Prologue
Yue POV
Aku berjalan lurus ke depan, menikmati pemandangan indah arsitektur bangunan berumur ratusan tahun yang berjejer rapi di pusat kota Paris, sedikit dari sisa-sisa bangunan bersejarah lainnya.
Tak salah aku memilih kota ini sebagai tujuan akhir dalam hidupku. Kota yang memiliki begitu banyak karya seni luar biasa. Tempat di mana impianku akan tercapai suatu saat nanti.
Setelah berjalan selama beberapa jam sambil membawa sebuah ransel besar di punggungku, aku berhenti sejenak untuk beristirahat. Duduk di bangku taman pusat sebuah area perbelanjaan.
Aku keluarkan sebuah kanvas kecil, palet, kuas, cat minyak, tinner dan pisau palet. Juga sebuah papan kecil bertuliskan beberapa kalimat yang menawarkan jasa melukis potret orang-orang bersedia membayar.
Aku seorang seniman jalanan, seorang yang hidup dari bekerja paruh waktu dan melukis. Berkeliling dunia dan mencari pengalaman sebanyak-banyaknya hingga suatu saat nanti lukisanku akan dihargai dan dipamerkan di galeri ternama.
Aku tak kaya, aku bahkan tak punya keluarga. Aku hanya seorang yatim piatu yang hidup mengejar impianku. Kesuksesan dan kekayaan, dengan begitu aku akan bisa menunjukkan bahwa aku bukanlah seorang pecundang pada orang-orang yang selama ini memandang rendah diriku.
Tak butuh waktu lama, seorang pelanggan datang. Gadis kecil yang sangat cantik dengan gaun putih polosnya. “Lin mau dilucis, berapa harganya, Kakak?” ia bertanya dengan suara yang amat imut, sambil digandeng oleh seorang wanita muda berambut pirang yang tak kalah cantik.
Kakak beradik yang sangat beruntung, cantik dan juga kaya. Sekali melihat penampilan mereka saja, aku sudah bisa menakar harga satu set pakaian yang mereka kenakan.
“20 Euro, Nona Kecil,” jawabku, mengangkat kepalaku menatapnya, setelah selesai mempersiapkan cat di atas palet.
“MOMMY!! LIN KANGEN!!” Aku terkejut, tiba-tiba saja ia menjerit heboh. Naik ke atas pangkuanku, memelukku erat sambil terus mengoceh hal-hal yang tak aku pahami.
“Pokoknya Mommy halus pulang cama Lin! Daddy Pen juga kangen cama Mommy lho.” Seseorang, adakah yang bisa memberiku penjelasan? Apa yang salah dengan anak ini?
“Kalau tidak jadi dilukis, silakan pergi, Nona. Aku harus bekerja untuk mencari uang, tak punya waktu bermain denganmu,” tolakku, mengangkat tubuh kecil itu dan mendudukannya ke kursi sebelah.
Bukannya aku orang yang tak memiliki hati, masalahnya aku tak pandai berurusan dengan anak-anak. Lagi pula aku butuh uang untuk makan, uangku sudah habis untuk membeli tiket pesawat ke sini.
Anak itu tak pergi, dia malah dengan nakalnya merayap naik ke atas pundakku seperti seekor kucing liar.
“Tidak mau!! Lin bakal kacih Mommy uang, tapi Mommy halus ikut Lin pulang! Main cama Lin, cayang-cayangan cama Daddy Pen,” pekiknya egois.
Aku tergiur tentu saja, hanya dengan bermain bersama anak ini, aku dibayar. Pekerjaan mudah, tapi masalahnya adalah dia hanya anak kecil. Sekaya apa pun orang tuanya, tetap saja dia tak akan bisa membayarku.
Jadi sekali lagi aku menurunkan tubuhnya, menolaknya dengan tegas. “Bayar di muka atau tidak sama sekali, Nona Kecil, 100 Euro per jam,” tegasku.
Dia tersenyum lebar, berlari memeluk kaki wanita muda yang bersama dengannya, menganggu kakaknya yang asik menawar beberapa hiasan dinding yang dijual tak jauh dari tempat dudukku.
“Bunda Pela, minta uang dong.” Ah, ternyata itu ibunya.
“Berapa Feyrin? Sudah selesai dilukisnya, mana bunda lihat lukisannya?”
“Lin tak jadi dilukis! Uangnya untuk beli Mommy buat Daddy Pen, Lin nemu uke unyu lho Bun....”
Aku berani bertaruh, wanita itu tak akan mau membayar untuk hal yang tak jelas seperti itu. Uke unyu? Apa itu? Sungguh kalimat yang membingungkan.
Namun, ternyata orang kaya itu banyak yang aneh, wanita muda itu malah menghampiri aku sambil menatap berbinar-binar. Tangannya memegang daguku seenaknya, mengerakkan mukaku tanpa permisi. Berlanjut dengan menarik tanganku hingga berdiri dan mulai mengitari tubuhku.
“Sentuh aku sekali lagi, bayar 15 Euro!” ketusku, menepis jarinya yang seenaknya mencolek pipiku sementara anaknya malah asik memeluk kakiku erat-erat.
Membuat aku teringat akan kejadian beberapa bulan lalu, saat aku masih berada di Boston. Seorang gadis kecil dengan dandanan ala lolita memelukku seenaknya dan memanggilku ‘mommy’. Yang berbeda hanyalah gadis itu mengenakan gaun hitam bersama dengan seorang pria pirang, bukannya mengenakan gaun putih dengan seorang wanita pirang.
Eh? Tunggu dulu! Aku ingat sekarang. Gadis kecil ini sama dengan gadis kecil waktu itu, tingkah nakal dengan wajah malaikat itu sama. Bagaimana mungkin aku baru menyadarinya sekarang?
“Oke!” jawab wanita itu, memberiku 50 Euro.
Refleks aku langsung lupa akan semua hal tak penting itu, tanganku pun langsung mengambil uang itu, “Silakan sentuh aku sepuasnya, Nona Besar,” mulutku langsung tunduk tanpa perlu meminta izin dari otakku lagi.
Dia membayar lebih dari tarifku, maka itu artinya aku bisa mendapatkan lebih kalau bersikap jinak.
“Aduh, Feyrin pintar deh cari istri buat seme denial sesat itu. Unyu banget,” komentarnya sambil meremas pantatku, ini pelecehan! Aku harus menagih bayaran lebih!
“Iya dong Bun, pantatnya juga montokkan, kecukaan Daddy Pen lho.” Ini anak juga kenapa? Bisa-bisanya menyebutkan kata ‘p****t’ dan ‘montok’ dengan ekspresi wajah yang amat polos.
Benar-benar ibu dan anak yang tak bermoral, untung saja mereka membayarku. Kalau tidak aku sudah lari dari tadi.
“Jadi...” ucapnya penuh penekanan, memeluk lenganku manja.
“Kamu mau dibayar berapa untuk menjadi mommy-nya Feyrin?” Malah anaknya mulai merayap naik ke punggungku lagi. Herannya, bagaimana mungkin anak itu tak jatuh dengan perilaku seperti anak kucing liar itu?
“Tadi, Mommy bilang 100 Euro per jam! Bunda Pela bayar di muka untuk setahun ya.” Eh, dasar anak nakal.
Padahal aku berniat menaikkan harga, kenapa dia bisa mengingat dengan jelas kata-kataku tadi? Lagi pula, kenapa dengan gadis kecil ini? Kenapa dia selalu memanggilku ‘mommy’? bukankah ibunya ada di hadapanku saat ini?
Yah, terserah sih, asal menghasilkan uang apa pun tak masalah. Lebih baik aku menego lagi untuk mendapatkan lebih.
“5000 Euro per hari. Anakmu nakal, jadi tarifnya naik. Jadi pengasuh itu tak mudah, Nona Besar,” ucapku datar, berusaha menunjukkan kesan pengasuh profesional.
Walaupun pengalaman mengasuh anakku tak ada sama sekali, tapi siapa yang peduli? Asalkan kelihatan berpengalaman saja sudah cukup untuk mematok harga tinggi.
“Aku bayar tiga kali lipat. Syaratnya, kamu harus tinggal di tempat yang aku tentukan selama mengasuh Feyrin.” Syaratnya mudah dan menguntungkan ternyata.
Kenapa tidak? Tinggal gratis, dibayar mahal untuk menjaga anak nakal ini saja sih mudah. “Setuju, tapi bayar setengah di muka,” balasku, menyodorkan tangan.
Harus begitu kalau berbisnis dengan orang asing, jadi kalau ada apa-apa, aku bisa langsung melarikan diri dengan membawa uang yang cukup.
∞
Vance POV
Sekali lagi aku mengecek laporan yang Jimmy berikan, melemparkan kertas-kertas itu hingga berhamburan di lantai saat yakin aku tak salah lihat.
“b******n! Kirim orang untuk menghabisinya, Jimmy! Tak ada orang yang boleh hidup setelah mencuri paketku!” perintahku, kesal.
Jimmy seperti biasanya malas mendengarkan teriakanku, jadinya dia langsung pergi tanpa menjawab. Dasar asisten kurang ajar! Kalau bukan karena Jimmy itu hadiah dari Mommy, sudah kubunuh dia.
Aku pun mulai menghubungi beberapa orang, mengatur pengiriman paket baru sebagai ganti paket yang dicuri. Reputasiku tak boleh sampai jatuh di pasar gelap, apalagi paket kali ini pesanan teroris timur tengah.
“Daddy Pen!! Lin datang bawakan hadiah buat Daddy lho.”
Aku menoleh, mematikan ponselku saat mendengar suara penuh niat busuk Rin, anak si jalang.
“Apa? Kalau film bokep buatan ibumu aku tak mau. Buang saja!” Sama seperti ibunya, entah kenapa ia begitu senang memaksaku untuk menjadi gay.
Padahal aku sangat yakin telah mendidiknya dengan benar, tapi didikanku selalu mental dan kalah oleh didikan ibunya yang jalang itu.
“Huft. Bukan Daddy! Lin cama Bunda Pela belikan uke unyu buat Daddy Pen, bisa langsung dicoba loh! Hihihi...” Rin ngambek sedetik, kemudian tertawa mencurigakan.
Kujitak saja kepalanya, “Berhenti bicara aneh seperti itu Rin! Seorang lady, harus berbicara dengan anggun,” memberi nasihat yang baik. Pokoknya Rin harus tumbuh jadi seorang wanita terhormat yang mengerikan dan takuti.
“Daddy Pen bodoh!! Lin celius tahu! Mommy!! Cini dong!!” balasnya, menjerit heboh berlarian ke arah pintu.Tempat di mana suara si jalang terdengar amat riang, mengobrol entah apa dengan seseorang pria asing.
Dan begitu mereka muncul, aku langsung mendengus melihat seorang pria berwajah seperti wanita dan lebih pendek dari si jalang. Siapa lagi kalau bukan mahluk mengerikan yang ia sebut ‘uke unyu’. Pria kesekian puluh yang coba ia jodohkan denganku.
Aku bersedekap, menatap marah pada mereka. “Pergi dari rumahku!” Mengusir dengan kasar, sekalian kutendang saja pria itu.
PLAK!
Aku langsung digampar oleh si jalang, ditertawakan oleh kikikan bahagia anaknya, “Jadi seme itu harus bersikap baik tahu! Nanti uke unyu aku ketakutan, Vance b******n!” dimaki juga.
“Diam kau jalang! Bawa dia pergi! Dan kau, jika kau pikir bisa mendapatkan apa yang kau mau, maka kau salah!” aku balas tentu saja, menunjuk ke wajahnya, mengancam.
“Kau pikir aku peduli dengan ancamanmu?” balasnya, mencengkeram tanganku kasar dengan ekspresi wajah amat dingin. “Aku dibayar Nona Vella untuk mengasuh Feyrin dan syaratnya harus tinggal bersama denganmu untuk bayaran penuhku.” Ia bahkan mendorong tubuhku menjauh.
Lagi pula apa-apaan kedua perempuan licik itu? Mereka menonton sambil terkikik bahagia di sofaku! Dan lebih parah lagi, kenapa aku malah diam? Terpojok oleh sikap mengintimidasinya?
“Aku akan dapatkan apa yang kumau, dengan atau tidaknya izin darimu. Aku akan tinggal di sini,” sambungnya.
Lalu pergi begitu saja menghampiri si jalang. “Di mana kamarku? Kesepakatannya masih berlaku bukan, Nona Vella?”
“Kyaaa! Iya dong! Aku suka deh sama kamu. Pokoknya kita coba sebulan dulu, kalau hasil kerjamu bagus, akan aku tambah bayaranmu,” jerit si jalang.
Bertindak seenaknya di rumahku, memberikan kamar di sebelah kamar Rin untuk orang itu. Dan saat aku sadar, kedua mahluk licik itu sudah pulang ke rumah mereka, meninggalkan pria aneh itu bersama denganku.
“Kenapa kau masih di sini? Kau pengasuh Rin bukan, sana ikut mereka pulang,” ketusku kesal.
Dia tampak tak peduli, seenaknya membaca bukuku dengan santai di sofa. “Pekerjaanku cuma mengasuh Feyrin di rumahmu, jika dia pulang ke rumahnya sendiri maka aku dianggap bebas dari jam kerja. Itu kesepakatan kami, dan kau bukan bosku, perintahmu tak akan pernah kupatuhi.”
Tunggu dulu!? Apa-apaan orang ini! Apa-apaan juga dengan perjanjian bodoh itu. Aku harus tenang dulu, berpikir... aku harus mencaritahu dulu kesepakatan mereka sebelum mengambil tindakan.
Baiklah, sebaiknya aku ganti taktik.
“Jelaskan padaku semuanya, bagaimana kalian bisa bertemu, bagaimana kesepakatan mereka dan berapa bayaranmu. Apa tujuanmu?” tanyaku, menginterogasi.
Kuputuskan untuk duduk di sofa berlawanan arah darinya, menganalisis pola pikirnya terlebih dahulu.
“Kau harus membayar 50 Euro untuk tiap jawaban, 5 Euro untuk pajak dan tambahan 100 Euro bonus untuk mendapatkan jawaban yang jujur dariku,” balasnya.
Aku mengerjap, melotot tak percaya dengan apa yang kudengar. Bagaimana ia bisa memerasku seperti itu? Tak ada tak bisa kudapatkan! Dia akan kubuat buka mulut untukku.
“Bayar di muka,” sambungnya serius saat tatapan kami bertemu pandang.
Sialan! Ternyata kali ini si jalang membawa lawan yang tangguh! Tubuh kecil, wajah cantik dan suara lembutnya tak menjamin kalau ia lemah.
Sial, pria ini sungguh mengingatkanku pada Mommy Dean. Kecuali sifat tenang dan tatapan dinginnya, itu sifat khas Takuto.
“Sekarang Jawab,” perintahku, memberikan padanya 1000 Euro.
“Tentu saja, Tuan Vance, aku budakmu sekarang.” Yang benar saja? Nada bicaranya langsung berubah drastis!?
Dia bahkan dengan senang hati memberikan penjelasan detail padaku, termasuk siasat licik Rin bersama dengan ibunya.
Gotta! Aku temukan kelemahannya sekarang, juga niat busuk mereka.
“Kita ikuti permainan mereka, tapi ingat. Aku bosmu sekarang, ikuti skenarioku dan kita balas mereka. Paham, Tuan b***k?” sinisku, berhasil memutar balik permainan si jalang.
Kalau dia pikir dengan membawa pria ini ke rumahku bisa mengubah orientasi seksualku, maka ia salah. Akan kubuat jalang sialan itu kapok menjodoh-jodohkanku lagi.
“Tentu saja, Tuan Vance, tapi Tuan, mana bayaranku?” b******n, matre sekali pria ini.
Kulemparkan saja sekoper uang tunai, memberikannya sebuah surat kontrak. Sengaja agar ia tak mendadak melanggar perjanjian saat si jalang menawarkan bayaran lebih.
Jika mereka ingin berbisnis, maka akan kulayani. Tak ada yang boleh menentangku, termasuk ibu dan anak gila gay itu.
HAHAHAHAHAHAHA... aku memang jenius!
“Aku tidak setuju dengan isi kontrak ini, semua yang tertera di sini hanya menguntungkanmu saja.” Eh? Sial.
Pernyataannya menghancurkan kesenanganku begitu saja, ternyata orang ini cukup cerdik. Dia bahkan membaca tiap kata dalam kontrak itu dengan amat detail.
Apa boleh buat, “Oke, apa maumu? Kita bisa revisi isi perjanjian itu.”
“Aku tidak keberatan dengan ini, jadi budakmu selama setahun dan mengasuh Feyrin, tapi bagian melakukan apa pun yang kau perintahkan tanpa bantahan? Tidak. Aku ingin bayaran tambahan untuk perintah tambahan yang kuanggap tak masuk akal. Juga aku ingin uang lembur, jaminan kesehatan dan kalau kau seenaknya menyentuhku, kau harus membayar lebih.”
“ENAK SAJA! AKU ITU MEMBELIMU TAHU! b***k ITU HARUS PATUH PADA PERINTAH BOSNYA! LAGI PULA SIAPA YANG MAU MENYENTUHMU b******n!”
Tentu saja aku protes, pria ini terlalu serakah, memerasku seenaknya begitu. Jika dia pikir bisa mendapatkan apa yang dia mau, maka ia salah. Dia harus tahu, akulah yang berkuasa di sini.
“Baiklah. Jika demikian maka aku tak mau tanda tangan dan aku berhak jadi b***k ganda. Nona Vella pasti bersedia membayar lebih, tentunya kau tak mau kalah oleh mantan istrimu, bukan?” balasnya penuh percaya diri.
Aku tertegun, dia kuat. Sial.
“Baiklah. Kau menang. Aku perbaiki isi kontraknya, tapi asal kau tahu, si jalang itu bukan mantan istriku! Dia kakakku!” Terpaksa aku terima syaratnya saat ini, tapi lihat saja nanti. Dia akan tunduk padaku.
“Kalian incest!? Menjijikkan. Sekarang aku mengerti kenapa Nona Vella ingin kau jadi gay, ternyata agar kau tak melirik wanita lain selain dia. Lagi pula Feyrin itu sudah cukup besar walaupun kalian masih muda, aku benar-benar tak bisa membayangkan betapa bejatnya kau, memiliki anak dengan saudara sendiri di usia muda. Ckckckck... dasar orang kaya,” komentarnya seenaknya, malah menatapku dengan tatapan bersimpati.
“TUTUP MULUTMU b******n!! JANGAN SAMAKAN AKU DENGAN SI JALANG ITU! RIN ITU BUKAN ANAK KANDUNGKU DAN AKU TIDAK INCEST MAUPUN GAY!!”
Aku kesal, murka. Tapi sialnya, pria yang bahkan tak kuketahui namanya itu masih saja memberikan tatapan tak percaya. “Tenang saja, aku tak akan mempersalahkan keanehan kalian asalkan dibayar. Tak usah malu, Tuan.”
“AKU TAK MALU! b******n!” Kulemparkan saja meja ke arahnya.
Sialnya, dia bisa mengelak dengan mudah. Mengambil laptopku dan seenaknya mengubah isi kontrak yang sedang kuketik.
Untuk pertama kalinya dalam hidup, aku merasa begitu terhina oleh seorang manusia. Lihat saja kau, akan kucari kelemahanmu dan membalas semua penghinaan ini, aku tak akan lupa mulut kurang ajar itu. Tiga bulan yang lalu dan juga hari ini.
Eh, tapi kurasa aku belum tahu namanya. “Siapa namamu?” tanyaku refleks, aku perlu tahu nama orang untuk mengutuknya. Bukan berarti aku peduli padanya, camkan itu!
“Wang Yue. Salam kenal, Tuan Vance,” balasnya kalem, tersenyum.
Deg.
Senyuman mengerikan apa itu, kenapa dengan jantungku? Aku harus hati-hati agar tak terjebak dalam pesonanya. Sial! Kenapa dia harus secantik Mommy!!!