Bu Wita sangat bangga dengan pencapaian Kana. Kana sudah mendapatkan ijazah SMAnya dengan nilai yang sangat memuaskan. Lebih hebatnya lagi, Kana berhasil lulus dan diterima di sebuah universitas negeri di Jakarta Selatan dengan jalur beasiswa. Jadi Kana tidak perlu mengeluarkan uang banyak untuk biaya kuliahnya, dia hanya harus pandai mengatur keuangan untuk biaya kehidupan sehari-hari.
Sesuai cita-cita Kana yang ingin menjadi guru, Kana memilih jurusan pendidikan.
Bu Wita tidak lupa berpesan kepada Kana untuk tetap belajar dengan giat agar bisa menyelesaikan kuliahnya tepat waktu dan segera melamar menjadi guru di sekolah yang dia mau. Bu Wita juga tidak ingin Kana merasa segan memintanya uang saat Kana kekurangan. Namun Kana tidak ingin merepotkan. Bu Wita sudah terlalu baik bagi Kana. Kana masih mampu membiayai hidupnya sehari-hari di awal-awal kuliah, karena uang tabungan Kana yang lumayan banyak. Kana pun memilih menyewa kamar kos yang terjangkau yang berada di dalam gang sempit.
Hidup Kana juga semakin berwarna. Dia punya banyak teman kuliah. Bahkan ada yang serupa dengannya, gendut dan menyenangkan. Kana juga sudah punya pacar, Abi namanya. Dia bekerja di sebuah bengkel ternama di dekat kos Kana. Abi lulusan teknik mesin dari kampus di kota Bandung. Abi berparas manis dan bertubuh kurus. Kana sangat menyayangi Abi.
Sejak lulus dari SMA, Kana sudah memiliki beberapa akun sosial media. Maklum, Kana ingin menjelajah dunia lebih luas, dan menurutnya salah satu cara pengembangan diri adalah melalui media sosial. Kana mengenal Abi lewat sosial media. Janjian, lalu saling suka dan bertukar nomor kontak. Kana sudah pacaran dengan Abi kurang lebih dua bulan hingga sekarang.
Tapi hubungan kasih sayang Kana dengan Abi tidak begitu disukai teman Kana yang bernama Fina, yang juga bertubuh gendut seperti Kana. Tapi tubuh Fina lebih rendah dibanding Kana yang sangat tinggi.
"Kenapa murung? Dia minjam uang lagi?" tanya Fina dengan sinisnya.
Kana menelan ludah kelu saat matanya tertuju ke layar ponselnya.
"Berapa?"
"Dua ratus ribu."
"Sudah berapa total dia pinjem duit kamu?"
"Tiga juta."
"Dibalikin nggak duit kamu?"
"Separuhnya sih."
Kana hela napas panjang. Baru dua bulan pacaran, Abi sudah berani meminjam uang Kana.
Fina mencebikkan bibirnya. "Udah aku bilang. Dia nggak tulus. Cuma seneng karena kamu banyak duit."
"Tapi aku sayang ma dia."
"Sampe kapan ... kamu aja sering murung kalo dia mulai minjam duit lagi. Yang tegas, Kana. Emang sih dua atau tiga juta tuh nggak seberapa. Tapi yang bikin jengkel tuh dia minjam terus-terusan. Belum lagi kalo dia minta duit rokok. Paling sebel deh kalo dia rayu kamu minta duit rokok. Beh, kata-kata rayuannyaaaa."
Kana hela napasnya lagi. Kali ini sangat panjang. Entahlah, dia memang sangat menyayangi Abi, terlepas Abi yang sering meminta meminjamkannya uang. Mungkin Kana terlalu bahagia karena ternyata ada seorang laki-laki manis menyatakan menyukai dirinya dan mencintainya, meskipun dirinya berbadan gemuk. Abi memang pandai merayu Kana dengan mengatakan bahwa dia menerima Kana apa adanya.
Tiba-tiba ponsel Kana berbunyi panjang.
"Abi?" tanya Fina.
Kana mengangguk.
"Iya, Bi ... oh ... mau ke sini?"
Fina gelisah. Dia siap-siap beranjak dari duduknya.
"Ya. Nggak papa. Ada kok uangnya ... tiga ratus? Tadi katanya dua ratus."
Fina meledek Kana sebal.
"Ya ... aku siapkan deh."
Fina raih toples berisi keripik kentang miliknya yang biasa dia bawa ke kamar kos Kana.
"Aku balik ya," decaknya.
Kana mengangguk. Fina menyewa kamar kos tepat di sebelah kamar Kana. Fina juga berkuliah di kampus yang sama dengan Kana, hanya beda jurusan. Fina mengambil jurusan psikologi.
Kana amati punggung Fina yang berlalu dari pintu kamarnya.
Tak lama kemudian, terdengar suara perempuan setengah baya memanggil Kana. Kana bergegas ke luar dan mendapati si pemilik suara yang sudah dikenalnya.
"Mas Abinya sudah nunggu di depan, Mbak Kana," ujar Bik Iyem, penjaga sekaligus petugas kebersihan kos. Kosan Kana adalah kos khusus perempuan dan tidak boleh ada tamu laki-laki yang masuk ke dalam kamar dan hanya diperbolehkan duduk di ruang depan khusus tamu.
Kana lalu ke luar dari kamar setelah mempersiapkan uang yang dibutuhkan Abi.
Seperti biasa, hati Kana pasti langsung luluh saat melihat senyum manis Abi.
Dia duduk di samping Abi dan langsung menyerahkan uang tiga lembar warna merah.
"Buat apa?" tanya Kana lembut.
Abi tersenyum dengan pandangan tertunduk, seperti memikirkan alasan meminjam.
"Arisan motor, Sayang. Minggu lalu aku nunggak. Sayang kalo aku berhenti tengah jalan. Tinggal dua kali lagi. Minggu depan aku kan gajian jadi nggak akan pake uang kamu."
"Ok. Nggak masalah kalo ada alasan. Tapi kan kamu sudah punya motor, kok beli lagi?"
"Murah soalnya."
"Bagus?"
Abi terkekeh. "Nanya motor bagus apa nggak kok ke tukang bengkel."
Kana tertawa malu.
"Aku akan jual motor yang lama dan akan aku ganti dengan motor arisan ini. Motornya lebih besar, jadi bisa bonceng kamu."
Kana tertawa malu, dia sampai menutup mulutnya saking malunya. Dia memang tidak pernah dibonceng Abi selama pacaran, karena motor Abi berukuran kecil. Kana tidak ingin mempermalukan Abi, juga dirinya sendiri. Jika saatnya berjalan berdua, Kana dan Abi selalu naik taksi ke mana-mana. Dan lagi-lagi Kana yang membayarinya.
"Ok?"
Kana mengangguk.
"Langsung pulang?" tanya Kana. Dia sedikit lemas saat melihat reaksi Abi yang siap-siap berdiri dari duduknya.
"Ya. Aku kan mau bayar cepat. Udah ditungguin soalnya."
"Lama kita nggak jalan bareng."
"Maklum, Sayang. Kita kan sama-sama sibuk. Kamu sibuk kuliah, aku sibuk kerja."
Kana hela napas kecewa. Terlalu cepat berduaan dengan Abi di awal malam ini.
Abi yang sudah menggenggam uang pinjaman dari Kana, meraih tangan Kana agar Kana juga ikut berdiri dari duduknya.
Abi lalu mengecup punggung tangan Kana.
"Terima kasih, Sayang," ucapnya.
Kana mengangguk lemah.
Abi lalu menarik Kana menuju ke luar kos. Kana mengikutinya.
"Kamu naik mobil?" tanya Kana saat mengantar Abi ke luar dari area kos-kosan. Abi ternyata mengendarai sebuah mobil mewah saat mengunjungi kos Kana.
Abi mengangguk tersenyum. "Punya bos, Sayang."
"Oh...."
"Suatu saat aku bisa beli. Tenang aja. Asal kamu juga bantu."
Kana tersenyum senang.
"Mau naik?" tawar Abi tiba-tiba.
Kana mengangguk lagi.
Abi bukakan pintu bagian depan mobil untuk Kana. Kana dengan wajah berbinar memasuki mobil mewah tersebut. Abi langsung masuk mobil lewat pintu sopir.
"Wah. Mewah banget, Abi," decak Kana kagum saat melihat bagian interior mobil.
"Harganya jangan ditanya. Hampir satu M."
"Wow. Nggak kebelilah."
"Tapi kalo kita kerja keras, kenapa nggak?"
Kana menggeleng tidak yakin. Dia tidak mau bermimpi yang muluk-muluk.
Cukup lama Kana mengamati isi dalam mobil.
Beberapa saat kemudian, Abi menyalakan mesin mobil.
"Mau ikut jalan sebentar?" tawar Abi.
Kana menoleh ke arah Abi. Dia berpikir sejenak.
"Nggak usah, Abi. Kamu kan harus bayar arisan segera," tolaknya. Dia cukup senang karena Abi mengajaknya masuk ke dalam sebuah mobil mewah. "Makasih," ucap Kana kemudian.
Abi berdecak senang.
"Sayang," desah Abi tiba-tiba saat Kana hampir saja membuka pintu mobil.
Kana tersenyum menggeleng saat Abi menatap wajahnya dengan tatapan sendu. Abi ingin menciumnya.
Kana dekatkan wajahnya ke wajah Abi dan memejamkan matanya.
Namun beberapa saat kemudian, Kana membuka matanya karena Abi tidak kunjung memberinya ciuman.
"Nggak papa kalo kamu nggak mau," ucap Kana saat melihat raut wajah Abi yang berubah.
Abi lalu meraih tangan Kana dan mencium punggung tangan Kana dengan lembut.
Kana tersenyum hangat.
Lalu Kana pun turun dari mobil.
Tampak kaca mobil diturunkan Abi.
"Minggu ini kita jalan ke Setia Budi ya. Aku ajak kamu nonton," ajak Abi dengan wajah binarnya.
Kana mengangguk tersenyum.
Bersambung