Sebagai pewaris tunggal keluarga Alistair, Camilla hidup dengan segala kesempurnaannya. Wajah cantik, kaya raya, terkenal, kesayangan keluarga, dan sangat pintar. Ia bagai ratu di dunia modern, dan bagai setetes embun yang sangat sejuk bagi ayah dan ibunya.
Rambut Camilla berwarna hitam, panjangnya mencapai pinggul. Camilla memiliki tatapan yang tajam, iris biru redup, dengan sepasang alis yang rapi dan bulu mata yang lentik dan panjang. Bibirnya terlihat berisi, kerap di warna dengan lipstik merah muda. Camilla memiliki wajah cantik perpaduan Asia-Eropa dilengkapi dengan hidung mancung.
Camilla lulus dari Universitas Yale dengan gelar Bachelor of Arts dalam bidang sejarah. Kemudian ia juga memperoleh gelar Master of Business Administration (MBA) dari Sekolah Bisnis Harvard.
Tapi tidak ada yang tahu jika gaya hidup Camilla sangat jauh dari kata normal. Membuat siapa saja iri dengan hidupnya, membuat orang-orang juga ingin menjadi seperti dirinya, tetapi ia memiliki kebiasaan yang sangat buruk.
Camilla seorang penderita Hypersexuality Disorder alias kecanduan seks. Dalam istilah medis, gangguan ini benar-benar susah sekali untuk dikendalikan orang penderitanya.
Biasanya, orang yang terjangkit gangguan ini akan terus menerus sibuk dengan fantasi seksual dan selalu menyiapkan diri untuk berhubungan seks, entah dengan siapa pun saat dia sedang ingin melakukannya.
Hypersexuality Disorder adalah gangguan kontrol impuls yang serius dan dapat mengakibatkan kerusakan besar pada kesehatan seseorang dan kehidupannya secara umum.
Camilla tak mengerti kenapa ia bisa menderita di ruang lingkup Hypersexuality Disorder, yang jelas itu terjadi saat usianya lima belas tahun. Setiap malam Camilla akan menghabiskan malam dengan beberapa pria, dan itu terjadi berulang-ulang kali tetapi selalu dengan pria yang berbeda.
Camilla berasal dari Amerika Serikat, ia memiliki rumah super mewah bernama Xanadu 2.0 di wilayah Medina, Washington. Xanadu 2.0 sendiri memiliki arti ‘bumi terlindungi’ yang dilengkapi dengan perlengkapan teknologi mutakhir. Kenaikan properti di wilayah ini juga cukup fantastis, yakni mencapai lebih 100% per tahun.
Tidak hanya Camilla, orang terkaya lainnya Bill Gates, Jeff Bezos juga memilih Medina sebagai lokasi rumah idaman. Medina juga dikenal sebagai tempat rahasia yang tidak bisa sembarangan orang tinggal di tempat itu, apalagi keluar masuk dengan bebas.
Tok ...
Tok ...
Tok ...
Suara ketukan pintu menggema, memecah sunyi dalam ruangan besar yang kini ditempati seorang wanita muda. Ia terbaring di atas ranjang, selimut tebal menutupi tubuh mungilnya.
Wanita itu adalah Camilla, dan perlahan pula ia membuka mata. Camilla menatap langit-langit ruangan, tubuhnya tidak terasa sakit lagi sekarang.
“Nona, Tuan dan Nyonya menunggu Anda di mansion.” Suara seorang wanita terdengar ribut dari luar ruangan, ia terus mengetuk pintu dan itu sangat menjengkelkan untuk Camilan.
“Nona, kita tak bisa mengulur waktu,” ujar orang itu lagi.
Camilla mengembuskan napas kasar, ia segera duduk dan memijat bagian kepala. Dengan cepat wanita itu membuka selimut yang menutupi tubuhnya, dan saat itu pula ia melihat seorang pria sedang tidur di sampingnya.
Camilla segera beranjak dari ranjang, ia menatap kaca pada meja rias dan memejamkan mata sesaat. Lagi-lagi tak bisa mengendalikan diri, lagi-lagi ia mengotori tubuhnya sendiri.
“Nona, apa Anda baik-baik saja?” tanya suara dari luar ruangan.
“Bella, aku masih hidup dan berhentilah terus mengetuk!” tegas Camilla. Ia begitu kesal, dan tangan kanan ayahnya tersebut terus dan terus mengacaukan harinya.
Rasa sesal karena memilih kamar itu sebagai tempat ia tertidur seketika muncul, seharusnya ia masuk ke kamarnya dan Bella tak akan bisa mengganggunya.
Camilla memutuskan untuk ke kamar mandi, ia ingin membersihkan tubuhnya dan bersiap untuk pulang ke mansion keluarga. Wanita itu membuka pintu dan segera menutupnya, ia menuju ke bawah shower dan segera menghidupkan aliran air itu.
Air yang dingin benar-benar membuat Camilla merasa tenang, ia menutup mata dan menikmati tiap tetesan yang membasahi tubuhnya. Rambut panjangnya yang hitam sudah sangat basah, mata Camilla perlahan terbuka dan saat itu pula ia merasakan seseorang memeluknya dari belakang.
“Kau bangun terlalu pagi,” ujar seorang pria.
Camilla bungkam, ia membiarkan pria itu memeluknya erat dan mencium bagian bahunya. Mata Camilla kembali terpejam, tangan pria itu meremas payudaranya dan ia tak bisa menolak sentuhan itu.
“Camilla, aku menginginkanmu lagi.” Pria itu menjilat leher bagian belakang Camilla, jemari tangannya memainkan p****g p******a Camilla pelan dan teratur.
“Zinan, aku harus segera kembali.” Camilla menggigit bibirnya, ia harus bertahan sekarang, ia harus segera pulang dan mengabaikan ajakan Zinan yang begitu menarik baginya.
“Hanya sebentar, aku mohon.” Zinan membalikkan tubuh Camilla hingga berhadapan dengannya, pria itu segera melumat bibir wanita itu dan menahan tengkuk Camilla.
Camilla tak kuasa untuk melawan, ia benar-benar kembali tenggelam dalam permainan Zinan dan membalas lumatan bibir pria itu. Tangan Camilla memeluk tubuh Zinan erat, ia menengadahkan kepada demi menyeimbangkan lumatan hangat pria tampan itu.
Guyuran air membuat keduanya benar-benar larut, mereka saling melumat dan melupakan waktu. Camilla merasakan kejantanan Zinan kembali mengeras, mengenai bagian perutnya dan tangan Zinan tetap menahan tengkuknya.
Zinan melepas lumatannya, ia mengecup kening Camilla dan segera menyerang bagian leher wanitanya. Dijilatinya leher Camilla, tak lupa dengan tangan kirinya yang kini menuju bagian kewanitaan Camilla.
“Zin-nan ... ah, jangan permainkan aku!” tegas Camilla saat Zinan terus menjilat bagian lehernya. Camilla memeluk erat tubuh Zinan, ia menggigit bibirnya kala jemari Zinan membelai kewanitaannya lembut.
“Camilla, bisakah kau jangan pergi hari ini?” tanya Zinan dengan suara serak.
Camilla membuka matanya pelan. “Ayah menungguku. Ah ... cepat selesaikan permainan ini!”
Zinan tak bisa berbuat apa-apa, ia sangat tahu jika wanita itu sangat patuh pada ucapan Tuan Alistair. Sebagai seorang pria sewaan ia hanya bisa bertahan dengan hubungan mereka, ia mengerti jika Camilla tak kuasa untuk memberontak.
Zinan yang sudah bosan dengan bagian leher Camilla segera menyerang bagian p******a, pria itu melumat p****g p******a Camilla dan tangannya bergerak pelan guna membuka belahan kewanitaan wanita itu.
“Akh ... Zinan, kau mempermainkanku lagi!” tegas Camilla. Wanita itu bergerak gelisah, jemari Zinan kini mempermainkan k******s miliknya dan satu jari pria itu masuk ke dalam liang surganya. Camilla menarik napasnya pelan, mengatur detak jantung yang terus dan terus menggebu.
Zinan menyeringai dibalik lumatannya pada p******a Camilla, pria itu meremas b****g Camilla dan memasukkan dua jari ke dalam liang nikmat wanitanya. Ia memaju mundurkan jarinya, memainkannya dalam tempo yang cepat.
“Ah, yah!” Camilla mengalungkan kedua lengannya pada leher Zinan, ia memeluk erat tubuh Zinan yang kekar dan begitu nyaman untuk berlindung.
Zinan menghentikan ulahnya, ia segera mengubah posisi Camilla untuk membelakanginya. Pria itu mengatur posisi Camilla sedikit menungging, lalu kedua tangan Camilla bertumpu pada dinding kamar mandi.
Camilla hanya bisa pasrah, ia hanya bisa menerima sekarang. Wanita itu memejam pelan, dengan bibir yang sedikit terbuka kala Zinan memasukinya dari arah belakang. Pria itu memegang bagian pinggulnya, sedangkan pinggul pria itu bergerak guna memompa kejantanannya dalam liang nikmat Camilla.
“Camilla, sssst ... kau benar-benar membuatku gila!” Zinan bergerak pelan, ia berusaha menikmati tiap gesekan dan juga pijatan kewanitaan Camilla. Pria itu menampar bagian b****g Camilla pelan, ia kemudian bergerak agak kasar dan mengentakkan kejantanannya begitu dalam.
“Ah, Zinan ... lebih cepat!” pinta Camilla. Wanita itu merasakan sensasi yang luar biasa berbeda saat Zinan menampar bagian bokongnya pelan. Camilla melirik ke belakang, ia melihat Zinan yang membalas tatapan dengan seringaian.
Zinan tak mengindahkan permintaan Camilla, ia bergerak pelan dan membiarkan wanita itu bergerak guna mencari kepuasan.
“Zin-nan ... jangan main-main,” ujar Camilla di sela gerakkannya. Ia tak bisa bermain sekarang, ia harus segera pulang atau ayahnya akan datang dan menyeretnya secara paksa.
“Memohonlah, Camilla.”
“Zinan ... aku mohon,” ujar Camilla lagi.
Zinan segera mempercepat gerakkannya, ia memeluk Camilla dari belakang dan meremas p******a Camilla.
“Ah ... ah ... Zin- aaah ... yah!” desah Camilla saat Zinan tanpa ampun memasukinya. Wanita itu menahan napasnya, ia memejamkan mata dan menggigit bibirnya.
“Camilla,” bisik Zinan.
“Y-ya ... Zinan,” sahut Camilla pelan.