Setibanya di rumah dua lantai itu dan Si pria yang nampak mabuk itu segera mencengkram pergelangan tangan Amanda. Setelah membuka pintu rumah, ia pun tak lagi menyia-nyiakan waktu dan menggeret wanita itu ke dalam kamar yang berada di lantai bawah. Dilemparkannya tubuh wanita itu ke tempat tidur, sedang dirinya membuang pakaian yang membalut tubuh dengan tergesa-gesa.
Amanda berusaha menguatkan hatinya. Ia tak boleh lagi lemah. Inilah yang harus dikorbankannya untuk memuaskan semua orang di sekitarnya. Mungkin benar, semua orang baik telah mati, dan semua kisah bak Cinderella hanya terjadi di dunia fiksi. Meski tubuhnya gemetar karena takut, Amanda tak lagi berusaha kabur dari takdirnya. Mungkin, memang inilah jalan hidupnya menjadi barang yang bisa diperjual-belikan tanpa ada perasaan apa pun.
Pria itu mulai duduk di hadapannya. “Namaku, Rai,” ucap pria itu datar, “Kamu harus tahu jika kamu adalah milikku karena aku sudah membelimu, jadi jangan pernah memikirkan untuk kabur,” bisik pria itu tepat di telinga Amanda. Wanita itu menelan ludah dengan susah payah. Apa begitu murah harga dirinya? Amanda tersenyum miring. Seseorang yang tak pernah berarti bagi orang lain, tentu saja dapat dibeli dengan harga yang rendah.
Mungkin, memang begitulah sifat dasar manusia. Memanfaatkan siapapun yang bisa mereka manfaatkan. Kini, Amanda akan menjadi manusia seperti itu. Ia akan turut memanfaatkan pria itu untuk lari dari cengkraman orang tua yang tak pernah menganggapnya ada. Toh, sudah tak ada lagi yang harus dijaganya. Biarkan ia mempertaruhkan hidupnya di dalam tangan pria asing itu dan berharap tak kembali dilemparkan dalam lubang penderitaan.
“Jangan takut. Aku nggak akan lari. Aku tahu benar jika aku bukanlah siapa-siapa. Kamu sudah membeliku dan hak atas tubuhku adalah milikmu,” entah keberanian dari mana yang membuat Amanda menantang sepasang mata pria itu sembari mengatakan hal yang tak seperti dirinya yang selama ini selalu bersembunyi dan berusaha lari dari kenyataan.
Amanda sudah begitu lelah berlari. Ia tak lagi mempunyai tujuan pulang. Biarlah ia menganggap dirinya barang yang sudah dimiliki agar tak perlu lagi mencari alasan untuk pulang.
Tanpa menunggu lagi, pria itu segera menyambar bibir Amanda, melumatnya rakus, hingga Amanda merasa jika dirinya akan kehabisan nafas karena ciuman pria itu yang begitu memburu. Bagai tengah menemukan oase di tengah padang gurun, pria itu terlihat begitu haus, seakan ciuman mereka mampu memenuhi rasa dahaganya.
Tangan pria itu pun tak tinggal diam dan menelusuri bagian depan tubuh Amanda, mencengkram kuat-kuat, hingga membuat Amanda meringis kesakitan. Sayang, rintihannya tak dapat didengarkan oleh pria yang tengah digelapkan oleh hasrat birahinya. Ia membuka pakaian bagian atas Amanda dengan tak sabar dan dengan bibir mereka yang masih saling memagut.
Tangan dingin pria itu membuat tubuh Amanda bergetar saat menyentuh kulitnya. Tangannya yang besar mengusap punggung Amanda. Ciumannya kini semakin turun, leher, hingga berlabuh di antara kedua gunung kembar wanita itu. Kedua tangannya memainkan puncak gunung kembar Amanda, menjalarkan perasaan aneh yang tak pernah Amanda rasakan sebelumnya. Apalagi saat lidah pria itu bermain di sana, memberikan perasaan geli yang tak dapat diutarakan dengan kata-kata.
Seluruh bagian tubuh wanita itu dimainkan dengan asyik oleh Si pria, terlihat tak ingin uangnya terbuang sia-sia setelah membelinya. Tampak sekali, pria itu bukanlah orang yang suka membuang uang secara cuma-cuma. Pria itu bahkan membuat Amanda semakin kewalahan dengan perasaan-perasaan aneh yang baru kali ini ia alami.
Kini tangan pria itu telah mendarat di bagian yang tak pernah disentuh oleh siapapun, menimbulkan rasa takut pada hati Amanda. Inilah saatnya, saat dirinya harus kehilangan apa yang dijaganya setengah mati. Satu-satunya harta yang ia miliki harus direlakannya begitu saja karena pria yang dipanggilnya ayah, lelaki yang seharusnya menjadi cinta pertama dan melindunginya. Air mata Amanda mengalir begitu sesuatu yang keras berusaha merobek bagian bawah dirinya, rasa perih dan sakit itu bahkan membuatnya menangis tersedu-sedu. Bukan hanya sakit yang membuatnya bersedih, namun kegagalannya sebagai seorang wanita yang harusnya menjaga mahkota dirinya itu membuat hatinya tersayat perih.
“Kini, kamu nggak akan pernah bisa pergi lagi. Aku sudah memilikmu seutuhnya,” bisik pria itu tepat di telinga Amanda, pria itu pun melembutkan gerakannya saat melihat tangisnya.
Pria itu memeluk Amanda erat. Aneh, Amanda dapat merasakan kerinduan yang pria itu coba salurkan padanya. “Jangan menangis karena aku nggak suka melihat wanita menangis,” ucap pria itu parau. Ia menjilat air mata Amanda, lalu memainkan lidahnya pada telinga Amanda. Berusaha memberikan rangsangan yang akan membuat Amanda melupakan rasa sakitnya dan ikut menikmati permainan mereka.
Amanda tak lagi bisa mempertanyakan sikap pria itu yang mulai berbeda. Bibir pria itu pun kembali membungkamnya agar tak bisa mendengar isak tangisnya. Hati Amanda sakit bukan main. Memberikan harta yang ia miliki pada seorang asing tak pernah menjadi mimpinya.
Gerakan pinggul pria itu yang semula sudah melembut, kembali bergerak kencang. Embusan nafasnya di tengkuk leher Amanda terdengar semakin intens. Pandangan Amanda mulai mengabur. Dengan mata terpejam, yang didengarnya hanyalah desahan nafas mereka yang saling memburu, hingga ia menancapkan miliknya semakin dalam dan melenguh panjang, menandakan permainan mereka telah usai.
Pria itu terbaring di samping Amanda setelah permainan yang menguras tenaga itu, sementara Amanda mematung. Seperti seorang p*****r yang dibuang setelah puas digunakan jasanya. Amanda tersenyum miris, mungkin memang itulah sebutan yang cocok untuknya kini. Apa yang ia harapkan dari hubungan intim tanpa rasa dan ikatan ini? Sebuah pelukan menghangatkan atau kata penghiburan untuk hatinya yang hancur setelah kehilangan mahkotanya. Tentu saja semua itu tak bisa ia dapatkan dari pria yang kini sudah tertidur pulas. Amanda dapat menebaknya saat mendengar suara nafasnya yang mulai teratur.
Amanda meringkuk di tempat tidur besar itu. Dunianya hancur dan ia tak lagi mengerti apa yang harus ia lakukan setelah semua hal mengerikan ini. Kembali ke rumah di mana pria yang menyebabkan semua ini terjadi? Atau memilih tinggal di jalanan sebagai gelandangan? Ia memang memiliki pekerjaan dengan gaji yang tak begitu besar, namun tak memiliki sepersen uangpun di dalam dompetnya karena pria itu telah menguras habis seluruh gaji yang baru diterimanya hari ini. Dengan apa ia akan menyambung hidupnya sebulan ke depan?
Air mata Amanda kembali mengalir. Ia menarik selimut dan menyembunyikan dirinya di sana, tak ingin isak tangisnya membangunkan pria asing di sampingnya.
Mungkin tak ada jalan lain selain menggunakan Rai sebagaimana pria itu menggunakan tubuhnya untuk memuaskan dirinya. Hidup memang kejam dan Amanda harus beradaptasi untuk bertahan hidup. Esok ia akan menyerahkan hidup dan tubuhnya pada pria asing yang hanya ia ketahui namanya itu. Lebih baik bersikap layaknya perempuan bayaran, daripada kembali ke neraka. Sama-sama terdengar mengerikan, namun hati kecilnya memilihnya untuk berada di sisi Rai. Pria yang belum tentu mau menerima sikap pasrahnya.
Hubungan di atas tempat tidur dan cinta memanglah dua hal yang berbeda, hal yang kini diketahui Amanda ada di antara mereka. Hubungan intim bisa bisa dilakukan dengan cinta, maupun tanpanya. Oleh karena itu, Amanda akan bertahan dengan memberikan tubuhnya pada pria itu agar bisa berlari dari kenyataan pahit yang terus mengejarnya.
Ya, ini saatnya untuk bangkit berdiri dan tak lagi membiarkan dirinya dijadikan barang yang bisa diperlakukan sesuka hati. Hidupnya telah hancur dan hanya dirinya yang mempunyai hak untuk lebih menghancurkan apa yang ada di dalam dirinya itu. Tak ‘kan ia biarkan orang lain menghancurkan dunianya lebih dari ini.