bc

Di Saat Kau Menghilang

book_age18+
293
IKUTI
4.0K
BACA
dark
love-triangle
family
friends to lovers
arranged marriage
arrogant
badboy
heir/heiress
drama
tragedy
bxg
city
like
intro-logo
Uraian

Jillian Rose merupakan anak haram dari Jhon Bernard, ia diambil oleh ayahnya ketika ibunya wafat dan karena ayahnya belum juga memiliki anak dari istri sahnya.

Demi bisnis, Jillian diperintahkan untuk menikah dengan putra sahabat ayahnya yang cacat. Jillian yang hanya selalu dianggap sebagai benalu di dalam keluarganya, terpaksa mematuhi permintaan sang ayah.

Setelah pernikahannya, Jillian pergi berbulan madu dengan Mike Walt, pria yang menikahi dirinya. Dalam perjalanan itu, pesawat yang mereka tumpangi menghadapi badai ganas hingga membuat pesawat jatuh ke atas perairan. Jillian ditemukan oleh regu penyelamat, namun Mike, suaminya justru menghilang. Membuat Jillian yang merasa terpukul, tiba-tiba mengalami depresi.

Sebulan lebih setelah Mike menghilang dan dinyatakan telah mati, keluarga Mike meminta Nick, adik Mike untuk menggantikan sang kakak merawat Jillian. Awalnya Nick menentang keras rencana itu, apalagi ia diharuskan merawat wanita stres dan memutuskan kekasihnya sendiri. Tapi atas desakan kedua orang tuanya, Nick terpaksa menikahi Jillian.

Hari-hari Jillian bersama Nick bagaikan berada di dalam neraka, meski ia dinyatakan telah sembuh— Nick masih memperlakukan Jillian seperti wanita gila. Hingga di saat perbuatan Nick sudah melewati batas, Jillian yang merasa lelah bermaksud ingin meninggalkan suaminya itu.

Tanpa Jillian duga, Mike kembali. Sehat, bahkan telah bisa berdiri tegak di hadapannya.

Akankah Jillian kembali pada Mike? Bagaimana reaksi Nick di saat Mike meminta Jillian padanya?

Cover made by : Fitri Dwyta

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1. Terpaksa Menikah
"Jillian." Di bawah langit senja yang redup, Jillian Rose berdiri di balkon villa, memandangi ombak yang berkejaran di pantai. Setiap deburan ombak seolah membawanya kembali ke masa-masa ketika hidupnya penuh dengan canda dan tawa, sebelum semua kenyataan berbalik mencekik lehernya. “Jillian!” suara tegas ibu tirinya itu memecah lamunannya. Ibu tirinya, Laura, dengan ekspresi marah melongok di ambang pintu. “Cepat masuk! Makan malam sudah siap.” Jillian menelan ludah. Sejak Laura hadir ke dalam kehidupannya, segala sesuatunya terasa berbeda. “Iya, Bu. Aku segera ke sana,” jawabnya pelan, tidak berani menatap Laura. Begitu Jillian melangkah masuk, suasana di ruang makan sudah tegang. Jhon Bernard, ayahnya, duduk di ujung meja dengan ekspresi lelah setelah seharian bekerja. Laura berada di sampingnya dengan tatapan tajam. Dan di ujung lainnya, Kakek Bernard tersenyum hangat ke arah Jillian. “Jillian, duduklah di sini,” kata Kakek Bernard dengan lembut. “Kau pasti sudah lapar.” “Terima kasih, Kakek.” Jillian melangkahkan kakinya dan mengambil kursi di samping Kakeknya. Suara lembutnya terasa seperti oase di tengah ketegangan. Laura menatap Jillian dengan tatapan meremehkan. “Seharusnya kau mengucapkan terima kasih kepada Ibu, bukan Kakek,” ucapnya sinis. Jillian terdiam, tidak ingin memperpanjang perdebatan. Ia tahu bahwa setiap kata bisa berbalik menyerangnya. “Maaf, Bu. Terima kasih untuk makanan yang lezat ini.” Mereka pun mulai menikmati hidangan malam. Namun, Jillian merasakan tatapan Laura yang tajam terus mengawasi setiap gerak-geriknya. “Jillian.” Jhon tiba-tiba memecah kesunyian. “Ada yang ingin Ayah bicarakan padamu.” Jillian mendongak, jantungnya berdebar. Ia tahu bahwa saat-saat seperti ini selalu membawanya kepada sesuatu yang tidak menyenangkan. “Tentu, Ayah.” “Mike Walt, putra sahabat dekat Ayah, baru saja kembali dari pengobatan. Dia membutuhkan seseorang untuk mendampingi hidupnya,” ucap Jhon dengan nada serius. “Ayah ingin kau menjadi pasangan Mike.” “Pasangan?” bibir Jillian bergetar. “Tapi, Ayah. Bukankah dia ....” “Dia cacat, Ayah tahu itu. Namun, dia adalah orang yang baik. Kita butuh pernikahan ini untuk menjalin hubungan bisnis yang kuat, Jillian. Ini untuk masa depan kita!” tegas Jhon. “Jadi, aku hanya alat untuk bisnis, Ayah?” suara Jillian naik sedikit. Laura menyeringai. “Kurasa itu bukan hal yang baru bagimu. Kau anak haram, dan Ayahmu selalu ingin menghapus noda itu dengan cara apapun.” “Cukup, Laura!” Jhon membentak. Sesaat kemudian, pandangannya kembali ia alihkan pada Jillian. “Jillian, semuanya akan lebih baik jika kau menyetujui pernikahan ini.” Jillian menunduk, perasaannya bergejolak antara harapan dan patah hati. Kakek Bernard meraih tangan Jillian, memberi semangat melalui genggamannya yang kuat. “Kesayanganku, menikahlah! Mungkin itu bisa membuatmu bahagia. Ingatlah, cinta bisa tumbuh di mana saja.” Akhirnya, Jillian mengangguk, meski hatinya terasa hampa. *** Beberapa minggu kemudian, di gedung pernikahan yang megah dan penuh dekorasi bunga, Jillian menjalani prosesi pernikahan yang terasa palsu. Mike Walt menunggu di altar dengan kursi roda yang menghiasi kesedihan yang tak terucapkan. Di balik senyumnya, Jillian merasakan keraguan. “Selamat menempuh hidup baru, Jillian. Aku harap kita bisa saling mendukung.” Mike menyapa dengan hangat saat mereka bersanding dalam simpul janji. “Semoga, Mike." Jillian tersenyum kelu, "Semoga aku bisa memenuhi keinginanmu itu," lanjutnya. Setelah upacara selesai, mereka berbicara dalam suasana yang lebih santai. “Aku tahu ini semua terasa aneh bagimu,” ucap Mike, suaranya rendah dan lembut. “Aku bersyukur atas keberanianmu.” “Terima kasih. Tetapi, mengapa kau menyetujui pernikahan ini?" tanya Jillian penasaran. Kabut menggantung di pelupuk mata Mike, dan Mike sengaja menundukkan kepalanya hanya agar Jillian tidak bisa melihatnya. Sayangnya, apa yang Mike lakukan telah terlambat, Jillian telah melihat rasa sakit yang terukir di wajah tampan pria itu. "Maafkan aku, jika kau tidak ingin mengatakan alasannya kau tidak perlu mengatakannya,” ucap Jillian dengan rasa bersalah. Mike tersenyum kecut lalu menggeleng pelan, kemudian kembali mengangkat wajahnya, menengadah menatap Jillian. "Jika aku mengatakannya, apa kau berjanji tidak akan mengakhiri pernikahan ini?" lontarnya. "Tentu saja." Jillian menjawab cepat sembari menganggukkan kepalanya. Senyum Mike seketika mengembang. "Se-benarnya, kau satu-satunya wanita cantik dan terhormat yang bersedia menikah denganku. Padahal aku percaya kau bisa mendapatkan pria yang lebih baik dariku di luar sana. Oleh sebab itu aku tidak berani bertanya padamu apa alasanmu menyetujui pernikahan ini? Bagiku ... apapun itu, selama kau bersedia menjadi istriku, itu sepadan." Jillian terenyuh, kesedihan yang tampak di binar mata Mike menyentuh relung hati terdalamnya. Entah bagaimana pria itu yang tampak dimanjakan oleh kedua orang tuanya justru merasakan kesedihan sedalam itu? Dari penampilannya, Mike tidak terlihat seperti pria yang harus bekerja keras demi mengumpulkan harta. Pria itu justru tampak bak seorang Tuan Muda manja dengan kulitnya yang terawat dan halus. Kekurangan Mike hanyalah ... kakinya tidak bisa berfungsi dengan baik hingga mengharuskannya untuk terus berada di kursi roda sepanjang hari. Percakapan kemudian mengalir. Mike mengungkapkan impiannya, meski ia harus terjebak di kursi roda. Tapi ... “Aku ingin bisa berdiri lagi. Lebih dari itu, aku juga ingin bisa mencintai dan dicintai dengan tulus,” ungkap Mike. Hati Jillian tersentak. “Kau memiliki ketulusan yang tidak dimiliki oleh banyak orang, Mike. Membuatku ingin tahu lebih banyak tentang dirimu.” "Itu mudah." Mike tersenyum, "Tetaplah berada di sisiku, maka aku akan menceritakan segalanya padamu. Bagaimana?” Senyum Mike sangat menawan, meskipun pria itu tampak terkurung oleh rasa sakit. Dan senyuman itu membuat hati Jillian berdebar. "Patut untuk dicoba," selorohnya mencoba untuk menghangatkan suasana. Mike terkekeh pelan, "Kau sangat lucu, aku tidak mengerti mengapa para pria di luar sana tidak ada yang melirikmu?" Jillian menggedikkan pundaknya, "Mungkin karena aku tercipta untukmu?" Senyum Mike memudar, tatapannya yang sayu menatap lurus ke iris Jillian. "Aku sangat berharap kau tidak akan menyesali pernikahan ini," ucapnya dengan suara bergetar. Ada rasa takut tertangkap oleh indera pendengaran Jillian melalui suara Mike itu, dan itu menyentil hatinya. "Bagaimana jika nanti aku menyesalinya?" goda Jillian, sembari tertawa kecil. Tetapi tawa itu sontak sirna saat ia melihat keseriusan di wajah Mike. "Sudah terlambat jika kau ingin menyesal sekarang, Nyonya Walt. Karena aku ... akan mengikatmu dengan erat di sisiku!" Bersambung.

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook