Rahasia?

1187 Kata
Jeffrey menatap Lana lurus. Memperhatikan tampilan gadis itu dari ujung rambut hingga ujung kaki. Kemudian menghela napas dalam, syarat akan ketidak-sukaannya dengan apa yang dikenakan gadis tersebut. Dari tatapan dan ekspresi Lana yang nampak biasa saja, Jeffrey bisa menebak bahwa dia sengaja berpakaian seperti ini. Tampak nakal dengan celana jins sobek-sobek dan atasan yang hanya berupa tangtop ketat dibalut jaket jins berwarna senada, dan urakan dengan makeup gelap ala anak-anak jalanan. Mengingatkan Jeffrey pada sinetron di salah satu chanel televisi nasional yang tidak sengaja ia tonton ketika akhir pekan pertengahan bulan lalu. "Kamu yakin mau berpenampilan begini untuk menemui calon mertua kamu?" tanya Jeffrey, menggeram pelan. "Ada yang salah?" "Kamu pikir?" Jeffrey kembali melontarkan tanya. Mensedekapkan tangan di d**a dan balas menatap Lana yang terlihat menantang. Dia benar-benar ingin bermain sepertinya. "Nggak ada." Jeffrey berdecak pelan. Lantas berjalan memasuki mobilnya yang lalu diikuti oleh sosok Lana. Tak menunggu lama, pria itu segera tancap gas meninggalkan halaman rumah calon mertuanya. "Ini rumah orangtua kamu?" Lana mengernyit heran saat Jeffrey menghentikan mobil di depan sebuah bangunan berlantai dua yang tak begitu besar tetapi cukup mewah. Bangunan tersebut dibangun dengan banyak kaca buram yang memungkinkan orang di dalam rumah tersebut bisa melihat keluar sementara orang di luar tidak bisa melihat kedalaman rumah tersebut. Tanpa membalas pertanyaan Lana, Jeffrey keluar dari mobilnya kemudian berdiri di sisi mobilnya, menunggu Lana manut keluar. "Masuk. Dan bilang kalau kamu calon istri saya." "Hah? Gitu aja?" "Terus?" Jeffrey memicing. "Cepat. Waktu kita tidak banyak, Nona Svetlana." Lana merotasikan bola matanya malas, membuat Jeffrey mendengkus seraya menipiskan bibir. Ditatapnya punggung kecil gadis itu yang mulai menjauh darinya seiring detik demi detik berlalu. Kemudian... "Kenapa masih di sana? Saya masuk sendiri?" Lana berbalik dan memicing padanya. "Saya menelpon dulu seseorang. Masuk duluan!" Jeffrey mengangkat ponsel mahalnya ke depan wajah. Lantas Lana manut dan berjalan kembali. "Halo, Bu? Kita bakal sedikit telat. Ada sesuatu yang harus diselesaikan Lana," kata Jeffrey pada orang di seberang telpon. Kemudian mematikan sambungan setelah terdengar persetujuan pria paruh baya di sana. Tersenyum, Jeffrey memasukkan ponselnya ke dalam jas kemudian berjalan memasuki bangunan di hadapannya--tepat setelah sebuah teriakkan terdengar. Dari Lana, siapa lagi? "Ini apa-apaan, Pak Jeffrey, ha?" Jeffrey hanya menatap lurus pada Lana yang tengah diapit oleh dua lelaki berbadan besar. Mengangkat bahu acuh lalu duduk di salah satu sofa besar yang berada di ruangan tersebut. "Pakaikan dia gaun yang paling cantik dan mahal." Lalu Jeffrey kembali membuka ponsel sambil bertopang kaki, tidak mengindahkan teriakkan dan sumpah serapah yang keluar dari gadis yang akan menjadi calon istrinya tersebut. *** Lana berusaha mengatur napasnya yang tersengal-sengal usai berteriak memaki Jeffrey yang sudah menjebaknya. Dia kira, mereka sudah sampai di tempat tujuan--untuk menemui orangtua Jeffrey. Nyatanya, dia salah besar. Ini bukan tempat pertemuan melainkan tempatnya untuk dirias. Sial. Padahal Lana sudah berencana memberikan kesan jelek untuk calon mertuanya. Tapi Jeffrey jauh lebih licik dari dirinya. Lana mengempaskan tangannya dari dua lelaki besar yang tadi menyeretnya ke dalam sebuah ruangan. Di mana seorang wanita cantik dengan tubuh semampai dan bersenyum bak Dewi menunggunya. "Tidak buruk," gumam wanita itu yang bayangannya terpantul di kaca di depan Lana--ia terlihat berjalan ke arahnya. Wanita itu menatap Lana juga di balik jendela. Tersenyum tipis tetapi manis. Dia menjentikkan jari pada dua orang wanita di ruangan itu, kemudian dua wanita tersebut masuk ke dalam ruangan lain di ruangan itu dan kembali dengan sebuah gaun dan kotak sepatu. "Nama saya Yuna," tutur wanita cantik di belakang Lana. "Kamu suka perawatan?" "Kadang," Lana menjawab singkat. Sebenarnya niat Lana tidak ingin menjawab, tetapi wajah teduh Yuna membuatnya bicara. "Tapi kulit kamu bagus dan sehat. Sayangnya, rambut kamu agak bercabang. Sering ganti warna rambut, ya?" Biasanya, Lana paling malas membahas soal perawatan dan hal-hal sejenis dengan teman sekelasnya. Rata-rata mereka semua julid dan hanya ingin pamer atau menghina orang lain. Namun melihat tatapan Yuna, rasanya Lana begitu terhipnotis. Bukan hanya rupawan, tetapi wanita itu mampu menimbulkan rasa nyaman yang membuat Lana--yang biasanya risi berbicara dengan orang lain--malah terpancing untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya. "Iya. Tapi nggak sering juga, sih. Cuma sesekali, kalau bosan sama warna rambut sekarang." Yuna kembali memamerkan senyuman cantiknya seraya mulai meraih rambut Lana dan menggelungnya. Lewat senyuman tipis pada salah satu karyawan di sana, dia memerintahkan agar memberikan gaun untuk Lana kenakan. "Kayaknya pas di kamu," ujar Yuna sambil memperhatikan tubuh Lana yang berdiri di hadapannya. Usai mengganti pakaian, Lana kembali didudukkan di depan meja rias. Tentu saja setelah dia mengagumi betapa indahnya pakaian yang dikenakannya saat ini. Tidak begitu mewah tapi sangat cantik, elegan, dan begitu pas di tubuhnya. Warna pastel yang dipilih juga sangat matching dengan kulit pucat Lana. Yah, meski Lana tidak begitu suka memakai pakaian seperti itu, tetapi dia bisa menilai mana pakaian yang bagus dan tidak. Yuna memutar kursi yang diduduki Lana hingga kini membelakangi kaca. Lantas memejamkan mata saat Yuna mulai memberikan sentuhan-sentuhan ajaib di wajahnya. Memoles dengan berbagai warna yang dia sendiri tidak yakin akan menjadikannya sosok seperti apa. "Kamu beruntung, Lana. Jeffrey laki-laki baik," gumam Yuna saat dia memoleskan lipstik berwarna peach di bibirnya sebagai sentuhan akhir dari riasan wajah. "Sekali pun, dia nggak pernah menyakiti hati perempuan dengan sengaja." Lana terdiam mendengar penuturan Yuna. Ditatapnya lekat-lekat wajah wanita berparas ayu itu yang saat ini tengah menutup lipstik di tangannya. Yuna tersenyum tipis. Menyelipkan helaian rambut di belakang telinga kemudian memutar kursi Lana ke hadapan cermin. Dan... Lana tercengang menatap penampilannya. Riasan wajah yang tidak begitu tebal tapi amat manis. Yuna bukan hanya cantik, tetapi juga berbakat membuat orang lain cantik. Hatinya juga sepertinya cantik. "Jeffrey pasti suka." Yuna menyisir rambut Lana dan mengikatnya dengan rapi. Tatanan rambut yang sederhana, riasan wajah sederhana, gaun sederhana, segalanya nampak sederhana tapi cantik. "Kalau boleh tahu, berapa lama kamu kenal Jeffrey?" "Entah. Kita sama sekali nggak kenal sampai hari di mana kita dikasih tahu soal perjodohan itu. Mungkin sekitar sebulan lalu?" balas Lana miris. "Jadi, kamu nggak tahu hal-hal tentang Jeffrey begitu pun sebaliknya? Bahkan di saat kalian berdua akan menikah?" Lana mengangkat bahu tanda tak tahu atau mungkin... tak peduli? "Lana," panggil Yuna lembut. "Kamu tahu apa itu arti pernikahan?" tanyanya. Lana menghela napas pelan, tersenyum miring mengejek dirinya sendiri, menggeleng. Nggak tahu. Gue nggak tahu apa itu pernikahan, selain sepasang kekasih yang saling mencintai kemudian memutuskan tinggal dalam satu atap setelah berbagai prosesi. Dan gue yang naif pernah berharap bahwa orang itu Stevan. "Kamu yakin udah ngambil keputusan tepat?" Tatapan Yuna nampak intens di balik cermin. Ada tatapan sedih dan juga khawatir di sana. "Kehidupan pernikahan bukan cuma buat satu atau dua hari. Kamu tahu, kan?" "Saya tahu." "Masih belum terlambat untuk menarik keputusan kamu, Lana." Helaan napas Yuna terdengar untuk ke sekian kalinya. Tatapan wanita itu juga terlihat semakin khawatir, membuat Lana bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi hingga dia sepanik itu. "Jeffrey laki-laki baik. Benar, dia sangat baik. Tapi--" "Sudah siap?" Pintu terbuka. Membuat Yuna menghentikan ucapannya seketika. Hal itu jelas membuat Lana semakin penasaran dengan apa yang terjadi. Apakah ada sesuatu yang disembunyikan Jeffrey dan Yuna? Pikirnya bingung. Ah, entahlah. Lagi pula, siapa yang peduli? ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN