Bab 3

1412 Kata
Aku sedikit lega, karena sebentar lagi akan pergi dari rumah neraka itu. Aku harus mulai belajar sendiri, dan aku tidak akan mengecewakan Pak Affan. "Aku harus bisa! Pasti bisa! Mamah, papah, dulu waktu Kinan akan ikut Olimpiade matematika tingkat Nasional saat SMP, Kinan di dampingi mamah dan papah. Sekarang Kinan akan ikut lagi mah, pah. Maafkan Kinan, hidup Kinan benar-benar hancur mah, pah, setelah ikut paman," gumamku dalam hati. Aku memejamkan mataku, tak terasa buliran air mata dari sudut mataku. Kinan adalah panggilanku saat aku masih berada di kota kelahiranku. Setelah SMA dan ikut paman, aku merubah nama panggilanku menjadi Dewi, itu semua karena teman-temannya yang tidak mau memanggilku dengan sebutan Kinan, mereka lebih suka memanggilnya dengan sebutan Dewi. Nama depanku. Seusai jam kosong selesai, aku segera kembali ke kelas, karena ini adalah jam pelajaran Fisika. Pelajaran yang Aku tunggu-tunggu akhirnya datang juga. Aku masuk ke dalam kelas dan duduk di samping Alleta. Kubuka LKS dan buku tugasku serta buku catatanku. Aku mulai membaca rangkuman materi yang mungkin akan di ajarkan Bu Anita siang ini. Bu Anita adalah guru Fisika yang sangat menyayangiku, karena aku siswa paling pandai di kelas. Katanya sih seperti itu. Bu Anita memasuki kelas 3 IPA 1, dan dia mulai membuka mata pelajarannya. Aku fokus mengikuti pelajaran Fisika. Bu Anita memeriksa tugas harian milik semua siswa. Saat memeriksa buku tugasku, senyuman mengembang dari wajah Bu Anita dengan menatapku, beliau sangat puas dengan jawaban yang sempurna dari ku. "Dewi, maju ke depan sebentar," panggil Bu Anita dari meja guru yang berada di depan kelas. Aku beranjak dari tempat duduk, dan berjalan menuju ke depan, ke arah Bu Anita. "Iya Bu , ada apa?" tanya ku sambil duduk di depan Bu Anita. "Bulan depan ada olimpiade Fisika, kamu mau ikut?" tanya Bu Anita. "Jika memang menurut ibu saya memiliki kemampuan untuk mengikuti, saya ikut," ucapku dengan tegas pada Bu Anita "Baiklah, persiapakan dirimu, ibu akan mendaftarkan nya, mulai minggu depan kamu sudah mulai bimbingan dengan ibu, masalah tempat, sesuai keinginan mu saja," tutur Bu Anita. "Baik bu, nanti di perpustakaan saja bimbingannya," jawabku, dengan meminta perpustakaan tempat untuk bimbingan nanti. "Baiklah, silakan kembali ke tempat duduk mu," ujar Bu Anita. Demi apa, aku sangat bahagia, aku benar-benar akan terlepas dari neraka j*****m yang menyiksaku setiap waktu. Perkataan menyakitkan dari bibinya, dan perlakuan yang tidak senonoh yang di lakukan pamannya membuatku frustasi menjalani hidup ini. Aku mengembangkan senyumku saat sudah terduduk di bangku kesayanganku. Alleta yang ada di sebelahku, dia kepo dengan apa yang Bu Anita bicarakan tadi, yang membuat aku tersenyum bahagia. "Bahagia banget Loe beb," ucap Alleta. "Iya, gue bahagia, satu per satu masalahku akan hilang. Gue akan mengikuti olimpiade Fisika bulan depan, dan olimpiade matematika di awal semester depan," ucapku pada Alleta. "Yah…gue kira loe dapet apa, loe bahagia sekali," ucap nya sambil membolak-balikan buku catatannya. "Alleta, gue mau bicara nanti setelah pulang sekolah di kantin, sama Rosa juga, ini penting," ucapku dengan berbisik di telinga Alleta "Oke, nanti pulang sekolah kita ke kantin," ucpanya. Kami kembali mengikuti pelajaran hingga selesai. Sedari tadi Bu Anota selalu memujiku di dalam kelas, katanya aku benar-benar siswa yang sangat cerdas. Aku kembali mengingat mendiang kedua orang tuaku, yang dengan gigih mendorong niatku untuk menjadi orang pintar. "Mah, pah, Dewi merindukan kalian. Dewi janji setelah lulus sekolah, Dewi akan kembali ke kota Dewi. Dan, satu lagi, Dewi akan mengambil hak Dewi yang di sita oleh paman dan bibi. Itu semua hak Dewi, Mah, Pah," gumamku sambil memejamkan matanya. Bel panjang berbunyi, semua siswa berhamburan untuk segera pulang. Ada yang langsung pulang ke rumahnya, ada juga yang nongkrong dulu di jalan atau di warung dekat sekolahan. Aku mengajak dua sahabatku pergi ke kantin, ada hal yang harus aku bicarakan pada mereka. "Leta, Oca, gue ingin bicara sebentar di kantin, bisa?" tanyaku pada mereka sambil mengemasi buku. "Oke," jawab mereka. "Sekalian gue mau traktir tuh Indro, kalau gak, bisa berabe besok kalau gue telat lagi," ucap Alleta "Lama-lama si Indro jatuh cinta sama loe, kalau loe terus-terusan traktir dia karena telat," sahut Rosa yang masih sibuk dengan Andre kekasihnya. "Ah…biarin aja, gede tuh kayaknya punya Indro, hahaha," tutur Alleta sambil tertawa lebar. "Gila loe Let…! Mau sama Indro? Parah loe, Let!" tukas Rosa. "Kalian bahas apa, sih? udah yuk ke kantin, Ndre loe gak usah ikut dulu, ya, ini masalah wanita," ucapku, sambil mengajak Leta dan Oca keluar kelas menuju kantin. "Iya deh iya, gue nunggu di sini sama tuh si Raka," ucap Andre sambil menunjuk ke arah Raka yang sedang bermain gitar. Aku, Alleta dan Rosa berjalan menuju kantin. Aku ingin membicarakan soal semalam, saol paman yang seperti itu perlakuannya terhadapku. Aku juga ingin tinggal sementara di kost-kostan Alleta atau rumah Rosa. "Oca, please gue ikut di kost-kostan loe, yah," pintaku dengan memohon pada Rosa "Boleh, tapi jangan kaget dengan kost-kostan gue, soalnya campur dengan laki-laki," ucap Rosa "Huh!" Aku membuang napasku dengan kasar. "Dew, lagiyan nikmatin aja, Dew, apa yang paman loe lakuin, enak itu Dew, buat pengalaman," canda Letta dengan senyuman yang terurai dari bibirnya. "Itu mah lu, Letta, gue takut Let, Ca. Semakin hari semakin macam-macam paman gue," ucapku dengan menundukan kepala, dan meneteskan air mata "Dew, gue tau, apa yang kamu rasain, gini saja, gue cariin kamu kost ya, aku yang bayar deh,"ucap Alleta. "Let, gue gak mau merepotkan kalian. Sebenarnya gue ingin meminta bantuan kalian juga, tapi ini sulit sekali, dan tidak tahu,akan berhasil atau tidak," ucapku pada mereka "Batuan apa lagi itu?" tanya Rosa. "Jadi gini, Ca. Sertifikat rumah gue ada pada paman, mereka berhasil mengambil itu dari gue, untung saja aset perusahaan papah berada di tangan sahabat papah, tapi gue juga belum menemukan sahabat papah itu," jelas ku. "Maksud loe, kita suruh bantu loe mengambil sertifikat rumah loe yang di ambil paman dan bibi loe?" tanya Alleta. "Iya Let, tapi gue tidak tau, di mana mereka menyimpannya. Gue denger-denger kemarin saat meraka berbincang, akan mencari siapa sahabat papah yang sedang menghandle perusahaan papah, dan mereka akan menjual semua villa dan rumah milik papah, memang gila harta mereka," ucapku dengan sedikit kesal. "Gila, ada orang seperti mereka, lalu gue harus gimana, Dew?" tanya Alleta. "Gue gak tau, Let. Nanti malam gue akan berusaha dulu sendiri, setelah sudah gue dapatkan, gue akan kabur dari rumah paman dan membawa pergi sertifikat rumah gue," ucapku "Loe hati-hati, Dew. Pasti loe bisa melalui ini semua,"ucap Rosa "Iya, gue pasti bisa," jawabku Kami memesan es teh dan makanan ringan yang ada di kantin. Alleta dari tadi menunggu Si satpam Indro yang belum kelihatan juga batang hidungnya. "Niat mau di traktir kagak tuh si Indro jelek, gue udah gak betah pengen pulang," ucap Alleta. "Pulang aja yuk, gue mau jalan sama Andre," ajak Rosa. "Loe mau jalan ke mana?" tanyaku pada Rosa. "Halah, paling mereka mau cari tempat, Dew," sahut Alleta. "Jiaaah…asal nebak, tapi benar, seratus buat kamu, Let. Ayo ah, pulang," ajak Rosa. "Si Indro gimana nih urusannya?" tanya Alleta. "Ya sudah, tinggal titipin uanganya, sama Bi Noni, nanti sekalian pulang loe suruh Indro ke kantin, gampang, kan?" ujarku. "Boleh juga ide, loe. Emang otak cerdas pasti ngasih solusi yang tepat," ucap Alleta padaku Alleta membayar semua pesanannya pada Bi Noni, sekalian membayar bakso dan minuman untuk si satpam Indro. Kami keluar dari kantin dan kembali ke kelas memanggil Andre Terlihat Andre sedang bernyanyi bersama Raka "Ndre, pulang, yuk,"ajak Rosa. "Oke," seru Andre. "Ka, gue tinggal dulu," pamit Andre. "Yups, hati-hati, loe mau mainan sama Rosa, kan? Hati-hati, bro. Pakai pengaman, awas nanti dia Halim,"ucap Raka sambil bercanda "Halim, Halim, tuh Halim guru kewarganegaraan loe, yang suka ngajarin pasal-pasal," ucap Andre sambil meninggalkan Raka. "Dasar bocah tengik, mainan mulu, loe. Giliran ceweknya tekdung pusing nanti," ucap Raka sambil memetik gitarnya. Aku hanya menggeleng-gelengkan kepala saja melihat kelakuan mereka saat sedang bercanda. Memang, sih, Rosa dan Andre sering melakukan hubungan suami istri, entah itu di rumah Andre saat sepi, atau di kos-kosan Rosa. "Loe ngomong gitu sama Andre, loe sendiri juga ngelakuin, kan?" tanya Alleta pada Raka. "Eits…sori bebeb, gue kayak begini tampangnya gak pernah tuh otak atik cewek, luar gue kek gini, beb. Minum iya, merokok, hura-hura, tawuran, clubing, tapi otak atik cewek, maaf bukan levelku," ucap Raka. "Iya, deh iya, percaya. Loe gak pulang, Ka?" tanya Alleta pada Raka. "Gue lagi mau nyiptain lagu, untuk pujaan hati gue, untuk Dewi Kunanti. Ehh maksud gue, Dewi Kinathi," ucapnya sambil menyunggingkan senyumannya pada ku. Mataku terbelaklak medengar kata-kata Raka yang ngawur itu. Mamang dia selalu seperti itu. Merayuku, memintaku menjadi pacarnya. Tapi, aku selalu menolak. Ya, dia baik, tapi hati ini masih tetap tidak berubah pada satu nama, yaitu Kevin. "Halah, kayak bisa aja, loe. Ayo Let, pulang, biar dia berhalusinasi di sini, awas tuh di pojokan ada sosok berambut panjang, dia suka sama orang yang suka berhalusinasi." Aku menakut-nakuti Raka. Namun, Raka tak menggubrisnya dan masih saja berada di dalam kelas sampai Leta dan aku keluar kelas.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN