Part 2 - Kematian Putra Mahkota

1992 Kata
"Seratus dua puluh ..." "Seratus dua puluh satu ..." Setiap hitungan itu bertambah, maka kelopak bunga yang jatuh berserakan di lantai juga ikut bertambah. Morana yang bosan sedang duduk di kusen jendela melihat ke arah luar. Sudah tiga hari dia dikurung dalam kamarnya. Tiga hari lalu, saat Morana ingin pergi ke taman pada pagi hari, Anne melarangnya. Ia mengatakan kalau Ratu yang memerintahkannya untuk tetap di kamar sampai Ratu sendiri yang akan mencabutnya. Bahkan kelasnya saja sekarang dilakukan di kamarnya. "Delta, apa kau tahu kenapa Ibu mengurungku di kamar? Apakah aku melakukan kesalahan?" tanya Morana melihat ke arah Delta yang berdiri di dekatnya. "Saya tidak tahu jelasnya, Yang Mulia. Hanya saja ..." Saat pelayannya itu tidak melanjutkan bicaranya, Morana kembali menoleh ke arahnya. "Hanya saja?" "Itu ..." "Ada apa, Delta? Bicara dengan jelas, jangan dipotong-potong seperti itu!" kesal Morana. "Yang Mulia, saya tidak tahu apa yang sedang terjadi. Tapi menurut desas-desus yang saya dengar, Kerajaan Godam akan berkunjung hari ini," jawab Delta. "Godam? Untuk apa?" "Saya tidak tahu pastinya, Yang Mulia. Kerajaan Godam sangat tertutup selama ini, terutama setelah mereka melakukan banyak percobaan dengan para monster. Anda juga pasti tahu karena mempelajari sejarah bukan? Kerajaan Godam sudah bermusuhan dengan keempat Kerajaan lainnya termasuk Demetria karena mereka sangatlah tidak bermoral. Mereka melakukan percobaan pada manusia dan monster. Itu sangat mengerikan." "Aku tahu tentang cerita itu. Menurut sejarah lima kerajaan yang aku pelajari, mereka menutup gerbang kerajaannya sejak 30 tahun yang lalu sampai sekarang, dan saat mereka keluar, mereka selalu menggunakan tudung hitam dan juga topeng di wajah. Itu juga tidak terlalu sering, karena mereka bahkan jarang mengikuti paguyuban lima kerajaan. Lalu, kenapa mereka berkunjung kemari?" "Itu yang menjadi pertanyaan semua orang di Istana beberapa hari ini, Yang Mulia. Tiga hari lalu, saat Yang Mulia Raja memberitahu pelayan untuk bersiap menyambut kedatangan perwakilan kerajaan Godam, kami semua sangat terkejut." "Apakah mereka datang hari ini?" tanya Morana. "Benar, Yang Mulia. Mereka akan datang hari ini." "Lalu, apa yang dilakukan Ibuku?" "Beliau lebih banyak di kamarnya akhir-akhir ini, Yang Mulia. Ada beberapa Elf yang berkunjung dari waktu ke waktu. Saya tidak tahu informasi lain selain itu." "Kunjungan beberapa Elf? Bahkan Anne juga lebih sering bertemu Ibu tiga hari ini. Apa mungkin ada hubungannya dengan kunjungan Kerajaan Godam?" "Saya ... tidak tahu, Yang Mulia." "Bagaimana dengan Permaisuri Helena dan Pangeran Liam?" "Tidak ada yang berbeda dari keduanya, Yang Mulia. Mereka melakukan aktivitas biasa tanpa terganggu oleh apapun. Hanya saja, Raja jadi lebih sering bersama dengan Permaisuri atau Pangeran Liam saat beliau memiliki waktu kosong setelah kembali dari paguyuban." "Ayah memang seperti itu. Aku tidak terlalu terkejut mendengarnya," gumam Morana. "Putri Mahkota tidak perlu khawatir, walaupun Pangeran Liam dekat dengan Raja, tetapi pada akhirnya, hanya anda yang akan menjadi pewaris Kerajaan. Anda yang akan menjadi Ratu Kerajaan Demetria." "Aku tidak khawatir. Hanya saja ...," ucapan Morana terhenti saat matanya menangkap kereta kuda yang memasuki gerbang istana. Kereta itu berwarna gelap tanpa ada warna lain, bahkan kuda yang menarik kereta itu juga berwarna hitam. "Oh, sepertinya mereka sudah datang, Yang Mulia," seru Delta ikut melihat ke luar jendela. "Aku tidak menyukai aura mereka. Semua serba hitam, itu menyeramkan." "Benar, kenapa mereka suka sekali dengan warna hitam?" kata Delta setuju. Tidak lama, kereta itu berhenti di depan layar pintu utama. Ada beberapa pelayan yang menyambut kedatangan mereka di sana, bahkan Permaisuri Helena dan Pangeran Liam yang menyambut mereka. Seharusnya itu tugas dari Yang Mulia Ratu untuk memberikan sambutan pada tamu yang berkunjung. Tetapi Morana yakin, Ibunya juga tidak akan mau menemui perwakilan Kerajaan Godam. Ada cerita dibalik itu, sesuai dengan sejarah yang ada, Kerajaan Godam ikut terlibat dalam pemusnahan Kerajaan Elf dulu. Sudah pasti Ratu Minerva tidak akan mau menyambut musuh lamanya. Morana terus menatap kereta itu sampai kemudian seseorang keluar dari dalam sana. Pertama yang keluar adalah seseorang berjubah hitam dengan tudung menutupi hampir wajah dan dia mengenakan topeng hitam dari mata ke hidung. Orang itu berhenti di samping kereta menjulurkan tangan untuk membantu seseorang lagi yang masih di dalam kereta. Kali ini yang keluar bukan seperti saat orang pertama. Morana melihat seorang wanita cantik dengan gaun hitam mewah serta tatanan rambut hitam bergelombang yang diikat anggun. "Dia ...?" "Ratu Libitina," kata Morana dengan wajah terdistorsi karena terlalu terkejut. "Guru pernah menjelaskan tentang kelima pemimpin di setiap Kerajaan. Aku mengira saat kau berkata tentang kunjungan, maka hanya akan ada perwakilan seperti panglima atau menteri yang datang. Tetapi Ratu Libitina, pemimpin Kerajaan Godam yang datang sendiri dikunjungan ini?" "Bagaimana anda yakin beliau adalah Ratu Libitina, Yang Mulia?" "Ciri khas keluarga Kerajaan Godam adalah rambut hitamnya yang berkilau dan mata berwarna hitam pekat. Serta, alasanku yakin bahwa dia adalah Ratu Libitina, itu karena auranya sangat berbeda. Pakaian dan aksesoris yang dia pakai begitu mewah. Kau tidak melihat tiara yang dipakai di kepalanya?" "Ah, benar! Tiara yang berwarna hitam di atas kepalanya sangat terkenal. Rumor berkata kalau tiara itu diberikan oleh Raja Kegelapan, Reiraska pada Ratu pertama mereka. Astaga, saya tidak percaya bisa melihatnya secara nyata!" ujar Delta antusias. Saat Morana terus mengamati wanita itu, tiba-tiba mata mereka bertubrukan. Ratu Libitina melihat ke arah Morana dengan wajah tanpa ekspresi. Walau begitu, entah kenapa, tatapannya mampu membuat Morana merinding. Keringat dingin keluar membasahi tengkuknya. "Yang Mulia, apakah ... beliau sekarang sedang menatap ke arah sini?" tanya Delta ragu. Ternyata gadis itu juga menyadari tatapan Ratu Libitina. "Kau tau, Delta? Dari semua nama Raja dan Ratu dari setiap Kerajaan, Namanya-lah yang paling menarik perhatianku," kata Morana tanpa berniat memutus tatapannya. "Ya ...?" "Namaku dan namanya memiliki arti yang sama dan paling tidak biasa diantara nama Raja, Ratu, atau bahkan Pangeran dan Putri di setiap Kerajaan. Bisa dibilang nama kami memiliki arti yang mengerikan." Morana melihat Sang Ratu akhirnya memutus tatapan mereka dan masuk bersama Permaisuri serta Pangeran Liam. "Dewi Kematian, itu adalah arti nama kami." *** Jamuan makan malam atas kunjungan Ratu Kerajaan Godam digelar hari berikutnya. Semua anggota keluarga Kerajaan diharuskan untuk hadir dalam jamuan itu tanpa terkecuali, termasuk Morana. Ibunya tidak lagi bisa melarangnya untuk keluar dari kamar karena ini adalah perintah langsung dari Raja. Semua anggota keluarga Kerajaan sudah duduk di kursi yang tersedia pada meja makan panjang besar. Tempat ini dihiasi oleh ornamen mewah kristal yang berkilauan berwarna-warni. Warna paling dominan yang menghiasi ruang makan ini adalah merah yang berasal dari batu kristal Ruby. Lilin yang menyala di setiap sudut membuat kristal semakin menyala. Morana sendiri mengakui bahwa ruang makan ini adalah favoritnya. Sayangnya, tempat ini hanya diperuntukkan untuk perjamuan besar atau pertemuan para menteri bersama Raja. Hidangan berbagai macam daging di letakan di atas meja. Morana yang duduk di sebelah Ratu Minerva—Ibunya—sedikit gugup saat matanya melirik ke arah Ratu Libitina. Wanita berpakaian serba hitam itu duduk di seberangnya berhadapan dengan Ibunya. "Anda menyambut saya dengan berlebihan Raja Fabian," ujar Ratu Libitina menatap makanan yang dihidangkan. "Ini tidak berlebihan. Setiap kunjungan dari kerajaan lain selalu kami berikan yang terbaik. Anda adalah tamu kehormatan, tentu kamu akan menjamu anda sebaik mungkin," jawab Raja Fabian. "Terima kasih atas kebaikan dan ketulusan anda." Ratu Libitina kemudian mengalihkan pandangannya ke arah Morana. "Aku jarang keluar sehingga tidak pernah melihat calon pewaris Kerajaan Demetria. Anda tumbuh dengan baik dan sangat cantik. Senang bertemu denganmu Putri Mahkota." "Terima kasih, Yang Mulia. Berkat kemurahan hati Raja dan Ratu, saya bisa tumbuh seperti sekarang," jawab Morana berusaha untuk bersikap anggun. "Aku sangat menyukai rambutmu yang berwarna emas. Itu bersinar, mengingatkanku pada The Dragon Scales Flower. Apa kau pernah melihat bunga itu?" tanya Ratu Libitina. "Dragon Scales ...?" tanya Morana bingung. "Itu adalah bunga yang sangat terkenal di kalangan para Elf. Dulu, bunga itu adalah senjata paling mematikan yang dimiliki oleh Kerajaan Elf. Bentuknya runcing dan sangat tajam seperti sisik naga. Warnanya emas berkilau, sangat indah. Aku yakin Ratu Minerva sangat mengenal bunga itu." "Bunga itu sudah tidak ada lagi, semua menghilang saat runtuhnya Kerajaan Elf. Sehari sebelum pertempuran besar, bunga itu menghilang dicuri oleh orang yang serakah, membuat kekalahan kami lebih cepat dari yang bisa dibayangkan." Ratu Minerva menatap tajam Ratu Libitina. "Benarkah? Sayang sekali, padahal bunga itu sangat berguna sebagai senjata. Hanya para Elf yang mampu mengolah bunga itu menjadi racun mematikan. Manusia tidak bisa mengolahnya, bahkan menyentuhnya saja bisa berakibat cukup fatal," ujar Ratu Libitina. "Maaf kalau saya ingin ikut bertanya, bukankah racun itu dapat diatasi dengan the goddes flower milik Kerajaan Levante?" tanya Pangeran Liam. "Benar, sepertinya pengetahuanmu sangat luas Pangeran Liam. Kau pasti anak yang pandai," ujar Ratu Libitina. "Ah, Yang Mulia Ratu terlalu memuji. Pangeran memang sangat menyukai membaca buku, mungkin itu sebabnya ia tahu banyak hal," ujar Permaisuri Helena. "Anda pasti tidak akan mengkhawatirkan Kerajaan jika memiliki putra seperti Pangeran, Raja Fabian." Raja Fabian hanya tertawa keras seperti menandakan bahwa ia sangat bangga akan pujian yang diberikan untuk Pangeran Liam. Hal itu membuat Morana menjadi iri melihatnya. Dia tidak pernah melihat wajah bangga Raja kepadanya. Selalu ekspresi kurang puas dan kecewa yang ditampilkannya untuk Morana. Itu membuat hati Morana seakan dicubit sangat keras. "Bunga yang Pangeran Liam bicarakan memang bisa mengobati segala penyakit, namun Kerajaan Levante juga pasti tidak akan memberikannya secara cuma-cuma. Bunga itu hanya tumbuh di kebun istana Kerajaan Levante yang dijaga ketat. Karena bunga itu sangat langka dan jumlahnya tidak terlalu banyak, akan sulit meninta penawarnya jika yang terkena racun bunga sisik naga itu banyak," jelas Ratu Libitina. "Untung bunga itu sudah menghilang, akan sangat berbahaya kalau bunga itu masih ada sampai sekarang," kata Pangeran Liam. Morana tidak setuju dengan perkataan saudara tirinya itu. Walau bagaimanapun, bunga itu adalah salah satu warisan dari Kerajaan Elf milik Ibunya. Kehilangan salah satu senjata yang sangat penting bagi kerajaannya pasti membuat Ibunya sangat sedih. Menghilangnya the golden scales flower adalah salah satu alasan Kerajaan Elf kalah dalam pertempuran besar bertahun-tahun silam. Itu adalah kejadian tragis bagi bangsa Elf. Perjamuan kembali berlangsung dengan tenang. Beberapa kali Ratu Libitina dan Raja Fabian akan berbincang, baik sekedar basa-basi atau tentang politik. Memang, Ratu Libitina sangat ramah saat berbincang dengan lawan bicaranya, namun entah kenapa, Morana tetap merasakan aura tidak menyenangkan dari Sang Ratu. Ada sesuatu yang sulit dideskripsikan oleh Morana ketika melihat tatapan mata Ratu Libitina padanya. Seakan ingin memberikan peringatan untuk tidak bergerak dan hanya diam di sana. Saat perjamuan makan sudah selesai dan semua hidangan telah dibawa kembali oleh para pelayan, tiba-tiba jenderal besar yang menjadi pemimpin para ksatria Demetria masuk dengan terburu-buru. Hal itu adalah tindakan yang tidak sopan, namun melihat wajah Jenderal, tampaknya itu adalah masalah besar. "Tindakan tidak sopan macam apa yang kau lakukan ini, Jenderal Bernandi?" bentak Raja Fabian. "Maafkan saya, Yang Mulia. Tetapi ini adalah kabar yang mendesak," ujar Jenderal Bernandi sembari berlutut dengan satu kakinya. "Ada apa?" "Putra Mahkota Kerajaan Archos telah meninggal dunia, Yang Mulia. Menurut kabar yang baru saja sampai, hal itu dikarenakan oleh ... racun bunga sisik naga." "Apa?" tanya Raja Fabian dengan wajah sangat terkejut. Morana merasakan jantungnya seperti berhenti tiba-tiba. Tengkuknya merasakan hawa dingin dan membuatnya merinding. Baru beberapa saat lalu mereka membicarakan tentang bunga sisik naga, lalu sekarang ada berita mengerikan. Dan berita itu juga datang dari Kerajaan Archos yang terkenal akan militernya yang sangat kuat. Bagaimana bisa Putra Mahkota mereka terkena racun bunga itu disaat tidak ada yang mengolah racun tersebut jika bukan ... Semua kepala yang ada di ruangan seakan menujuk ke arah Ratu Minerva, termasuk Morana. Dengan tatapan cemas, Morana melihat Ibunya yang tidak menampilkan satu ekspresi apapun. Ia hanya menatap ke arah Ratu Libitina tajam. Lalu kemudian, pernyataan Jenderal Bernandi membuat Morana menjadi lebih khawatir. "Elf yang ditangkap sebagai tersangka yang meracuni Putra Mahkota mengatakan kalau ... Ratu mereka yang memberikan perintah. Archos saat ini tengah bersiap untuk menyerang Demetria, Yang Mulia." Semua orang menahan nafasnya karena terkejut. Morana melihat ke arah Ibunya sekali lagi, namun tetap tidak ada ekspresi apapun. Bahkan ia tidak membantah tuduhan dari Archos kepada dirinya. Morana kemudian mengalihkan tatapannya pada kedua telapak tangan yang terkepal erat di pangkuan Ibunya. Seketika Morana tahu, kalau Ratu Minerva saat ini juga tengah merasakan cemas walau tidak menunjukkannya sama sekali. *** TBC
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN