Seakan sedang dihadapkan dalam hukuman Neraka. Ia dihukum dengan sanksi yang sama berkali - kali, hingga Kesalahannya habis. Entah kapan akan habis.
Garlanda kembali terhempaskan dalam tubuh orang lain. Kali ini ia berada dalam tubuh orang yang bernama Hun.
Hun yang berbeda dengan sebelumnya.
***
"Master, apa saat Baby lahir nanti rasanya sangat sakit?"
"Iya, akan sangat sakit. Tapi setelah Baby keluar, Hun akan merasa bahagia. Seketika rasa sakitnya pasti hilang."
"Benarkah? Apa proses keluarnya Baby akan lama?"
"Tergantung. Kalau Baby tidak nakal, pasti tidak akan terlalu lama."
Mendengar jawaban Loy, Hun segera mengerucutkan bibirnya. Dia mengelus perutnya dengan kedua tangan.
"Kenapa cemberut?" tanya Loy.
"Hun takut kalau rasanya akan sangat sakit. Hun takut sakit."
"Hmh ... tidak apa - apa kalau Hun tidak mau melahirkan Baby dengan normal. Bisa dengan operasi."
"Operasi?"
"Ya ... proses pengeluaran bayi akan dilakukan dengan pembedahan. Jadi akan dibuat sebuah sayatan di perut Hun. Tentu saja untuk mengeluarkan Baby."
Mimik Hun berubah horor. "Perut Hun akan disayat dengan pisau?"
"Ya .... Tapi tentu tidak akan sakit. Karena akan diberi anestesi. Anestesi itu adalah cairan pemati rasa."
Hun mengangguk mengerti.
"Kemarin Hun lihat di televisi, ada Ibu yang melahirkan anaknya dengan sangat kesakitan. Hun takut kalau nanti Hun juga begitu. Tapi Hun akan lebih takut kalau perut Hun disayat. Itu lebih mengerikan. Lebih baik Hun kesakitan untuk Baby."
Loy meraih rambut Hun lalu mengacaknya pelan. "Good kid!"
Loy mengecup pucuk kepala Hun.
***
Hari masih terlalu pagi, Hun terbangun. Tapi dia tak melihat Loy di sampingnya. Hun merasa semakin sebal. Karena sebenarnya dia tadi terbangun karena sebuah rasa yang tak nyaman di perutnya.
"Master!" seru Hun.
Tapi tak ada jawaban. Hun bisa menduga bahwa masternya itu pasti sudah ada di lab sekarang. Kebiasaan!
Hun duduk terdiam di ujung ranjang besar itu. Tangannya bertengger setia di atas perut bulatnya. Dia segera teringat pesan Loy.
"Kalau Hun merasa perut Hun kencang dan agak sakit, Hun harus mulai jalan - jalan."
"Jalan - jalan? Ke Mall?"
Loy terkekeh sembari menggeleng. "Bukan jalan - jalan yang seperti itu. Jalan di sekitar rumah saja. Jangan terlalu jauh. Tapi harus sering."
"Memangnya kenapa, Master?"
"Karena itu tandanya, Baby akan segera lahir. Agar Baby cepat keluar, sehingga Hun takkan terlalu lama kesakitan."
"Oh ...."
Hun mengernyit saat perut bagian bawahnya mengencang lagi. Rasanya sangat sakit. Tapi ia juga senang karena akhirnya Baby akan keluar.
Sungguh ia cepat - cepat ingin melihat makhluk bernama bayi itu. Hun belum pernah melihat makhluk yang sangat kecil itu secara langsung. Sejauh ini dia hanya bisa melihat lewat TV atau internet.
Pasti Baby Hun akan sangat lucu. Akhirnya Hun akan segera melihat rupa Baby yang sudah 9 bulan lebih ada di dalam kandungannya.
Hun mulai beranjak. Satu tangannya menyangga di pinggang dan satu lagi membantunya meraba tembok untuk berjalan.
Ia ingin berjalan - jalan. Sesuai dengan anjuran Loy. Dan destinasi Hun sekarang adalah menuju lab. Untuk memberi tahu masternya bahwa dia merasa akan segera melahirkan.
***
Mereka ada di taman. Entah bagaimana ceritanya Hun dan Loy bisa berada di sini. Tadi pagi, mereka hanya berencana jalan - jalan di sekitar rumah.
Tapi mereka malah keasikan dan sampai sini. Saat Hun merasa perutnya mengencang, mereka istirahat dulu di salah satu bangku taman. Orang - orang yang lalu lalang menatap mereka dengan tersenyum. Karena mereka berdua terlihat seperti pasangan yang imut.
Loy yang tampan dan tinggi, duduk bersanding dengan Hun yang cantik dan sedang hamil tua. Sesekali Loy mengelus perut Hun. Untuk membantu mengurangi rasa sakitnya. Mereka benar - benar terlihat sempurna sebagai pasangan.
"Hun, aku harus melihat bukaan kamu. Ayo kita pulang."
"Sebentar, Master. Perutku masih terasa kencang. Sangat sakit."
"Ini sudah sejak 10 menit yang lalu. Ini istirahat terlama kamu. Aku takut bukaanmu sudah banyak. Nanti ketubanmu pecah di sini."
"Sebentar, Master." Peluh Hun mengalir dari seluruh pori - pori tubuhnya.
Ia juga mencengkeram bangku taman yang didudukinya. Tubuh Hun tersandar di bangku taman, sehingga ukuran perutnya yang sedari tadi tersamarkan oleh sweater terlihat jelas.
"Kalau kau tidak kuat, aku gendong saja, ya?"
"Jangan Master, aku berat."
"Kau ini bagaimana sih, Hun? Sudah, ikuti saja perintahku."
Tanpa menunggu jawaban Hun, Loy segera menggendongnya. Tidak bisa dipungkiri bahwa Loy merasa khawatir. Dia takut sesuatu terjadi pada bayinya. Lebih takut lagi kalau sesuatu yang buruk menimpa Hun.
Sampai di rumah, Loy segera meletakkan Hun di ranjang. Tanpa ragu, ia melepas celana Hun. Kemudian Loy menekuk kedua kaki Hun dan memberi jarak yang lumayan lebar di antaranya.
Kini Loy bisa dengan jelas melihat segala organ buatannya. Loy menuju kamar mandi untuk mensterilkan tangannya, Kemudian segera memasukkan jari - jarinya
"Bukaan enam, Hun. Pantas saja kau sudah kesakitan begini. Sabar dulu ya, masih kurang empat senti lagi."
"Ya, Masterh ...," jawab Hun di sela rasa sakitnya.
Loy dengan sabar menunggu di samping Hun. Dihapusnya keringat Hun yang membanjiri wajahnya. Sekali lagi, Loy mengecup kening Hun untuk memberinya kekuatan.
***
"Hun ...." Sam dan Ken yang baru datang segera berhambur ke dalam kamar itu.
Sam duduk lesehan di bawah dan Ken naik ke atas. Mereka sama - sama sedang menggenggam tangan Hun.
Hun hanya tersenyum tipis melihat kedatangan kedua sahabatnya itu bersama kekasih mereka masing - masing.
Hun akan meraka tidak sopan bila tidak mengacuhkan mereka. Meskipun sekarang dia sudah merasa sangat kesakitan. Dia merasa akan mati.
Rasa sakit itu tak hanya menyerang perutnya. Tapi sudah menjalar ke pinggang dan paha. Kadang terasa panas dan perih. Apa lagi saat perutnya mengencang.
Hun hanya bisa mendesis karena dia sudah tak ada tenaga untuk mengeluh atau berteriak. Disimpannya tenaganya untuk mendorong nanti kalau bukaannya sudah lengkap.
Sejak bukaan ke - 7 tadi, bukaannya tak bertambah lagi. Padahal ini sudah sore. Hun sudah bertahan dalam masa labor sejak tadi pagi.
"Loy, coba periksa lagi. Kasihan Hun!" seru Mir yang sudah datang sebelum Sam dan Ken. Ia juga membawa kekasihnya.
"Kau sudah bisa mencoba mendorong, Hun. Ayo!" seru Loy.
Hun mulai mendorong pelan. Tubuhnya tertekuk setiap dia mencoba mendorong bayinya.
"Hosh hosh hosh ...." Tubuh Hun terhentak keras kembali ke ranjang.
"Good! Lakukan lagi!" seru Loy.
"Erghhhh ...."
Hari sudah gelap. Bukaan Hun sudah sempurna, sialnya bayi Hun sepertinya agak nakal. Saat Hun mendorong, kepala bayi itu menyembul sedikit di lubang, tapi saat Hun berhenti, dia juga kembali lagi ke dalam. Tidak mau berusaha keluar sama sekali.
Hun menangis karena bayi itu tak kunjung keluar. Ia sudah lelah. Dan tentu rasa sakit itu tak berkurang sama sekali. Justru semakin menyiksanya. Hun tak pernah menyangka bahwa rasanya akan sesakit ini.
"Masterhh ... Hun sakit ... Hiks ...," adunya pada Loy.
Loy segera menatapnya miris. Bukan hanya Loy. Tapi juga semua orang yang ada di situ. Siapa yang tega melihat makhluk seimut Hun kesakitan seperti itu. Ia terlihat tak berdaya.
"Mir, kau tolong gantikan aku. Aku akan bersama, Hun!" ucap Loy.
"Iya ...."
Loy segera beranjak. Ia segera mengangkat bagian atas tubuh Hun, lalu dia duduk si ranjang dan membiarkan Hun bersandar padanya. Mir bersiap untuk memberi Hun aba - aba.
"Hun ... ayo lagi ...."
"Eeerggghhhh ... hiks ... sakit ...."
"Ayo Hun, saat Baby keluar, Hun pasti akan sangat senang. Makanya sekarang Hun harus berusaha, ya. Jangan menyerah!" ucap Mir.
Meski pun ia sendiri tak tega melihat Hun seperti itu. Ia merasa bersalah karena ia adalah salah satu yang mendukung pembuatan Hun dulu.
Setiap Hun mengejan, Mir ikut memasukkan satu jarinya ke dalam lubang Hun. Ia melakukan gerakan memutar di sekitar dinding lubang agar kepala bayi itu cepat keluar.
Mir juga menekan bagian luar lubang saat kepala itu lagi - lagi menyembul.
Satu dorongan lagi, dan akhirnya kepala bayi itu berhasil keluar.
Napas Hun sudah tak beraturan. Ia sudah sangat lelah. Tapi ia juga senang akhirnya anak itu sudah keluar kepalanya. Tangan Hun meraba - raba ke bawah.
Ia ingin menyentuk anaknya. Mir dengan sabar menuntun tangan Hun agar menyentuh bagian yang benar. Hun tersenyum saat dia berhasil meraba benda bulat dan basah juga hangat. Itu kepala anaknya. Sepertinya rambutnya lebat sekali.
"Ini cermin!" Nim menyodorkan sebuah cermin.
Mir segera meletakkan di sana. Agar Hun bisa melihat bayinya sekarang. Senyuman Hun semakin lebar saat melihat anaknya masih tergantung di liang lahir. Tentu bukan hanya Hun yang merasa senang, semuanya juga begitu.
"Good Job, Hun. Kau hebat!" puji Loy.
"Kalau kau sudah merasa tak terlalu lelah, kau boleh lanjut mendorong, Hun!"
"Iya, akan kulakukan sekarang ...."
Saat kontraksi datang lagi, Hun segera mendorong sekuat tenaganya. Mir membantu dengan menarik bayi itu. Dan hanya dengan satu dorongan, Bayi itu berhasil keluar.
Ini tepat dan 9 malam. Bayi itu laki - laki.
Mir segera meletakkan bayi itu di d**a Hun. Hun menangis seraya memeluk bayi itu. Seraya menyaksikan momen bahagia itu, Mir dengan pelan memotong pusar yang menghubungkan Hun dengan bayinya. Terlihat Loy yang tanpa henti mengecup Hun.
"Ya Tuhan ... ini sungguh keajaiban."
"Kita berhasil sampai di sini. Kita tunggu sampai tiga bulan lagi. Kalau fisik Hun kembali seperti semula, berarti percobaan ini berhasil," celetuk Mir heboh. Ya,.. dia memang sudah tak sabar menanti datangnya momongan dari Ken.
Ken menempeleng kepala Mir. Ken mengerti bahwa Mir sangat senang. Tapi sepertinya kata-kata itu kurang pantas bila diucapkan sekarang.
***