Andin sudah sampai di depan pekarangan rumah Edo, kemudian dia bergegas turun dari dalam mobil.
"Edo! Edoardo Emmanuel! keluar kamu! jangan jadi laki-laki pengecut!" Andin berteriak seperti orang gila, setelah mengetahui perbuatan Edo pada kakaknya.
"Tunggu Nona, Tuan Edo sedang tidak bisa di ganggu."
"Benarkah? Tuanmu itu tidak bisa di ganggu?" tanya Andin dengan pandangan membunuh.
"Nona Andin silakan tunggu sebentar." Bodyguard itu berusaha menahan tangan Andin.
Edo yang mendengar keributan di luar, bergegas keluar untuk melihat keributan itu.
"Andin ... lepasin dia Mac. Beraninya kamu menyentuh calon istriku!" Sebuah pukulan mendarat di wajah laki-laki yang bernama Mac. Edo begitu marah jika ada yang menyentuh Andin.
Begitu tangan Andin terlepas dari genggaman Mac, Andin berlari ke arah Edo.
Plakk!!!
Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Edo, Andin terlihat begitu marah. Edo yang menyadari situasi ini hanya diam dengan perasaan takut luar biasa, pria itu terlihat begitu rapuh, dia berharap semua akan baik baik saja.
"Kenapa? kenapa, harus kakakku! kenapa harus dia!" Andi tidak mampu lagi melanjutkan kata-katanya, hatinya begitu hancur mengetahui fakta yang terjadi antara Edo dan Kakaknya.
"Aku bersumpah, malam itu aku tidak sadar, hanya ada kamu di pikiranku, aku pikir itu kamu. Maafkan aku ..." Pria itu berusaha merengkuh gadisnya, tapi dengan cepatnya di tangkis oleh Andin.
"Maaf ... mudah sekali kamu mengucapkan maaf. Kamu pikir, dengan kata maaf kamu bisa mengembalikan Kakakku? bahkan calon anak nya yang belum sempat lahir ke dunia ini ikut pergi bersamanya!" Edo begitu terkejut Andin menyebut anak.
"Anak ...? apa itu berarti Imel hamil?" tanya Edo dengan raut wajah penuh penyesalan.
"Kenapa? kenapa, bukan kakakku yang kamu nikahi, setelah kamu mengambil sesuatu yang sangat dia jaga. Kamu malah mau menikahiku? laki-laki macam apa kamu ini, kamu tu egois!" Andin tampak begitu hancur, bagaimana mungkin laki-laki yang begitu dia cintai, menghianatinya bahkan menjadi penyebab kematian sang kakak.
"Aku tau, aku egois. Tapi percayalah, aku hanya mencintaimu, hanya kamu Andin! tidak pernah sedikitpun di benakku untuk menghianatimu." Edo terlihat begitu frustasi dengan kesalahannya yang tanpa ia sengaja dan membuat semuanya hancur.
"Cinta ...? " Andin tersenyum miring, senyum yang penuh arti sekaligus mampu membuat Edo tidak berdaya.
"Andin, Imel sudah pergi, aku berjanji akan menebus semua kesalahannku, aku tidak akan pernah menyia-nyiakan mu." Edo berusaha merengkuh Andin, berharap gadis itu bisa memaafkan nya.
"Menjauh dariku!! jangan pernah perlihatkan wajahmu di depanku atau aku akan tiada!" Andin berlari ke arah mobilnya sembari melempar cincin yang Edo berikan ke arahnya.
"Andin!!!!" Edo berteriak Frustasi , dia begitu mengenal gadisnya, setiap ancaman yang dia ucapkan bukan main-main, sungguh dia tidak menyangka karena pengaruh minuman keras membuatnya hancur, impian terbesarnya untuk menikahi gadis pujaannya hancur, impian yang selalu mereka impikan untuk selalu hidup bersama sampai maut memisahkan mereka telah kandas oleh kesalahan yang tidak sengaja ia buat.
***
Andin menghapus air matanya mengingat kejadian dua Tahun yang lalu, walau bagaimanapun dia tidak bisa memungkirinya, dia masih menyimpan cinta itu untuk Edo, dua tahun ... dua tahun sudah dia berusaha membuang rasa itu jauh-jauh, tapi hari ini, takdir berkata lain, tanpa sengaja dia dipertemukan kembali dengan masa lalunya, seseorang yang pernah begitu berarti dalam hidupnya, datang kembali dan memporak porandakan hatinya.
Di tempat lain, Frans sudah sampai di butik milik Lusi, dia berpikir hanya Lusi lah yan bisa memberitahukannya, ada hubungan apa sebenarnya antara Istrinya dan sahabatnya Edo.
"Wah tumben nih mau mampir ketempat gue, ada angin apa yang membawa loe sampai terdampar ke sini Frans?" Frans terkekeh mendengar pertanyaan Lusi.
"Loe bisa ngasih tau gue nggak? ada hubungan apa Andin sama Edoardo Emmanuel? " Lusi tampak terkejut mendapat pertanyaan seperti itu dari suami sepupunya, walau bagaimanapun kejadian dua tahun lalu merupakan pukulan terberat dalam keluarga besarnya.
"Gue akan ngasih tau semuanya, walau bagaimanapun loe suami Andin, loe berhak tau semuanya." Kemudian Lusi mengajak Frans untuk masuk ke dalam ruangannya, tidak mungkin dia membicarakan suatu yang begitu sensitif di depan semua orang, tambah lagi butiknya merupakan butik yang ramai pengunjung, bahkan banyak pasang mata yang merasa takjub dengan ketampanan Frans.
"Masuklah, Frans." Lusi mempersilahkan Frans untuk duduk di sofa yang berada di ruangannya.
"Jadi, gimana ceritanya Lus?" Setelah duduk, Frans langsung bertanya pada Lusi..
"Jadi, ceritanya gini Frans. Itu adalah sebuah kisah kelam keluarga kami, sekaligus pukulan terberat buat keluarga besar kami, bahkan sampai sekarang kami masih menanggung rasa sakit itu, akibat kepergian Imel Kakak Andin."
"Maksud lo, Imel Permana yang meninggal akibat serangan jantung? Imel yang sahabat kita waktu kuliah di Amrik kan?" Frans memotong kata-kata Lusi
"Ya, betul sekali. Tapi kematian Imel bukan karena serangan jantung, tapi karena dia sendiri mengakhiri hidupnya sendiri , dia over dosis dengan mengkonsumsi obat tidur, yang menyedihkan lagi, itu terjadi tepat di hari pernikahan Andin dan Edo."
"Menikah?" Frans mengeryitkan keningnya.
"Ya, tapi itu semua belum terjadi, disaat ijab kobul belum selesai, semua di gemparkan dengan jeritan tante Dewi yang histeris, karena mendapati Imel sudah terbujur kaku, dengan mulut berbusa, acara pernikahan di hentikan, dan di ganti dengan acara pemakaman Imel, kami semua sengaja menutupi kematian Imel yang disebabkan bunuh diri, karena semua itu merupakan aib keluarga yang harus kami jaga, karena kamu sekarang bagian dari keluarga kami tidak ada salahnya aku memberitahukan ini semua ke kamu."
"Terus apa hubungannya kematian Imel dengan pernikahan Andin dan Edo?" tanya Frans heran.
"Tentu itu sangat berkaitan Frans, setelah pemakaman kakaknya, diam-diam Andin menyelidiki sendiri penyebab kematian sang kakak, Andin berhasil menemukan diary kakaknya, ternyata dari diary itu Andin tahu apa penyebab dari kematian sang kakak, ternyata Imel hamil, kamu tau siapa ayah dari bayi itu?" Frans menggeleng. Lusi kembali melanjutkan kata-katanya. "Edo. Edolah yang sudah menghamili Imel."
"Apa!! bagaimana mungkin, selama ini 'kan Edo begitu mencintai kekasihnya yang kuliah di London?"
"Ya betul banget, itu semua juga terjadi di luar kemauan Edo, kamu inget kan waktu pesta perpisahan. Semua anak mabuk berat termasuk aku."
"Ya aku inget."
"Nah, waktu itulah semua terjadi antara Imel dan Edo, Imel membawa Edo yang sudah tidak sadar ke apartemennya, dan saat itu Edo pikir, yang bersamanya Andin, hingga mereka melakukan hubungan layaknya suami istri, mengetahui kenyataan itu, Andin memutuskan hubungannya dengan Edo, bahkan dia mengancam akan mengakhiri hidupnya jika melihat Edo masih menampakan diri di hadapannya, Edo tau benar Andin tidak pernah main main dengan ucapannya, demi keselamatan Andin, Edo memutuskan untuk kembali lagi ke Amerika, cinta mereka itu sangat kuat Frans. Aku yakin Edo akan berjuang mati-matian untuk mendapat kan kembali cinta Andin."
Ada rasa sakit di hati Frans mendengar kalimat terakhir Lusi.
"Tapi gue tidak akan membiarkan itu semua terjadi Lus, gue sekarang suami Andin, gue juga akan mempertahankan istri gue sampai titik darah yang terakhir, gue tidak peduli meskipun lawan gue Edo."
"Gue pasti mendukung loe Frans, gue yakin Andin adalah jodoh lo. Eh, tunggu! ngomong-ngomong gimana dengan kekasih tercinta loe itu?" ledek Lusi.
"w************n itu tidak pantas gue perjuangkan, kemarin gue memergokinya sedang berbuat m***m dengan Nico di apartemennya, tanpa aku sadari aku mulai mencintai Andin."
"Apa!! gila banget si Nisa itu, sampai sahabat loe dia embat."
"Gue gak peduli lagi dengan perempuan itu, gue bersyukur nyokap gue maksa gue buat nikahi Andin, sekarang aku paham, kenapa Edo begitu mencintai Andin."
"Ngomong-ngomong, darimana loe tau antara Edo dan Andin pernah punya hubungan?"
"Karena tadi tanpa sengaja Andin bertemu Edo di kantor gue, dan kamu tau apa yang terjadi? dia begitu hancur!" ucap Frans dengan raut wajah sedih.