Ceklek ...
Sang Ayah langsung mnegunci pintu kamar kosong itu agar Pinka tak bisa keluar lagi.
Pinka menjerit dengan keras saat mendengar anak kunci di putar dan jejak kaki Ayah mulai berjalan menjauh dari kamar itu.
"Ayah!! Ayah buka pintunya!! Pinka ingin keluar!! Pinka janji akan membawa uang yang banyak untuk Ayah," teriak Pinka yang berlari menuju pintu kamar dan terus memukul pintu kamar yang telah terkunci sambil tetap berusaha membuka daun pintu tersebut. Namun, sudah jelas usahanya sia -sia. Ayah Sam tetap mengurung putrinya karena suatu alasan. Hanya Pinka yang Samuel miliki, dan putri cantiknya itu masih virgin. Tentu bisa Samuel jual dengan harga yang sangat mahal sekali.
Tidak ada sahutan dari Sang Ayah. Padahal Samuel masih berdiri tak jauh dari kamar Pinka. Tidak ada pilihan lain, bukan. samuel pun pergi menuju ruangan Madam Rose di Kafe Lupi Barbie itu.
"Ayah!! Tolong buka, Ayah. Ayah bisa jual kalung berlian ini. Mungkin dengan menjual kalung ini Ayah akan mendapatkan uang banyak," ucap Pinka dengan isak tangis yang percuma.
Samuel tidak tahu, kalau Pinka telah mendapatkan hadiah istimewa dari Lukman. Hadiah kalung berlian yang sangat mahal.
Pinka membalikkan tubuhnya dan kini tubuh mungil itu bersandar pada pintu kamar ksoong yang malah mirip dengan gudang. Tempat ini sangat kotor dan tidak terawat. Ini adalah tempat favorit Pinka jika ingin menangis dan menyendiri sambil memanggil nama Ibunya yang telah berada di Surga.
Pinka menatap tubuhnya yang setengah telanjang. Lihat saja, setiap hari ia harus berpakaian seksi untuk membuat para tamu lelaki hidung belang betah berlama -lama menikmati tubuh seksi Pinka tanpa bisa mneyentuh. Ingat, Pinka hanay seorang Purel di kafe Lupi, bukan seorang kupu -kupu malam seperti kebanyakan teman -temannya.
***
"Gimana tawaran ku? Sudah kamu pikirkan? Hutangmu banyak sekali Samuel. Mau sampai kapan kamu akan membayar semua hutang -hutang kamu?" ejek Madam Rose pada Samuel.
"Aku tahu, Madam. Aku sudah pikirkan dengan matang. Aku ingin menjual putriku, Pinka, dnegan harga yang tinggi. Dia masih perawan, belum tersentuh, cantik dan seksi. Aku pikir, akan banyak lelaki kaya yang mau menidurinya untuk di layani satu malam," ucap Samuel dengan lantang.
Dalam pikiran Samuel hanay ada uang, uang dan uang saja. Hasil menjual keperawanan dan tubuh anaknya itu akan di gunakan untuk membayar hutang dan sisanya untuk bersenang -senang serta berjudi. Hanya itu yang Samuel bisa.
"Lukman siap di angka lima ratus juta, hutang mu hanya tiga ratus lima puluh juta rupiah dan masih ada sisanya. Apalagi kalau Pinka masih mau melayani pria -pria iu, hidupmu tidak akan kacau seperti ini Sam," ucap Madam Rose yang terus merayu Samuel.
"Aku ingin satu milyar. Ada pastinya yang mau kan?" tanya Samuel pada Madam Rose.
"Hufff ... Itu terlalu tinggi Samuel," ucap Madam Rose yang mencoba menurunkan harga. Tentu saja harga Pinka itu sangat tinggi sekali. Pinka termasuk wanita yang banyak di incar kaum hawa. Lukman bersedia membayar satu milyar, tapi ini urusan bisnis bukan urusan sedekah. Jadi, wajar jika potongannya setengah dari harga sesuangguhnya.
"Aku ingin segitu, kalau tidak ada. aku yang akan cari sendiri," ucap Samuel dengan lantang dan ketus.
"Coba saja, kalau kamu dapat yang lebih, kamu hebat," ucap Madam Rose dengan nada tak suka.
Samuel langsung pergi dari hadapan madam Rose. Walaupun Samule tangan kanan Madam Rose, Samuel tetap saja tak suka sifat rakus Madam Rose yang selalu memotong banyak uang yang di terima anak buahnya.
Madam Rose meneguk satu sloki anggur merah dan segera menelepon Lukman, pengusaha kaya raya itu. Lukman adalah konglomerat yang hartanya tidak akan habis tujuh turunan. Intinya Madam Rose membuat perjanjian dengan Lukman dan Lukman menyetujuinya.
***
Samuel keluar dari Kafe Lupi untuk mencari makanan dan membelikan untuk Pinka. Biar bagaimana pun, Pinka adalah putri semata wayangnya, harus di urus, agar tidak mati sia -sia.
Sebuah angkringan yang letaknya cukup jauh dari Kafe Lupi Barbie. Samuel berjalan mendekati gerobak angkringan dan membaur dengan pembeli lainnya. Angkringan terbesar yang ada di Jalan Suprapto, dan biasanya desas desus juga berasal dari kumpulan pembeli yang saling bercerita.
"Paman Sam? Pinka mana?" tanya Budi, penjual angkringan yang terpesona denagn kecantikan Pinka.
"Ada di kamar. Kenapa?" tanya Samule dengan membentak.
"Ya kali bisa jadi mantu, Paman," ucap Budi sekenanya sambil terkekeh.
"Hemmm ... Mau jadi mantu, tinggal siapin aja maharnya satu milyar," ucap Paman Sam dengan di iringi tawa yang keras.
"Serius? Satu milyar bisa nikahin?" tanya Budi penasaran.
"Tidur doank. Gak nikahin juga kali. Pinka masih kecil," ucap Paman Sam dengan cuek bicara jujur.
"Maksud Paman? Pinka mau di jual? Sama seperti yang lainnya? Kayak Mariska? Prilly? Gitu?" tanya Budi makin penasaran.
"Kalau ada mau satu milyar, aku sebagai Ayahnya akan memberikan anakku dengan sangat senang sekali," ucap Samuel tertawa terbahak -bahak.
"Aku akan membayar Pinka satu milyar. Ini cek kosong silahkan tulis nominalnya. Kapan aku bisa membawa Pinka?" tanya seorang pemuda tampan dengan potongan cepak dan tubuhnya tegap gagah.
Samuel melirik dan menoleh ke arah lelaki yang memberikannya cek.
"Hei anak muda. Aku tidak sedang bercanda. Memangnya anakku hanya ingin kamu bayar denagn selembar kertas yang ksoong seperti ini? Kau kira aku orang tua yang bodoh? Aku hanya ingin terima uang cash atau transfer ke rekening ku sekarang juga. Kamu bisa membawanya malam ini juga, dan ingat kembalikan anakku dalam keadaan baik -baik saja setelah dua puluh empat jam bersamamu," ucap Samuel dengan tegas.
"Sebutkan nomor rekeningmu? Aku akan transfer saat ini juga," ucap lelaki itu serius.
Samuel melongo tak percaya dan melirik ke arah Budi, penjual angkringan yang hanya menaikkan bahunya. Maksudnya Budi juga tak mengenal lelaki muda itu. Mungkin lelaki yang hanya lewat dan mencari kesenangan. Lihat saja, pakaianny nampak biasa. Hanay memakai celana jeans dan kaos polo berwarna navy. Kulitnya yang hitam manis dan pipinya berlesung.
"Oke. satu, tiga, sembilan ...." Samuel meneybutkan nomor rekening dan nama penerimanya. Lihat uang satu milyar itu dnegan mudahnya masuk ke rekening Samuel seperti mobil melaju cepat di dalam tol yang bebas hambatan.
"Kirim anak gadismu ke hotel ini. Aku tunggu di sana," ucap lelaki itu tegas memberikan nama hotel dan kamar hotel yang telah ia pesan.
"Siapa namamu, Bung?" tanya Samuel pada lelaki muda itu yang sudah berbalik untuk segera pergi dari tempat itu.
"Fatih," jawab Fatih dengan suara tegas.
Fatih langsung berlalu meninggalkan Samuel yang masih berdiri tak percaya ada yang mau membeli anak gadisnya.