Kelas itu sedang heboh-hebohnya di tengah jam kosong. Hanya ada satu dua siswa yang mengerjakan tugas yang diberikan oleh Pak Irwan. Sementara yang lain hanya menunggu untuk menyalin jawaban mereka. Cara menunggunya bukan dengan duduk diam, tapi dengan urakan berhamburan ke mana-mana, dengan suara teriakan yang memekakan telinga.
Sampai sudah ada beberapa guru yang sengaja datang untuk menegur mereka supaya berhenti ribut, dan fokus mengerjakan tugas dari Pak Irwan saja. Tapi seperti biasa lah. Kelas itu memang dihuni oleh kumpulan manusia-manusia berjiwa bebas, dimana diam dan fokus belajar bukan lah passion mereka.
Ada salah satu siswi yang diam, namun bukan karena fokus mengerjakan tugas. Melainkan ia tengah melamun memikirkan seseorang.
Ia melamun terus, sampai tak sadar jika saat ini tengah ada dua orang siswa yang sedang mengendap-endap menghampirinya dari belakang.
Fariz meletakkan telunjuknya di depan hidung dan mulut, sebagai kode pada Iput supaya sebisa mungkin jangan membuat suara mencurigakan. Iput hanya mengangguk, berusaha menuruti kemauan Fariz. Meskipun sebenarnya itu tidak akan berpengaruh, karena suara mereka pasti akan terendam oleh gaduhnya suasana kelas.
Semakin dekat jarak mereka dengan Ayla yang masih fokus melamun. Fariz memberikan kode pada Iput sekali lagi. Mereka kemudian berhitung bersama dengan menggunakan jari. Dan ....
"Dor!" Mereka bersama-sama mengejutkan Ayla dari arah belakang.
Ayla pun hampir terjungkal saking kagetnya. Secara refleks, Fariz dan Iput langsung tertawa terpingkal-pingkal, merasa bahwa usaha mereka untuk menjaili Ayla sudah berhasil.
Ekspektasi Fariz dan Iput, sih, mereka kemudian akan diomeli secara ekstrem oleh Ayla. Tapi ternyata yang terjadi melenceng dari dugaan mereka.
Yang membuat keduanya seketika kehilangan kata-kata.
Padahal biasanya Ayla langsung ngomel-ngomel setiap kali dikerjai. Tapi kenapa sekarang malah ....
Gadis itu terdiam dalam posisi berlutut di lantai. Kepalanya menunduk dalam. Mulai tercipta isakan-isakan kecil. Ayla mulai menangis tak terkendali. Ia bahkan tak menoleh sama sekali. Hanya pasrah diperlakukan demikian. Toh ia sudah tahu juga siapa pelaku yang sudah mengejutkannya.
Ayla merasa begitu tersakiti. Terlalu lemas untuk sekedar menegur apa lagi memarahi mereka. Ia sedang sangat tertekan oleh kerinduan dan kekhawatiran mendalam. Ia butuh seseorang untuk bercerita, untuk berkeluh kesah. Tapi yang ia dapat justru terus menerus dikerjai oleh Fariz dan Iput.
Hati Ayla rasanya sangat sakit. Sehingga ia hanya bisa menangis.
Dan seketika, kini Fariz dan Iput lah yang diselimuti oleh penyesalan mendalam. Mereka sama sekali tak menyangka ini akan terjadi. Pikir mereka reaksi Ayla akan sama seperti biasanya kan.
"Riz ... si Ayla kok malah nangis, sih?" Iput kebingungan.
"Ya mana gue tahu. Biasanya juga dia ngomel-ngomel, terus ketawa-ketawa."
"Terus gimana dong, ini?"
Fariz pun berpikir keras. Kira-kira apa yang harus mereka lakukan untuk menghentikan tangisan Ayla?
Fariz pun akhirnya berinisiatif untuk ikut berlutut di sebelah Ayla. Diikuti oleh Iput di belakang mereka.
"La ... lo kok malah nangis, sih? Jangan nangis dong." Fariz berusaha mengajak bicara Ayla. "Oke, oke. Mungkin gue sama Iput bercandanya keterlaluan. Sorry, deh. Tapi lo jangan nangis dong."
"Iya, La." Iput menambahkan. "Padahal tadi niat kami tuh baik lho. Kami mau hibur lo. Karena lo ngelamun terus dari tadi. Lo sebenarnya ngelamunin apaan sih?"
Ayla belum memberi respons apa pun. Hanya masih menunduk dan menangis. Fariz dan Iput bisa melihat tetes-tetes air mata Ayla menjatuhi lantai.
Membuat dua remaja laki-laki itu saling berpandang kembali. Sama-sama masih bingung bagaimana harus menenangkan Ayla.
"Udah dong, La. Kan kami udah minta maaf. Sumpah. Kami nyesel. Kami janji nggak bakal jailin lo lagi deh." Fariz bahkan sampai membuat janji seperti itu saking bingungnya.
Syukur lah, ternyata Ayla mau memberi respons setelahnya. "Kalian tuh, kenapa nggak ada rasa empati sama sekali ke orang lain, sih? Mau hibur? Nggak gitu kali caranya!" Ayla akhirnya memarahi mereka. "Kalian pikir enak apa di posisi gue? Udah cinta gue bertepuk sebelah tangan, kalian bahas terus masalah itu setiap hari, berkali-kali bilang ke gue kalau Jodi udah punya Mbak Titi. Iya, iya. Gue tahu, gue paham. Gue cukup tahu diri. Gue bisa tahan masalah itu. Tapi gue enggak tahan sama sekali saat gue harus tahan rasa khawatir gue.
"Perasaan gue nggak enak banget. Gue ngerasa sesuatu yang buruk udah menimpa Jodi. Tapi saat gue bilang masalah itu ke kalian ... yang katanya adalah sahabatnya, respons kalian malah cuek banget. Harusnya kalian lebih peka sama dia. Sahabat kalian udah satu minggu nggak masuk karena sakit. Sakit selama satu minggu itu udah nggak wajar. Pasti ada yang terjadi sama dia. Gue lagi sedih mikirin itu. Tapi kalian malah tega-teganya jailin gue terus. Tega banget kalian!"
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Fariz dan Iput hanya diam ketika diomeli habis-habisan oleh Ayla. Biasanya mereka akan cengengesan, dan berada dalam gara terdepan untuk mementahkan ucapan Ayla.
"K-kami kan udah minta maaf, La. Ya udah deh, lo bilang aja. Sekarang mau lo apa? Ayo coba bilang. Kali ini gue sama Ipit janji deh. Kami bakal dengerin lo. Dan ngelakuin apa yang lo mau."
Ayla masih terisak ketika mendengar ucapan Fariz itu. Tapi ia sudah agak tenang. Dan sudah mendapat harapan darinya. "Beneran?" Ayla coba memastikan terlebih dahulu. Tak ingin ketika ia sudah mengatakan apa maunya, tapi Fariz dan Iput malah kambuh sifat jailnya.
"Iya, La. Astaga. Nggak percayaan banget, sih!" Fariz tampak terluka.
"Iya, La. Kami janji. Sebagai wujud dari rasa bersalah kami, gue sama Fariz bakal turutin kemauan lo. Toh ini demi kebaikan Jodi juga. Nggak ada salahnya kita pastikan keadaannya. Kita paksa Jodi ke rumah sakit, biar langsung ditangani oleh ahlinya." Iput pun turut mengikrarkan janji, dan juga mengatakan iming-iming, yang seketika mengembalikan kekuatan Ayla.
Aula yang tadinya lunglai dan lemas, kini sudah mendapat tenaganya kembali. Ia menghapus air matanya terlebih dahulu sebelum berdiri. Dan ia kembali duduk di bang ku nya yang tadi.
"Oke, kalau gitu nanti sepulang sekolah kita langsung aja ke rumah Jodi lagi, untuk melakukan apa yang Iput katakan itu tadi. Gue juga pastinya berharap Jodi nggak kenapa-kenapa. Yang jelas di rumah sakit Jodi pasti akan segera menemukan obat yang tepat. Sehingga dia nggak perlu ngerasain sakit lebih kama lagi."
Fariz dan Iput saling berpandang kembali. Heran dengan sikap Ayla yang menurut mereka terlalu berlebihan. Tapi mereka menurut saja, dari pada Ayla menangis lagi.
Yang Fariz dan Iput yakini, sebenarnya Ayla itu hanya terlalu rindu Pada Jodi. Makanya dia ingin datang ke Rumah Jodi lagi. Tapi tidak berani kalau sendirian. Dan Fariz dan Iput lah yang ditumbalkan untuk mengantarkannya ke sana.