9

1037 Kata
Pinka sudah selesai mandi dan tubuhnya hanya memakai piyama handuk yang di berikan Sean tadi sebelum pergi. Sean berpamitan sebentar pada Pinka karena ada sesuatu yang harus di urus dan setelah ia kembali akan mengajak Pinka untuk makan bersama di restaurant hotel dekat lobby. Pinka menyetujui permintaan Sean. Pinka duduk menatap dirinya di depan kaca rias lalu menyisir rambut basahnya dengan sisir yang ada di atas meja. Tanpa sengaja tatapan mata Pinka menatap ke arah ID Card milik Sean. Pinka menatap lambang anggota salah satu kesatuan di negaranya. "Kak Sean?" ucap Pinka lirih lalu kembali meletakkan ID Card itu saat ia mendengar suara kunci di putar dari luar dan itu pasti Sean. Pinka buru -buru duduk di kasur sambil mengibaskan rambutnya yang masih basah. Sean membuka pintu kamar hotel itu dan menatap Pinka yang terlihat cantik alami lallu menutup dan mengunci dari dalam. Sean membawa satu paper bag dan di letakkan di tempat tidur. Pinka menatap paper bag itu tanpa penasaran ingin membukanya. Pinka sengaja mendiamkan karena memang tidak tahu untuk siapa paper bag itu. Sean kembali ke meja rias dan meletakkan dompetnya lalu membuka ponselnya dan membalas beberapa pesan yang belum sempat yang baru terbaca. Sean melirik ke arah Pinka yang terlihat diam dan tak bergerak. "Kenapa? Mau sampai kapan kamu pakai piyama handuk itu? Gak malu makan di restaurant pakai itu?" tanya Sean. "Ohhh ... Ini untuk Pinka? Kan gak tahu, Kak Sean gak bilang," ucap Pinka dengan senyum melebar. Pinka mengambil paper bag yang berukuran besar dan membuka isiinya. Ada tiga potong dress cantik denagn model dan warna yang berbeda. Dres selutut dengan lengan pendek dan satu pouch make up lengkap dari satu merek yang cukup terkenal serta sepatu teplek yang mirip seperti sepatu balet. Pinka mengambil ketiga dres tersebut dan meletakkan di kasur untuk melihat mana yang ingin ia pakai pagi ini. Ada dres berwarna pink, warna favoritnya, ada yang berwarna biru laut dan berwarna kuning. Pinka masuk ke dalam kamar mandi dan memilih dres berwarna biru laut dan memakainya. Dres dengan panjang selutut. Lengannya pendek dan bermotif garis pada bagian bawah. "Cantik sekali baju ini," puji Pinka pada dirinya sendiri di depan cermin yang ada di dalam kamar mandi. Pinka pun keluar dari kamar mandi dan emnagmbil pouch yang berisi make up sederhana lalu memakai semua make up itu denagn tipis di wajahnya. Kebetulan Sean berada di balkon sedang sibuk dengan urusan pribadinya. Pinka menatap dirinya melalui pantulan cermin. Dirinya memang cantik dan akan selalu tampil menarik serta mempesona, apalagi untuk kaum adam. Sean menatap Pinka dari belakang. Melihat tubuh yang seksi tertutup dengan dres cantik berwarna pastel. Sungguh cantik dan mempesona sekali. "Ekhemmm ... Terima kasih bajunya. Cantik sekali," ucap Pinka yang langsung berbalik saat melihat Sean sedang menatpa dirinya dari pantulan cermin. Sean hanya mengangguk pelan dan memalingkan wajahnya karena tak ingin terlihat sedang memperhatikan Pinka. "Ayo kita makan. Kamu sudah lapar belum?" tanya Sean pelan sambil mengganti kaosnya dengan kaos yang lebih santai dan casual. Pinka mengangguk kecil dan emngambil tas kecil yang di bawanya tadi malam. Pinka mengambil ponselnya, untuk memberitahukan kepada Ayahnya bahwa ia masih berada di dalam hotel agar sang Ayah tak bingung mencari dirinya. *** Samuel sudah berada di suatu kota yang jauh dari kota maksiat yang selama ini ia tinggali. Berkali -kali dalam hatinya meminta maaf karena telah meninggalkan Pinka sendirian berada di kota itu. Samuel tak ingin melihat putrinya marah dan membencinya karena telah menjual putrinya sendiri pada lelaki kaya. "Maafkan Ayah, Pinka," ucap Samuel lirih menatap gelas yang kini ada di tangannya. Samuel tidak tahu, apa yang ingin ia lakukan di kampung kecil itu. Samuel saat ini sedang berada di sebuah warung kecil yang sangat sederhana. "Ini Pak pesanannya," ucap seorang gadis yang mengantarkan semangkuk soto ayam dan sepiring nasi. "Ohh iya terima kasih. Ehmmm ... Maaf ini namanya kampung apa ya?" tanya Samuel pelan pada gadis itu. "Ohh ... Ini namanya kampung ulama," ucap gadis itu ramah denagn senyum melebar ke arah Samuel. "Ohhh ... Kampung ulama?" tanya Samuel penasaran. "Betul Pak. Karena di kampung ini terkenal dengan banyaknya ustad," ucap Azahra pada Samuel. "Zahra ... Sini Nak," panggil seorang wanita dewasa dari dalam dan Zahra meoleh ke arah samping. "Ya Bunda," jawab Zahra cepat. "Maaf Pak. Saya permisi dulu," imbuh Zahra lalu masuk ke dalam. Samuel menatap ke arah luar warung itu. Kampung itu memanag terlihat sepi, tapi setiap orang yang ia temui dari depan selalu bersikap ramah dan sopan. Samuel mulai menikmati soto ayam pesanannya. Ia tidak tahu, setelah ini mau kemana. Padahal hari semakin siang dan Samuel harus bsia mendapatkan tempat untuk tinggal dan menginap untuk beberapa hari sebelum memutuskan untuk tinggal di suatu kampung dan menetap selamanya. *** Pinka berjalan di samping Sean, mengikuti langkah Sean yang kemudian masuk ke dalam restaurant sambil menunjukkan nomor kamarnya untuk data hotel. Pinka dan Sean langsung menatap seluruh ruangan untuk mencari tempt duduk. "Mau duduk dimana?" tanay Sean pada Pinka yang terlihat sedikit takjub melihat situasi restaurant ini. "Dimana saja Kak," ucap Pinka lembut. "Oke di ujung sana, dekat jendela. Kamu ambil makanan appaun yang kamu suka dan makan sebanyak yang kamu mau. Tak perlu ikuti apa ayng aku makan," titah Sean pada Pinka. Pinka mengangguk paham. Tetap saja langkahnya berad di samping Sean. Pinka tak berani jauh -jauh dari Sean. "Hei ... Kamu dengar apa yang aku ucapkan barusan kan?" tanya Sean sedikit kesal. "Dengar. Tapi, Pinka takut. Pinka ikut Kak Sean aja. Masalah makanan gak penting buat Pinka," ucap Pinka polos dan jujur. Sean hanya terdiam dan emngambil piring lalu mengambil beberapa makanan kesukaannya. Sean berjalan menuju ke arah tempat duudk yang ia tuju tadi dan terdengar teriakan keras di belakangnya. Suara itu adalah suara Pinka, di ikuti ada beberapa benda yang pecah. Pinka tanpa sengaja melepas gelas dan piring yang ia pegang saat ada seseorang yang dengan sengaja menabraknya. "Arghh!!!" teriak Pinka keras. Sean meletakkann piring dan gelas di atas meja lalu berjalan menuju ke arah Pinka yang terjatuh dan terduduk di lantai. Seorang laki -laki berdiir di depan Pinka dan emnatap tajam ke arahgadis itu. "Seorang p*****r tak pantas masuk restaurant ini!!" teriak lelaki itu dengan suara keras dan lantang hingga seluruh pengunjung menatap ke arah lelaki itu dan beralih ke arah Pinka yang menunduk malu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN