Dhafa berjalan menuju danau belakang mansion. Sebuah danau tempatnya menyendiri dan menemui sahabatnya.
"Dhafa!"
Dhafa yang baru menginjakkan kaki pada tepian danau. Disambut oleh teriakan suara perempuan dan kalau orang-orang mendengar suara tersebut akan lari ketakutan.
Dhafa menoleh ke samping. Ia tersenyum melihat Melody sahabatnya berada tak jauh darinya. Ya... Melody Cahaya Rembulan. Sahabat Papa-nya yang sudah lama meninggal dunia. Tidak ada yang tau kalau Dhafa bisa melihat sebuah makhluk tidak kasat mata.
Dhafa berjalan menuju tempat Melody berdiri tanpa memijakkan kakinya ke atas tanah.
"Hai," Dhafa menyapa sahabatnya itu.
Melody tersenyum melihat Dhafa yang menemuinya pada tengah malam ini. "Kamu sudah balik dari Maldives?" Melody bertanya dan terbang ke sana ke sini.
Dhafa mengangguk. "Sudah," jawab Dhafa singkat, sembari mengambil batu kerikil dan melemparkannya ke dalam danau.
Hanya pada Melody, ia menceritakan segala perasaan resah dirinya. Dan juga kandasnya hubungan dirinya dengan gadis yang amat dicintainya.
"Kau tampak kembali murung," Melody berdiri di samping Dhafa. Memerhatikan wajah murung dari anak sahabatnya yang sekarang menjadi sahabatnya.
Ntah bagaimana? Melody bisa bersahabat dengan Dhafa. Walau pertama kali Dhafa melihat dirinya sewaktu sebelas tahun yang lalu. Dhafa berlari ketakutan saat melihat dirinya berdiri di hadapan Dhafa secara tiba-tiba.
Namun sekarang. Dhafa terlihat sebagai sahabat yang rapuh bagi Melody. Dhafa kehilangan cinta pandangan pertamanya sebelum memulai berjuang sedikitpun. Mereka berdua hanya menjalin kisah kasih sekejap waktu dan sang kekasih Dhafa hilang bak ditelan oleh bumi.
"Kau masih memikirkannya? Sudah sebelas tahun Dhafa! Tak seharusnya kau memikirkan gadis itu lagi." Melody berucap penuh penegasan. Agar Dhafa bangkit dari rasa bersalah dan terpuruknya.
Semuanya salah Dhafa!
Salah Dhafa!
Membiarkan gadis sebaik itu menderita!
Dhafa selalu menekankan kata-kata tersebut dalam dirinya. Tak pernah mencoba melupakan apalagi bangkit dari sebuah rasa bersalah, putus asa, dan kenangan manis saat bersama orang dicintai.
"Tidak bisa Mel! Aku mencintainya. Sampai kapanpun aku tetap mencintainya!!!" Dhafa berterik frustrasi.
Ia tertawa miris, seakan takdir selalu menertawakan dirinya dan memberikan sebuah lelucon-lelucon tak berharga bagi hidupnya. Seharusnya! Seharusnya! Sekarang ia sudah memiliki anak dengan gadis yang dicintai olehnya.
Gadis yang mampu mengetarkan hati dab jiwanya. Gadis yang mampu membuatnya tertawa setiap saat. Gadis yang mampu mengalihkan dunianya.
Sekarang? Ia bagaikan pria dewasa tidak tau arah dan tujuan. Walau ia sering tertawa dan memberikan lelucon pada orang-orang luaran sana termasuk keluarganya. Tidak ada yang tau sifatnya itu menutupi rasa bersalah dan kesepian dari kehilangan gadisnya.
"Sierra pasti akan kembali." Melody menyemangati sahabatnya ini.
Sierra Xalendrov gadis keturunan Ukraina-Inggris. Mampu mencuri separuh dari hati seorang Dhafa Alsa Angkasa. Sierra menghilang saat Dhafa akan memberikan kado ulang tahun untuk Sierra yang kelima belas tahun. Namun sebuah berita menyakitkan baginya saat mengetahui Sierra pergi dan tidak tau kemana.
Dhafa sudah mencari Sierra ke tempat biasa gadis itu datangi. Namun tidak.juga ketemu. Apakah kesalahannya begitu fatal. Sehingga Sierra tidak mau melihatnya dan bersama denga dirinya lagi.
"Aku tidak berharap lebih," Dhafa tersenyum miris. Ia tidak berharap lebih yang bisa menghancurkan dirinya lebih dalam lagi. Sebuah perasaan kehancuran sudah membawanya sebagai lelaki berengsek meniduri perempuan secara bergantian setiap malamnya. Hanya malam ini Dhafa tidak pergi keluar bersama kembaranya, ia lebih memilih di rumah dan mengunjungi Melody.
"Berharap tidaklah salah. Coba saja kau cari lagi Sierra." Melody memberikan saran pada sahabatnya ini.
Dhafa menggeleng. "Tidak. Dia tidak mau menemuiku untuk apa dicari lagi?" Dhafa tertawa menyedihkan. Siapa pun yang melihat sosok Dhafa sekarang tidak akan menyangka pria yang biasanya humoris, suka bercanda, dan sering tertawa juga tersenyum. Terlihat mrnyedihkan seperti ini.
"Semuanya belum dicoba. Aku yakin—kalau Sierra pergi ada sebuah alasan."
"Tidak Mel. Dia sudah pergi berarti tidak mau bersama denganku lagi," Dhafa mencoba tersenyum. Ia akan mencoba mengikhlaskan tapi tidak akan bisa melupakan dan merasa terpuruk.
"Sampai kapan?! Sampai kapan kamu mau berpikiran negatif kayak gini! Aku sudah memperingati dirimu Dhafa! Sekarang cari Sierra atau kau memiliki takdi lebih sulit daripada bersama dengan Sierra kembali." Melody menatap Dhafa penuh harap. Melody bisa melihat kalau akan ada takdir yang akan kembali menghancurkan sahabatnya ini.
Dhaf memandang ke arah Melody penuh tanda tanya. Baru sekali ini Melody berucap seperti ini. Apa maksud daru ucapan Melody?
"Maksudmu?" Dhafa menatap wajah pucat sahabatnya. Tidak ada rasa takut lagi saat menatap Melody yang merupakan sebuah hantu kalau orang-orang bilang.
"Kau akan memiliki takdir rumit. Dan takdir akan mempermainkan dirimu dengan sebuah lelucuan," Melody menjawab dan mulai hilang oleh kabut malam. Meninggalkan seribu tanda tanya di benak Dhafa.
"Melody! Mel! Melody! Mel!" Dhafa memanggil Melody dan mengelilingi danau yang luasnya cukup luas ini. Sebuah danau buatan yang dibuat khusus oleh kedua Ayah-nya sebagai hadiah ulang tahun pada Moma-nya.
Sudah hampir tiga puluh menit Dhafa mencari dan memanggil Melody. Tapi Melody tak mau muncul lagi di hadapannya seakan ikut hilang dalam kegelapan malam.
Dhafa tertawa miris. Takdir mempermainkan dirinya lagi? Mempermainkan seperti apa lagi?! Tidakkah sudah cukup selama ini?
Dhafa menjatuhkan tubuhnya ke atas tanah dan memukulnya dengan keras. Tidak peduli tangannya akan terasa sakit. Hatinya lebih lebih sakit.
Hatinya hancur oleh permainan sebuah takdir. Ia hanya melakukan kesalahan satu kali. Namun ia menanggungnya selama sebelas tahun.
Tidak adil!
Dunia memang tidak adil padanya. Ia memang anak dari orang kaya. Namun dirinya hanya manusia biasa memerlukan sebuah cinta dari lawan jenis. Memerlukan hatinya terbentuk dan berwarna.
Semenjak kepergian dari Sierra. Ia mati rasa. Wlau ia sangat pintar menutupinya tetap saja ia akan menangis dan menjerit meminta semuanya kembali seperti sebelas tahun yang lalu. Seperti dirinya berjumpa pertama kali dengan Sierra.
Sierra! Sierra! Sierra!
Nama gadis yang sangat berhasil merubah dunianya. Merubahnya menjadi pria berengsek, pembunuh, dan yang lainnya. Sofat buruk darinya berhasil Dhafa sembunyikan dengan perangai baik-baik di hadapan keluarganya dan publik. Kecuali di hadapan Dhafin.
Dhafin serupa dengan dirinya. Tapi Dhafa tidak tau sebab Dhafin sama dengannya dalam hal-hal buruk. Seakan mereka berdua memiliki sebuah rahasia tersembunyi atas diri mereka berdua.
"Sierra, kau menghukumku melebihi sebuah takdir mengejek ku. Seakan dirimu tidak mau memaafkan diriku yang penuh dosa ini." Dhafa berucap lirih. Ia menghapus air matanya dan menatap wajahnya pada danau yang jernih.
Ia tersenyum, tertawa, dan sesekali akan menangis. Persis seperti orang gangguan jiwa. Bukan persis lagi memang benar. Tidak akan mungkin orang waras akan membunuh seperti dirinya.
Ia adalah psikopat. Psikopat gila senang melihat musuhnya merengang nyawa di hadapannya. Bukan dirinya saja yang psikopat. Dhafi juga! Dhafin sama dengan dirinya merasa senang melihat orang yang dibunuh meminta ampun.
"Hahaha... aku adalah seorang pri gila! Gila karena hanya satu perempuan. Dan aku akan tambah gila bila takdir mempermainkan hidupku lagi!" Dhafa tersenyum licik. Ia haus akan darah setelah membayangkan takdir lucu itu membawanya kesengsaraan kembali.
Dhafa mencari sebuah binatang yang bisa dibunuh olehnya. Tidak akan mungkin ia membunuh manusia sekarang. Disaat dirinya ingin mrnghabisi semua orang.
Semua orang! Kecuali keluarganya tentunya.
Psikopat, gila, berengsek, b******n, dan julukan lainnya pantas diterima oleh Dhafa.
Sebuah penderitaan bisa merubah semuanya.
Sebuah perasaan bersalah bisa merubah semuanya.
Sebuah perasaan hampa bisa merubau semuanya.
Kepribadian baik-baik seorang Dhafa sudah hilang sebelas tahun yang lalu. Seorang pria remaja yang dahulunya dimabuk cinta berubah menjadi pria gila hingga sampai berumur dua puluh enam sekarang.