25. Mrs. Puff

1065 Kata
"Ris, lo mau gak pelukan kayak gitu juga sama gue?" ucap Revan dengan nada suara yang dibesarkan. Risa hanya terputus tampang cengo, "HAH?" "Udah, bilang mau aja Ris, mau mau." bujuk Diva diiringi anggukan oleh yang lainnya. Revan merentangkan bujukan dan mengisyaratkan agar Risa melihat kearah dua sejoli yang baru saja. Lama terdiam, akhirnya Risa mengerti maksud dan tujuan Revan. "Ahh iya gue mau banget Van, sini sini peluk," sahut Risa sembari melingkarkan lengannya di pinggang Revan. "Haha dasar m***m! Lo berdua gak cocok sok-sokan romantis gitu, jijik gue!" cetus Adit. Revan segera menginjak sepatu Adit. Temannya itu benar-benar tidak paham dengan keadaan. Namun setelah melihat sekitarnya, Adit hanya membekap mulutnya sendiri. Revan terkekeh geli, "Gapapa mesumin cewek sendiri." Cewek sendiri? Bocah sableng ini benar-benar gila! Kalau saja bukan karena Nathan dan Faye yang sedang duduk dipojok kantin itu, Risa sangat malas berdrama seperti ini. "Ris, lo gendutan ya?" tanya Revan. Risa menatap sinis Revan, maksud bocah ini apa sih? Mau menghina Risa atau apa? Lihat saja, setelah drama menyebalkan ini berakhir, bisa dipastikan Revan tidak akan mengawasi lagi alias botak. "Hah? Gendutan gimana?" Risa malah berbalik tanya. Revan terkekeh geli melihat ekspresi Risa, "Pipi lo tiap hari makin gede aja, tapi gue suka kok," gumam Revan. Risa hanya tersenyum paksa. Ini hanya drama kan? "Eh betewe Ris, jaman sekarang banyak banget cewek yang tadinya cungkring tiba-tiba gendutan kayak nyonya Puff," celetuk Revan. Risa terdiam mencerna ucapan bocah sableng disampingnya itu. Bocah sableng itu benar-benar gila dan tentunya tidak waras. Omongannya saja sangat tidak nyambung. Mana ada orang cungkring tiba-tiba berubah jadi gendut seperti tokoh kartun Mrs. Puff secara instan? Mungkin ada, tapi itu untuk ikan buntal saja. He Revan terlalu sering menonton cerita dari bawah laut itu. Ahh kenapa Risa malah menilai hal yang sama sekali tidak penting itu? "Kita balik ke kelas aja Yangg," rengek dipojok sana, siapa lagi kalau bukan Faye. Sementara Nathan hanya mengangguk dengan wajah datarnya permintaan permintaan princess- nya itu. Bahkan sepertinya mereka belum sempat memesan makanan. Setelah dua sejoli itu menjauh dari kantin, Revan terbahak. Namun tidak berlangsung lama, jangan lupakan Risa yang sedari tadi sudah tidak tahan dengan drama menyebalkan Revan. Tanpa ragu Risa menjambak rambut bocah sableng itu sehingga membuat empunya meringis kesakitan. "Eh nyetmo, maksud lo apa ngatain gue gendut hah?" rutuk Risa dengan posisi tangan yang masih menjambak kasar kepala Revan. "Geer banget lo Ris, yang ngatain lo gendut siapa?" sahut Revan tak terima. "Lah tadi kan lo bilang gue gendutan, jangan kira kuping gue budeg!" "Iya Van, bukannya lo tadi ngatain Risa gendutan ya?" sambung Nadya. "Gue gak ngatain Risa," sahut Revan, datar. "Terus?" tanya mereka semua serempak. "Kita lihat beberapa bulan lagi," ---- Salsa sedang sibuk membaca novel yang baru saja dia beli di toko buku kemarin. Dia sangat menyukai novel bergenre teenfiction dan romance. Salsa berharap, suatu saat nanti dia bisa membuka perpustakaan pribadi jika koleksi novelnya sudah memenuhi rak yang ada. "Eh yayang Salsa rajin bener baca ceritanya," sapa seseorang yang baru saja menduduki bangku kosong disamping Salsa. Salsa tidak menggubris sapaan dari Reza. Akhir-akhir ini si kemayu itu sangat sering mengganggu ketenangan dan ketentraman Salsa. Dari sekian banyaknya cewek dikelas ini, kenapa harus Salsa yang terus-terusan diganggunya? "Salsa, jangan cuek gitu ngapah sama bang Rezya," celetuk Reza dengan kedua tangan dilipat diatas meja yang dijadikan sebagai tumpuan untuk meletakkan dagunya. Tidak peduli, Salsa memakaikan headset ditelinganya dan mendengarkan musik tanpa menganggap keberadaan banci kuda poni yang dari tadi mengganggunya itu. "Wah wah pantesan ninggalin kita semua di kantin, ternyata mau ngelanjutin pacaran toh" ejek Nadya yang baru saja memasuki ruang kelas sehabis dari kantin bersama dengan yang lainnya. "Demi tuan krab si kepiting yang memiliki anak segede ikan paus seperti Pearl Krabs, sejak kapan mereka berdua akur?" tambah Diva bertanya-tanya. "Baru aja pelukan sama Adit, sekarang udah di booking sama Rezya aja lo Sal," sambung Revan sambil terbahak melihat Salsa yang duduk bersebelahan dengan Reza. "Mulut lo Van, mau ditabok?" cetus Risa sambil mencubit kuat lengan Revan. "Sini tabok kalo berani, pake bibir lo tapinya." sahut Revan dengan cengiran khasnya. "Dih. c***l lo!" rutuk Risa. Salsa sama sekali tidak memperdulikan celotehan teman-temannya. Suara mereka terdengar samar ditelinganya, namun sudah jelas mereka seperti sedang mengejek Salsa. Entah apa yang mereka bicarakan. Salsa tidak tau dan tidak mau tau. "Kira-kira Salsa ngedengerin musik volumenya kenceng banget kali ya sampe gak respon gitu, Reza juga ngapain dia tuh nutupin muka pake buku, biar ditutupi pake apa juga tetep aja jelek." celetuk Arina. "Udah ah, mending kita duduk ditempat masing-masing daripada ngurusin Salsa." usul Diva diiringi anggukan oleh Risa, Nadya, Arina serta Rara. "Za, minggir ah gue mau duduk." ucap Risa namun tidak mendapat respon dari si pemilik nama. "Woi! b***k lo?" teriak Risa. Masih tidak ada jawaban, akhirnya Risa memutuskan mengambil buku yang sedari tadi digunakan Reza untuk menutupi wajahnya. Risa membulatkan bola matanya sempurna, "REZAAAA! KENAPA BUKU GUE LO ILERINNN?!" teriak Risa menggelegar, membuat seluruh murid dikelas itu menoleh ke sumber suara. Begitu juga dengan Salsa, bahkan dia tidak tahu bahwa banci kuda poni itu sedang tertidur disampingnya. Reza terbangun dengan tampang watados-nya. Lihat, betapa menyebalkannya banci kuda poni itu. "Pergi lo dari tempat duduk ge Za!" usir Risa dengan melemparkan buku itu ke arah Reza. "Udah lah Ris, biarin aja Reza duduk disitu, emang lo nggak takut kalo iler Reza masih tersisa di meja lo?" sahut Revan diiringi gelak tawanya yang pecah. "Iya juga sih, gue duduk sama lo ya." pinta Risa. "Itu yang gue mau," sahut Revan sambil menoyor pelan kepala Risa. "Laahh kalo lo sama Revan, masa iya gue duduk sama dia?!" teriak Salsa sambil menatap angkuh Reza. Namun Risa hanya menjulurkan lidahnya, dia tetap duduk sebangku dengan Revan tanpa memperdulikan teriakan Salsa. "Dasar teman laknat!" ---- Hari Jum'at seperti kebanyakan sekolah biasanya, mereka pulang lebih awal. Setelah memasukkan buku dan alat tulis lainnya kedalam tas masing-masing, mereka saling berpamitan lalu pulang. "Risaa kak Aldi nungguin lo didepan kelas noh, samperin gih." ucap Rara sambil menunjuk ambang pintu dengan dagunya. "Hah? Ngapain?" tanya Risa. "Mana gue tau, mending lo samperin. Gue pulang duluan ya, bhayy!" sahut Rara sambil berjalan terburu-buru keluar kelas. Seperti yang diucapkan Rara tadi, Risa yang baru saja membereskan alat tulisnya segera menghampiri Aldi. Saat Risa keluar dari pintu, "Jadi pulang bareng gue kan?" ucap Aldi. Risa mengusap dadanya, kaget. “Ngagetin gue aja lo kak,” cetus Risa. Aldi menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, "Iya deh maaf, yaudah kita langsung ke parkiran aja yuk," ajak Aldi. "Gak usah, Risa pulang bareng gue Al," sahut Revan dengan tatapan tidak senang sambil menggenggam erat tangan Risa. Aldi mengangkat satu alisnya, "Tapi Risa bilang dia mau pulang bareng gue, kenapa lo yang nyahut Van?" "Karena sekarang Risa milik gue,"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN