, aku justru yakin kita pernah tidur bersama." ujar Jade tiba-tiba. Seketika Ara mundur. Jade dengan sengaja maju mendekatinya. Tubuh Ara mendadak kaku. Ara menahan napas saat Jade mendekatkan wajah dan mengendus bagian lehernya walaupun tidak menyentuh secara langsung. "Aku tidak mungkin salah. Aku tidak terlalu sering bermain wanita seperti Samuel, jadi aku ingat dengan jelas aroma wanita yang pernah tidur denganku. Sebenarnya siapa kau? Kalau aku pernah tidur denganmu, itu artinya kau bukan wanita baik-baik. Apa kau datang padaku sebagai hadiah? Atau justru aku yang datang padamu dengan sendirinya?" tanya Jade dingin. "Ha-hadiah? Pak Jade pasti salah orang. Parfum yang saya pakai tentu saja dipakai juga oleh orang lain. Ini bukan parfum edisi terbatas yang hanya dipakai oleh orang-orang tertentu." jawab Ara mencoba tenang. "Ini bukan aroma parfum, Adaline. Aku mempunyai penciuman yang cukup tajam. Aku mengenali aroma-aroma tertentu hanya dengan sekali cium. Kau salah satunya. Jadi siapa kau? Bagaimana mungkin kau yang suka menggambar secara kebetulan bertemu dengan Samuel sang desainer? Apa ini sebuah rencana? Apa kau sengaja menjebaknya agar bisa tinggal di samping laki-laki itu?" tanya Jade. Ara tertawa mengejek. Wanita itu membalas dengan berani agar tidak dicurigai. "Pak Jade terlalu sering menonton drama atau detektif conan. Pak Jade seolah tau segalanya padahal tidak tau apa-apa. Lucu sekali." "Menarik. Kau membuatku sangat terganggu di pertemuan pertama kita. Tidak, bisa jadi ini pertemuan kesekian kalinya. Sampai rasa penasaran dan tanda tanya ini terjawab, aku akan sering menemuimu. Aku ingin tau dimana dan bagaimana kita tidur bersama." balas Jade. "Kita tidak pernah tidur bersama." tegas Ara. "Kau boleh menyangkalnya, tapi, sampai umurku 34 tahun, aku tidak pernah salah mengenali aroma. Aku sensitif terhadap bau. Dan yang perlu kau catat, aku sangat mengenali aroma wanita-wanita yang pernah tidur denganku." ujar Jade penuh percaya diri. Ara mundur beberapa langkah dan hendak pergi meninggalkan Jade. Tubuhnya kembali bergetar. Tepat saat itu, Samuel dan Kayli kembali. "Apa sudah selesai?" tanya Samuel saat melihat Ara membereskan bawaannya. "Be-belum." jawab Ara terbata. Samuel mengerutkan kening sambil menatap Jade. Jade yang ditatap, justru melipat tangan di d**a. "Apa sesuatu terjadi?" tanya Samuel. Jade menggeleng. "Entahlah. Kurasa kau saja yang melanjutkan pekerjaan Adaline. Dia tidak bisa bersikap profesional." Samuel menyerahkan Kayli yang sudah mengantuk pada Ara. Laki-laki itu meminta Ara turun lebih dulu dan menunggu di mobilnya. Ara menurut. Ara bergegas pergi sambil menggendong Kayli. Sepeninggal Ara, Samuel mulai melakukan pekerjaannya. "Tolong maklumi kalau Adaline melakukan kesalahan. Adaline masih tidak terbiasa dengan dunia luar, apalagi laki-laki." ujar Samuel. "Apa kau sangat mempercayainya? Bisa jadi dia menipumu untuk tinggal bersamamu." balas Jade. "Kau tidak melihatnya secara langsung. Adaline nyaris tidak bisa bangkit dan menemukan jati diri setelah kejadian yang menimpanya. Wanita itu pernah melakukan percobaan bunuh diri." jelas Samuel. "Bisa jadi itu hanya siasat agar kau kasihan. Kau tau aku sangat ahli mengenali aroma. Hanya wanita-wanita dengan aroma tertentu yang bisa naik ke ranjangku. Aku mengenali aroma tubuh Adaline dan aku yakin aku pernah tidur dengannya." jujur Jade. Sesaat Samuel berhenti. Jade Damon adalah orang blak-blakan yang tidak suka memendam sesuatu. "Apa kau yakin?" tanya Samuel. "Sangat yakin. Aroma tubuh Adaline unik, seperti berada di taman bunga yang sangat alami. Tidak menyengat tapi justru manis untuk dinikmati. Bagaimana mungkin kau bisa menahan diri saat di dekat Adaline? Bukankah aroma tubuhnya sangat menggoda?" tanya Jade. "Apa kau juga mengatakan hal itu pada Adaline?" tanya Samuel. "Soal aroma tubuhnya dan soal kemungkinan kalau dia pernah tidur denganku?" tanya Jade memastikan. "Iya." jawab Samuel tidak sabar. Jade mengangguk. "Kau tampak kesal, kenapa?" "Sejak 5 tahun yang lalu kau tau cerita tentang Adaline dan bagaimana rasa traumanya. Tapi kau justru mengatakan hal konyol itu tanpa mempertimbangkan perasaan Adaline. Aku tau kau sangat jujur dan benci rasa penasaran. Seharusnya, terhadap Adaline kau bisa menahan diri." balas Samuel. "Hey kau marah? Tidak biasanya kau marah hanya karena seorang wanita." ejek Jade. "Adaline wanita yang berbeda." tegas Samuel. "Apa karena itu juga kau menutup kemungkinan kalau dia bisa saja sedang memanfaatkan reputasimu?" tanya Jade. "Justru aku yang sedang memanfaatkannya. Kali ini simpan rasa penasaranmu. Jangan ganggu Adaline dan jangan katakan hal-hal konyol di depannya." ujar Samuel. "Apa kau mau bertaruh? Jika aku bisa membuktikan kalau kami pernah tidur bersama, apa kau mau melepaskan Adaline? Aku tidak suka w************n dan licik berada di sekitarmu." tantang Jade. "Tak peduli betapa murahan dan liciknya Adaline, aku akan menjaga wanita itu." tegas Samuel. "Terserah kau saja. Asal jangan halangi aku untuk mengetahui siapa Adaline. Aku benar-benar penasaran bagaimana wanita itu naik ke ranjangku." ujar Jade. Samuel berdecak pelan. "Jangan terlalu percaya diri Jade. Bisa saja kau salah." "Soal aroma, aku belum pernah salah Sam. Kau paling tau hal itu." balas Jade. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN