6. Salah Bicara

1203 Kata
"Y-ya. Kebetulan keadaan di sini sedang sepi," jawab Theo berbohong. Veronica tertawa kecil di seberang telepon, "Theo, kau tidak perlu lagi menjual burger. Aku adalah bos barumu sekarang, ingat? Aku ingin kau datang ke lokasi yang akan aku kirimkan padamu. Kita perlu membahas beberapa hal penting." Theo mengangguk, meski tahu Veronica tidak bisa melihatnya, "Baiklah, aku akan segera ke sana." Setelah panggilan berakhir, Theo menatap Mario dengan raut serius, "Aku harus menemui Veronica sekarang." Mario mengernyit, "Bagaimana dengan meeting yang akan berlangsung lima menit lagi, Bos?" Theo berpikir sejenak sebelum menjawab dengan tegas, "Batalkan meeting itu. Saat ini, prioritas utamaku adalah Veronica Johnson." Mario mengangguk, memahami keputusan bosnya, "Baiklah, aku akan mengatur semuanya." Theo mengambil mantelnya dan bersiap untuk pergi, sementara Mario dengan cekatan mulai mengatur pembatalan meeting dan mengatur ulang jadwal. Dengan raut wajah yang lebih hangat, Theo melangkah keluar dari kantor, siap menghadapi tantangan yang ada di depan bersama Veronica. Kehadiran Veronica dalam hidupnya membawa banyak perubahan pada sikapnya yang selama ini selalu bersikap dingin layaknya manusia kulkas. *** Veronica tiba di butik mewah milik David, seorang desainer ternama yang selalu menjadi langganan para kelas atas. Butik tersebut memancarkan aura elegan dengan dekorasi modern dan deretan gaun serta jas mewah yang tertata rapi di sepanjang dinding. David, dengan senyum ramah, menyambut Veronica begitu dia masuk. "Selamat datang, Veronica! Sangat senang melihatmu di sini," sapa David dengan ramah. Veronica mengulas senyum kecil, "Hai, David. Terima kasih sudah meluangkan waktu untukku. Aku tahu ini mendadak." David tersenyum lebih lebar, "Tidak masalah sama sekali. Apa yang bisa aku bantu hari ini? Aku punya beberapa gaun baru yang aku yakin akan sangat cocok untukmu." Veronica menggelengkan kepala, "Bukan untukku, David. Aku di sini untuk suamiku. Dia membutuhkan pakaian, sepatu, hingga jam tangan yang terbaik." David mengangkat alisnya, terkejut namun cepat menyesuaikan diri, "Oh, tentu saja. Kami akan memastikan suamimu mendapatkan yang terbaik. Ayo, kita lihat koleksi terbaru kami." Saat David hendak mengajak Veronica ke bagian jas dan aksesori pria, pintu butik terbuka. Theo masuk dengan langkah mantap, mengenakan pakaian kasual yang kontras dengan lingkungan mewah di sekitarnya. "Maaf aku terlambat," ucap Theo pada Veronica tersenyum kikuk saat mendapati David yang tengah berbincang dengannya. David mengenali Theo seketika dan segera menyapanya. "Oh, aku tidak tahu Vero jika suamimu ternyata ...." Ucapannya terhenti saat mendapatkan tatapan tajam dan kode untuk mengunci bibirnya dari Theo, dia langsung memahami situasinya. "Ternyata apa, David?" tanya Veronica sedikit curiga. David, menunjukkan barisan gigi putihnya yang rapi, dan memberikan jawaban yang cukup untuk mengalihkan perhatian, Veronica. "Ternyata ... sangat tampan," jawabnya. Kemudian dia menyapa Theo dengan sopan namun formal, "Selamat datang, Tuan ...." "Theo, David. Nama suamiku Theo," kata Veronica memperkenalkan Theo pada David sambil memeluk sebelah lengan Theo. David menatap Veronica dan Theo bergantian dengan tatapan bingung "Bagaimana bisa Vero menikah dengan Tuan Muda Schwarz? Bukankah tunangan Vero adalah John Cooper?" batinnya, kemudian melanjutkan memuji Veronica karena mendapat tatapan tajam lagi dari Theo. "Oh, kau sangat pintar memilih suami, Veronica. Harus kuakui, dia sangat sangat tampan. Dan kalian terlihat seperti pasangan yang sempurna." Veronica tersenyum, lalu menatap suaminya, "Theo, ini David, desainer yang akan membantumu hari ini." Theo mengangguk dan tersenyum tipis, "Senang bertemu denganmu, David." David mengangguk sopan, "Kehormatan untukku, Tuan Sch ... ah, maksudku ... Theo." "Mari kita lihat beberapa koleksi kami yang mungkin cocok untukmu." David mengarahkan mereka ke bagian khusus butik yang penuh dengan jas mewah, sepatu kulit berkualitas tinggi, dan aksesori eksklusif. Veronica mengamati dengan seksama, memastikan setiap pilihan memenuhi standar tinggi yang dia harapkan untuk suami kontraknya itu. "Bagaimana menurutmu, Theo? Apakah ada yang menarik perhatianmu?" tanya Veronica, mencoba menutupi kegugupan di balik senyumnya. Theo berpura-pura mempertimbangkan dengan serius, meskipun dia sudah sangat akrab dengan koleksi David, karena semua pakaian yang dia kenakan selama ini adalah rancangan David. "Aku percaya padamu, Baby. Tapi, kurasa seharusnya ini tidak perlu, aku ...." "Tenang saja. Aku hanya ingin suamiku terlihat jauh lebih tampan," jawab Veronica tersenyum sambil membelai lembut rahang tegas sempurna milik Theo. David mengambil beberapa setelan jas dan sepatu, sambil memberikan sedikit penjelasan tentang kualitas dan desain setiap item. Veronica mengangguk-angguk, puas dengan pilihan yang diperlihatkan David. "Cobalah," katanya pada Theo yang masih setia berdiri di sampingnya. Aku akan menunggu di luar." Theo pun tersenyum dan mengangguk kecil, lalu mengekori David yang lebih dulu jalan menuju ruang ganti. "Apa yang terjadi?" tanya David penuh penasaran begitu mereka berdua ada di dalam ruang ganti. Theo menghela napas sebelum menjawabnya, "Terima kasih sudah menutupinya untukku." Melihat Theo tak ingin menjelaskan lebih lanjut, David tertawa kecil dan mengalihkan topik. "Dengar, kau punya jas di seluruh rak di sini yang telah sesuai dengan ukuran tubuhmu." "Pilih beberapa, dan aku akan mencobanya," jawab Theo. "Ah, baiklah. Terserah apa katamu," balas David sambil mengambil beberapa setel jas untuk dicoba oleh Theo. Theo mengenakan salah satu setelan jas berwarna denim yang formal, membuatnya terlihat jauh lebih tampan. Veronica tersenyum menatap lekat wajah tampan Theo. "Aku suka!" "Baiklah. Ayo kau coba yang lain lagi," kata David. Theo kembali mengganti pakaiannya dengan setelah berwarna hitam. "Aku juga suka yang ini!" ucap Veronica lagi dengan sorot mata yang tampak terpesona. Theo kembali masuk ke kamar pas dan mengenakan setelah yang tidak terlalu formal, hanya sebuah kaos turtle neck berwarna navy dan blazer berwarna putih. "Wouw. Keajaiban apa ini? Kenapa semuanya terlihat sangat pas untukmu!" serunya berjalan mendekat pada Theo dan menatap lekat Theo dengan kedua belah pipinya yang tampak merona. Theo yang tidak bisa lagi menahan rasa gemasnya pada Veronica pun menyapu pandangannya ke sekitar. Mendapati tempat itu terlihat sepi karena David sedang mengambilkan pakaian lain untuknya, dia mulai menangkup wajah Veronica dan mengikis jarak bibir mereka, hendak menciumnya. Namun, tiba-tiba saja David muncul ketika bibir mereka baru saja saling menempel. "Oh, Maaf! Maaf sudah mengganggu kalian," ucap David saat pasangan itu saling menjauh dengan raut wajah yang nampak gugup. "Semuanya terlihat luar biasa, David. Kami akan mengambil semuanya," ujar Veronica seraya merogoh kartu debit dari dalam hand bag-nya, lalu memberikannya pada David. Pria berkacamata itu melirik pada Theo dengan penuh tanya. Pasalnya, semua setelan jas itu telah dibayar lunas oleh Mario, asisten pribadi sekaligus sekretaris Theo, beberapa hari lalu. Theo segera mengerjapkan matanya dan melirik pada Veronica, meminta David untuk menerima kartu yang diberikan istirahat kontraknya itu. David tersenyum dan menerimanya, "Tentu saja. Kami akan segera menyiapkan semuanya untukmu." Veronica dan Theo berdiri berhadapan, tampak seperti pasangan sempurna di tengah kemewahan butik tersebut. Namun, di balik senyum mereka, masing-masing menyimpan rahasia dan perasaan yang tak terungkap. Veronica, dengan suara lembut berkata, "Terima kasih, Theo. Aku tidak tahu harus apa jika tidak ada kau. Mungkin aku akan benar-benar kehilangan perusahaanku." Theo menatapnya dalam-dalam, lantas meraih jemarinya dan menggenggamnya lembut. "Untukmu aku akan melakukan apa saja. Meski harus mengorbankan nyawaku sekali pun." Veronica terkekeh kecil mendengarnya, meskipun hatinya terasa menggelitik karena terharu akan kalimat terakhir yang diucapkan suami kontraknya itu. "Kau pintar sekali merayu. Aku jadi ragu percaya jika kau hanya tidur denganku saja malam itu. Kau terlihat seperti sudah berkencan dengan banyak wanita." Theo tersenyum tipis, "Tidak ada, Baby. Bahkan aku belum pernah berkencan sebelumnya. Aku terlalu sibuk bekerja mengurus perusahaan ...." Theo seketika mengulum bibirnya sendiri, karena sadar jika dirinya sudah salah bicara. "Perusahaan? Apa maksudmu?" tanya Veronica penuh penasaran dengan dahinya yang mengernyit.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN