The Coming

1011 Kata
Arimba menyentuh dagunya yang lebar dengan jari-jarinya yang juga tebal dan gempal. Tampak sekali ia sedang berpikir keras. Namun pada akhirnya raut wajahnya perlahan melembut. Mungkin sekali setuju dengan ucapan sang adik. Melihat respon sang kakang yang terlihat cukup positif tersebut, seperti mendapatkan sinyal persetujuan, Brajamusti memutuskan melanjutkan ucapannya dan meneruskan maksudnya. Ia mendadak memandang Brajadenta, "Kau berhenti dulu dengan p*****r-pelacurmu!" katanya dengan tanpa emosi yang berlebihan. Brajadenta sontak berdiri "b*****t kau Brajamusti. Aku tak mengerti maksudmu. Main asal tuduh saja kau!" tolaknya dengan penuh amarah dan kekesalan. Bentuk protesnya ini juga cukup mengejutkan yang hadir di tempat itu selain tuduhan tiba-tiba Brajamusti. "Kau paham benar yang kumaksud, bukan? Itu sebabnya kau bangkit berdiri dan mencoba berdalih. Dari mana kau tahu apa maksudku padahal aku cuma mengatakan kata 'p*****r'? Bisnis prostitusimu memalukan keluarga ini!" balas Brajamusti, masih juga dengan emosi yang tak terlalu berlebihan apalagi menggebu-gebu. "b******n kau!" Brajadenta membuang kursinya dan mendorong d**a Brajamusti, adiknya, dengan keras. Brajamusti termundur sedikit ke belakang tanpa terlihat tanda-tanda gentar. Namun sebelum perkelahian dan adu jotos terlanjur terjadi, bentakan Arimba menghentikan Brajadenta untuk bertindak lebih jauh. "Berhenti kau Brajadenta. Duduk! Ambil kursimu, atau kupecahkan kepalamu dengan tanganku sendiri." Brajadenta menahan amarahnya setengah mampus. Otot-otot menyembul dari lengannya, urat-urat leher tercetak di kulitnya dan darah serasa melaju cepat ke otaknya. Dengan sangat kesal Brajadenta terpaksa menuruti perintah Kakangnya yang memang sangat tegas itu. "Kau urus bisnismu itu nanti, walau akupun tak suka dengan gayamu yang sembrono itu. Apa yang ada di otakmu cuma lendir sampai tak becus mengurus tanggung jawab perusahaan yang aku berikan?” seru sang tertua kepada Brajadenta. "Kalian juga, Brajalamatan dan Brajawikalpa. Kalau kudengar kalian menjual bhanga di dalam pagar Pringgandani Corporation, akan kumasukkan pil-pil itu melalui lubang p****t kalian. Entah dimana otak itu kalian simpan. Bhanga masih dalam percobaan. Tujuan utamanya nanti adalah untuk menciptakan senjata bagi kita para buta, melawan orang-orang yang secara frontal ingin menundukkan dan menghancurkan Pringgandani Corporation, tapi malah kalian bocorkan dan jual pada orang-orang yang bukan bagian dari anggota buta. Kalian jual pada sampah yang kerjanya mabuk dan menggunakan bhanga sebagai alat unjuk keberanian, untuk menutupi jiwa pengecut mereka," lanjut Arimba. Mendengar ini bahkan Brajawikalpa yang santai dan mengesalkan itu pun mengubah cara duduknya dan menunduk sedalam-dalamnya. Ia merasa bahwa dirinya dan Brajalamatan memang tak benar-benar memikirkan konsekuensi tindakan mereka. Arimba sang kakak tertua ternyata memiliki semua pengetahuan yang diperlukan sebagai seorang ketua klan buta. Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka, sosok mungil Kalabendana dengan kepalanya yang besar muncul. Tapi ia tidak sendirian, ada kangmbok nya yang ikut di belakang. Arimbi menyembunyikan rambutnya di balik bandana. Ia mengenakan overall abu-abu dan sepatu boot kanvas. Penampilannya berkesan berwibawa meski ia adalah seorang perempuan dan tengah mengenakan dandanan samaran yang mengaburkan antara laki-laki atau perempuan. Arimba terkejut melihat adik perempuannya yang datang bersama adik bungsunya. Ia memang tidak memberitahukan rencana pertemuan ini padanya. Adik-adik Arimbi lain yang ada di ruangan ini juga sama terkejutnya. Mereka jelas tak mengharapkan kedatangan sang saudara perempuan mereka tersebut. "Adikku sayang, ada keperluan apa kau disini?" ujar Arimba menjadi begitu lembut sembari menghambur turun dari singgasananya untuk menyambut Arimbi dan kemudian memeluknya pelan. "Kenapa aku tidak boleh datang, Kakang? Apa karena aku perempuan? Bukannya aku masih merupakan salah satu pemilik sah perusahaan ini selain kalian? Bahkan kalau mau jujur, aku memiliki hak yang lebih besar dibanding kalian yang duduk disini. Aku hanya setingkat di bawah Kakang Arimba," kata Arimbi dengan ketus. Arimba yang tegas nan sangar itu terlihat sekali drastis perubahannya. Ia berubah menjadi lembut dalam kata-kata dan perilaku terhadap sang adik perempuannya. Ia kembali memeluk Arimbi, "Adikku, semua yang kau katakan benar adanya. Tidak ada yang menyangkalnya. Kau jelas memiliki kekuasaan dan hak yang lebih besar dari adik-adikmu itu. Hanya saja, kami sedang mengurusi hal-hal remeh dan kasar yang tidak perlu kau pedulikan. Itu sebabnya, kehadiranmu di sini tidak diperlukan sama sekali. Bukan karena kau tak penting, tapi sekali lagi, hanya hal remeh yang tidak ada artinya sama sekali." Para anggota keluarga yang ada di sana saling lirik dan berlagak tak enak. Mereka kikuk sekaligus kesal karena mengapa kakak kedua mereka bisa sampai datang dan terlibat percakapan rahasia ini. Di sisi lain, ada pula anggota keluarga yang tidak begitu heran apalagi risih bila Arimbi ikut unjuk pikiran, toh ia memiliki hak besar pula berada di tempat ini. Sebuah keluarga kelompok klan atau mafia menempatkan kekeluargaan atau ‘brotherhood’ di dalam kehidupan bisnis dan kekuasaan mereka. Ada sebuah alur yang begitu rumit, meski memiliki aturan yang jelas pula. Dengan menggunakan keluarga sebagai orang dekat yang dapat mereka percaya. Kelompok klan mafia seperti kelompok buta ini seperti diketahui, mengatur dan menguasai bisnis dari penjualan barang ilegal seperti narkoba, sampa bisnis yang melibatkan pemerintah, batara dan negara. Anggota-anggota mafia beraksi dan beroperasi diluar hukum dengan cara mengadali peraturan, bermain di belakang hukum, atau sama sekali melawannya. Namun bagaimanapun mereka selain ditakuti, juga dicintai lingkungan dan kota atau daerah yang mereka tinggali atau bangun. Tidak heran, keluarga buta yang membangun Pringgandani Corporation ‘memiliki’ kota kecil di sudut lain Wanamarta ini. Keluarga ini memberi makan banyak perut yang kelaparan dengan perusahaan-perusahaan besar dan pekerjaannya. Kerapkali untuk menjadi anggota kelompok mafia atau klan, orang harus menerima ritual rahasia, peraturan rumit dan ikatan loyalitas. Namun di Wanamarta, klan bisnis dan penguasa daerah dikuasai oleh keluarga dalam arti sebenarnya. Paling tidak, keluarga adalah para tokoh-tokoh utama, sedangkan ‘ras’ atau keompok orang yang memiliki latar belakng budaya dan daerah yang sama cenderung menjadi satu kesatuan. Begitu pula dengan keluarga klan buta pimpinan Arimba yang menguasai wilayah dengan perusahaan Pringgandani Corporationnya. Tetap ada cabang hubungan antar saudara ini yang saling bersinggungan, baik saling setuju, saling mendukung, atau diam-diam saling menyalahkan. Walau pada dasarnya, tidak ada yang menolak kepemimpinan Arimba dan tidak ada satupun yang berani apalagi melawan titah dan perintah sang kakang, tetap ada beberapa tidak menyetujui pola pemikirannya dalam beberapa hal, meski itu sampai sekarang tidak serta merta menjadikan adik-adik Arimba itu menjadi penentangnya. Namun, secara singkat, bila harus digambarkan dengan sebuah peta, beginilah bentuk dan format kekuasaan dan kepemimpinan dalam keluarga inti buta Pringgandani Corporation:
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN