Yozico merasa kagum akan kelebihan ini. Dia, berkeinginan untuk memberitahukan itu kepada Fernando, namun karena terhalang nomor ponsel yang hilang, membuat diamengurungkan niat untuk hari ini. Tak hanya kagum akan hal ini, dia juga merasa ada perubahan sikap Papa dan Mamanya seakan-akan tak memiliki rasa amarah kala meilhat Yozico game menggunakan laptop ini.
Pada malam harinya, setelah makan malam Yozico kembali ke kamar. Dia kembali memainkan game yang tadi sempat terhenti. Entah kenapa, di saat mamanya tiba-tiba masuk dan melihat dia menatap layar laptop, tetapi sama sekali tak menunjukkan ekspresi marah sama sekali.
“Mama,” ujar yozico dengan lirih.
“Lagi game ya, Nak? Ya sudah, Mama hanya ingin mengingatkan jika kalau tidur jangan terlalu larut mala,” ujar mamanya dengannada lembut.
“I-iya, Ma. Mama nggak marah?” tanya Yozico.
“Enggak, kok. Kenapa harus marah sih, Nak. Mama tinggal dulu.” Mama Yozico memilih untuk meninggalkan anaknya. Yozico merasa aneh akan hal ini. Keanehan terjadi paska adanya barang ini di rumahnya
“Sumpah, aneh banget Mama hari ini. Nggak biasanya Mamaku selembut ini kala berbicara. Masa iya, karena meraa bersalah hingga berperilaku seperti itu.” Yozico merasa aneh.
Begitu juga dengan mamanya. Dia tak mengerti dengan dirinya sendiri. Beliau merasa seakan-akan terpikat dengan leptop itu saat melihatnya,
"Pa," panggil Mama Yozico ke suaminya.
"Iya, Ma. Kenapa?" tanya suaminya.
"Sumpah, nggak paham aku tuh. Masa iya, di hati ingin memadahi Yozico saat dia selalu terpaku ke laptop atau ponsel. Eh, malah saat di depan dia sekan-akan rasa marah otu hilang dengan sendirinya.
"Halah, mana ada? Perasaan Mama itu aja kali. Mungkin, Mama masih merasa bersalah atau gimana gitu." Papa Yozico tetap mengeyel sebab beliau belum merasakannya langsung.
"Papa belum pernah ngerasain, deh. Coba Papa ke kamar Yozico untuk menegurnya " Mama Yozico tetap bersikekeg dengan ucapan yang ia lontarkan.
Hal yang sama dilakukan oleh kedua orang tua Yozico. Tapi, mereka tetap mencoba berpikir positif mungkin karena di dasari rasa bersalah, makanya mereka bersikap seperti itu.
****
Keesokan harinya. Yozico sengaja tak membawa laptop barunya ke kampus. Dia sengaja menggunakan itu hanya untuk game, sedangkan untuk keperluan kuliah, dia memakai laptop lamanya.
Sesampainya di kampus, dia tak melihat Fernando. Dia ingin menghubunginya pun, tak bisa sebab nomor kontak di ponselnya hilang semua.
Saat jam kelas ertama hendak di mulai, tiba-tiba Fernando dengan napas terangah-engah masuk ke dalam kelas.
"Kamu ke mana aja?" tanya Yozico sembari berbisik. "Kesiangan lu bangunnya?"
"Enggak, ban motorku bocor. Sialan, mana jauh dari tukang tambal ban. Aku dorong sampai kampus tahu," jawabnya.
"Hahaha, malang sekali hidupmu. Nanti aku anterin pulang," ajak Yozico.
"Motorku gimana?" tanya Fernando sembari menatao ke arah dosen yang menjelaskan.
"Aku bantuin dorong nanti. Lihat ajalah, tapi nanti aku rapat dulu," ujar Yozico lagi.
Fernando menatapnya. "Njir, lama nggak? Jamuran gua di sini nanti."
"Njir, baccot! Pulang aja sendiri kalau begitu. Gua rapat nanti," jawab Fernando. "Minta nomormu lagi, ganti ponsel gua."
"Nanti aja, mak-mak dosen matanya melirik ke kita, noh," ujar Fernando memperingatkan.
"Yozico, Fernando!" teriak dosen mereka.
"Iya, Miss," jawab mereka secara bersamaan.
"Kalau ngobrol sendiri, keluar kalian! Kalau masih mau ikut kelas saya, diam!" tegur dosennya dengan nada tinggi.
"Baik, Miss," jawab Yozico.
Yozicl beranjak dari tempat duduknya. Dia mengkode Fernando untuk ikut bersamannya.
"Kalian mau ke mana?" tanya dosen itu lagi.
"Katanya di suruh keluar? Saya keluar saja, Miss." Yozico menyunggingkan senyumnya. Lalu berlalu tanpa mendengarkan ocehan dosen itu lagi.
Dia berjalan sembari menyeringai menuju kantin di universitas itu.
"Njir, gila lu. Langsung milih pergi gitu aja," ujar Fernando seraya menepuk bahu Yozico.
"Males banget gua, tuh. Kantin aja, yuk," ajak Yozico.
Mereka duduk di sana. Cukup ramai kantin, sebab kelas tak dimulai secara bersamaan.
"Zico!" teriak seseorang.
Yozico pun menoleh, ternyata temannya yang ngajak rapat kebetulan menghampirinya.
"Hei." Yozico melambaikan tangannya.
"Gimana?" tanya temannya itu.
"Apanya yang gimana? Aku minta nomor kamu dan yang lain, kirim ke nomorku yang biasanya," pinta Yozico.
"Iya, gimana rapat? Banyak yang nggak dateng, keknya. Dosen killer di kelas yang lain. Mana jadwalnya benturan sama rapat. Malasnya kelas dadakan ya gini," gumam temannya.
"Sekarang aja, mumpung aku malas masuk kelas. Aku ajak temanku nggak apa-apa, ya," pinta Yozico saat memperkenalkan Fernando.
"Okelah, tunggu di tempat biasa. Kalau yang lain belum ada kelas, kita kumpul aja dulu," jawab temannya.
"Aku jalan duluan ke sana. Kabari, jika yang lain nggak bisa. Nanti sore ke rumahku aja, mau cabut dulu," ujar Yozico segera beranjak dari tempat duduknya.
"Ya sudah, nggak usah sekarang. Nanti aja, aku ama anak-anak ke sana. Hati-hati dapat surat cinta baru tahu rasa, Zico," ejek temannya.
"Hahaha, sekali aja nggak apa-apa. Aku cabut duluan," ujar Yozico.
Fernando hanya ikut apa yng di minta Yozico. Dia bingung, Yozico saat ini hendak ke mana.
"Kita ke mana?" tanya Fernando.
"Pulanglah. Ambil motormu, tambal dulu sana. Sumpah, males ikut kelas hari ini," ujar Yozico berjalan berdampingan dengan Fernando.
Fernando segera mengambil sepeda motornya yang ada di parkiran, begitu juga dengan Yozico. Mereka mengendarai sepeda motor mereka masing-masing. Namun, Fernando di bantu mendorong motornya dengan cara mengendarai dan dibantu dorong mebggunakann kakinya Yozico yang di taruh di knalpot motor Yozico
Cukup dari kampus, mereka menemukan satu bengkel yang ada alat tambal bannya. Mereka sengaja meninggalkan motor Fernando di sana, sedangkan mereka memilih untuk pulang ke rumah Yozico.
"Alasan apa ke orang tuamu, jam segini sudah pulang?" tanya Fernando.
"Ambil laptop aja, nanti kita ke kosanmu," jawab Yozico.
Setelah itu, Yozico segefa menceritakan kejadian kemarin. Walaupun Fahreza pemilik toko melarang dia untuk menceritakan ke orang lain, namun bagi Yozico, Fernando orang yang dapat di percaya untuk hal merahasiakan sesuatu.
"Gila, keren banget, lu. Kok bisa, sih?" tanya Fernando masih merasa heran. "Laptop yang kemarin katanya kamu lihat itu kan?"
"Iya, kalau rezeki mah nggak kemana. Spesifikasinya handal banget, kamu bakal iri tahu." Yozico menceritakan kelebihan laptopnya.
"Masa, sih? Mau cobalah aku." Fernando dibuat penasaran karena cerita Yozico yang terdengar meyakinkan.
Sepanjang perjalan Yozico berulang kali terus menceritakan kelebihan barang yang dimilikinya sekarang.
"Njir, kenapa nggak gua aja. Padahak selama ini, gua selalu tahu akan laptop itu." Fernando merasa iri.
"Sudahlah, itu namanya belom rejeki. Lu aja kemarin sudah beli," jawab Yozico dengan santai.