PUB itu tidak terlalu ramai dikunjungi tamu Sabtu malam. Biasanya Darren menghabiskan akhir pekannya di tempat ini, menenggak segelas whisky sambil mendengarkan musik klasik yang cocok untuknya menenangkan pikiran.
Seminggu setelah peristiwa itu, Darren menyewa seorang detektif untuk mencari keberadaan gadis kucing liarnya. Ia sudah bersumpah akan menemukannya dan membuat gadis itu bertekuk lutut di hadapannya. Tapi ia belum mendengar informasi terkini tentang Malea.
Sambil menikmati suasana PUB yang tenang, Darren mengacungkan tangannya, seorang pelayan datang menghampirinya dengan cepat. Ia memesan sebotol minuman lagi.
Pandangan mata Darren terpaku pada sesosok bayang yang melintas di belakang sang pelayan. “Siapa dia?” Tanya Darren menunjuk ke arah pelayan wanita yang sedang melayani tamu lainnya.
Pelayan itu menoleh ke seseorang yang dimaksud, “oh dia pelayan baru kami namanya Malea.”
“BINGO! Akhirnya aku menemukanmu!” Pekik Darren dalam hati. Pandangannya terus menatap gadis itu dari kejauhan.
“Ada lagi yang bisa kubantu, Tuan?” Tanya sang pelayan dengan sopan, Darren hanya mengibaskan tangannya singkat. Seakan mengerti maksud Darren, sang pelayan segera pergi meninggalkannya. Beberapa menit kemudian pelayan itu datang sambil membawa minuman dan menaruhnya di atas meja.
Darren sibuk memperhatikan gerak-gerik gadis pelayan yang tengah menyapa tamu yang hadir, lalu merapikan meja, mengangkat gelas-gelas bekas minuman dengan sangat efisien. Meski tubuhnya mungil, Darren terkejut mengetahui gadis itu sanggup membawa botol-botol bekas minuman dalam satu nampan besar.
***
Seragam pelayan yang dikenakan Malea cukup seksi, berulang kali ia mencoba merapikannya. Ia tak nyaman dengan seragam ketatnya yang memamerkan pahanya karena tatapan para tamu selalu tertuju pada bagian tubuhnya yang cukup menggoda iman para lelaki hidung belang.
Malea tak memiliki pilihan selain bekerja di Pub ini. Setidaknya tempat ini aman dari ayahnya yang menurut beberapa orang yang dikenalnya, pria itu terus mencarinya.
Di usianya yang beranjak 21 tahun, seharusnya Malea sibuk belajar untuk mengejar cita-citanya sebagai seorang dokter. Malea bertekad ingin membantu orang-orang yang berpenyakit namun tidak memiliki biaya seperti yang dialami ibunya selama beliau masih hidup. Malea tahu betapa sulitnya memperoleh pengobatan untuk rakyat miskin seperti dirinya, sehingga ibunya terpaksa hanya rawat jalan dengan fasilitas perawatan di rumah seadanya, hingga beliau akhirnya mengembuskan napas terakhirnya setelah dua tahun berjuang melawan kanker rahim yang dideritanya.
Tapi apa daya? Sepeninggal ibunya, Malea harus bekerja lebih keras demi menutupi utang pengobatan ibunya dan utang judi ayahnya yang semakin menumpuk.
Semenjak kepergian ibunya, ayahnya melampiaskan kesedihannya dengan mabuk ditambah hobi berjudinya yang sudah mendarah daging. Pria tua itu memiliki utang yang sangat besar sehingga Malea terpaksa bekerja keras dari pagi hingga malam demi membayar semua utang ayahnya beserta bunganya yang mencekik, yang entah kapan bisa ia lunasi. Bukannya bersyukur putrinya yang kini menanggung semua beban hidupnya, justru ayahnya semakin terjerumus dalam kehidupan yang menyedihkan.
“Akhirnya ayah menemukanmu, Lea...”
Malea terperanjat ketika melihat kehadiran ayahnya di hadapannya. Darimana pria itu mengetahui keberadaannya? Malea bertanya dalam benaknya.
“Ayah!” Ia berseru sambil menjaga jarak dari ayah kandungnya. Ayahnya memasang senyum lebar ketika melihat putrinya, ia seperti menemukan harta karun berharga yang akan menyelamatkannya dari rentenir yang selalu mengejarnya.
“Dasar anak nakal! dari mana saja kau, hah?” Tanpa mempedulikan sekelilingnya, Bagas meraih tangan Malea dan menarik Malea keluar dari Pub. “Kau tahu betapa sulitnya aku mencarimu, hah? Anak durhaka kau mau menelantarkan ayahmu?”
“Lepaskan aku, ayah!” Malea menjerit ketakutan sambil meronta-ronta, berusaha melepaskan diri dari cengkeraman ayahnya.
Dari kejauhan Darren melihat seorang pria tua menyeret gadis incarannya. Tidak boleh ada seorang pun yang menghalangi rencananya. Malea harus tunduk padanya! Darren beranjak dari tempatnya lalu menghampiri mereka.
“Ayah, tolong lepaskan aku!” Seru Malea terus memohon. Airmatanya jatuh berderai membasahi wajahnya. Darren merasa marah melihat gadis itu ketakutan ketika melihat pria yang ternyata adalah ayahnya. Tatapan ketakutan Malea terlihat sama seperti yang pernah Darren lihat ketika terakhir kali mereka bertemu.
Pria paruh baya yang disebut ayah oleh Malea itu seakan tidak peduli pada permohonan putrinya juga tangis ketakutannya. Hal itu membuat Darren secara naluri, ingin melindungi Malea dari cengkeraman ayahnya. Ada sesuatu yang janggal diantara hubungan mereka. Alasan ketakutan Malea ketika melihat ayahnya, juga ayahnya yang sangat antusias ingin membawa putrinya pulang.
“Tolong lepaskan dia, Tuan!” Suara Darren yang dingin menghentikan langkah Bagas. Pria itu menoleh dan menatap Darren yang beberapa senti lebih tinggi dan lebih kekar darinya.
“Siapa kau?” Matanya menyipit, berusaha mengenal siapa pria yang mencoba ikut campur urusannya.
“Saya Darren teman putri Anda, Malea.” Ia memperkenalkan diri.
Bukan hanya Malea yang terkejut melihat kehadiran pria itu, ayahnya pun tampak terkejut mendengar penuturan Darren. Dalam benaknya, sejak kapan putrinya berhubungan dengan pria seperti ini yang dari outfit yang dikenakannya menunjukkan kekayaannya.
“Sejak kapan putriku mengenal orang sepertimu?” Ia melirik putrinya penuh rasa curiga.
“Kami belum lama kenal, jika itu yang anda maksud. Tapi...”
Ketika Darren mencoba menjelaskan, pria itu tampak tak sabaran. “Ah, sudahlah! Aku tidak punya waktu mendengarkanmu.” Sergah Bagas cepat, “ayo Lea!” Ia menggandeng putrinya pergi dan mengabaikan Darren begitu saja.
Malea mengikutinya tanpa daya, sekilas Darren melihat tatapan permohonan yang diberikan Malea untuknya.
“Tunggu dulu, Tuan! Anda mau kemana?” Darren berusaha menghentikan keduanya. Ia bergerak cepat—memblokir jalan mereka.
Para tamu PUB yang penasaran menonton mereka dari kejauhan. Beberapa tampak acuh, beberapa lainnya menunggu drama yang akan terjadi selanjutnya.
Beberapa pelayan bermaksud ingin menghentikan aksi pria tua yang ingin membuat onar di PUB mereka, namun tatapan Darren yang dingin menghentikan niat mereka. Hampir semua pegawai di Pub tahu siapa Darren, hingga tak satu pun dari mereka berani mengusiknya.
“Apa urusanmu?” Bagas bertanya dengan nada menantang, ia tak takut pada pria muda yang bermaksud mencegahnya pergi. “Ini urusanku dengan putriku, kau tidak usah ikut campur!” Ia memperingatkan. “Ayo kita pulang! ayah juga setuju dengan harga yang ditawarkan Pranoto padamu.” Tanpa sengaja Darren mendengar percakapan ayah dan putrinya tentang penawaran.
Seketika muka Malea pucat, “apa? Tidak! Kumohon jangan ayah! Aku tidak mau menikah dengannya!” Malea berusaha memberontak, tapi Bagas menyeretnya semakin kuat dan ia berhasil menggiring putrinya keluar. Tanpa permisi, Bagas mendorong Darren mundur agar tidak menghalangi jalannya.
“Ayah, aku tidak mau ayah, tolong ayah!” Suara Malea seakan tercekik oleh tangisnya yang pecah. Malea tak bisa membayangkan hidupnya jika ayahnya benar-benar menjualnya pada pria tua bangka seperti Pranoto yang sudah memiliki empat istri dan masih menginginkan Malea menjadi istri kelimanya.
“Aku akan menawar putrimu!” Tanpa pikir panjang Darren langsung mengutarakan maksudnya, “satu Milliar!”
“Apa?!” Tawaran itu membuat semua orang yang ada di Pub ternganga mendengar harga yang disebutkan Darren hanya untuk membeli gadis pelayan ini.
“Satu Milliar, dan berikan putrimu padaku!”
***