9. Salam Perpisahan

1044 Kata
Kedatangan para Putri Raja diberitakan kepada seluruh penghuni istana begitu kendaraan yang ditumpangi oleh Putri memasuki gerbang istana. Ratu berjaga sepanjang malam di sisi Raja, meski lelah namun ia tetap bersiap menyambut kepulangan para Putri yang telah dinantikannya dengan berdiri di pintu depan istana. Mengawasi satu persatu Putri turun dari kendaraan yang mengantarkan mereka. Kondisi yang sama juga para Putri alami sepanjang perjalanan kembali, lelah dan tidak bisa menenangkan pikiran sebelum mereka memastikan, melihat dan bertemu sendiri dengan Ayahanda. Satu demi satu Putri Sarah, Putri Eleanor, Putri Racheal dan Putri Ethel keluar dari dalam mobil dan langsung berlari kecil menuju pelukan Ratu. “Ohh Putri-Putriku...” lirih sang Ratu, air mata kesedihan kembali jatuh saat merasakan kehangatan sentuhan putri-putrinya yang kali ini terasa nyata. Bersamaan dengan kenyataan yang datang kembali menghantan kesadaram seluruh keluarga Raja tentang situasi apa yang tengah mereka hadapi. Dan kekuatan hati yang perlu mereka persiapkan menerima suratan takdir berikutnya. “Maafkan kami kembali dalam keadaan kurang pantas seperti ini Ibunda, kami terlalu panik dan langsung bergegas pulang...” Ucap Putri Racheal mewakili saudari-saudarinya. Tidak ada waktu untuk memperhatikan penampilan, bahkan untuk mengemasi barang-barang mereka di asrama sekolah. Semua mereka tinggalkan dan pulang dalam keadaan apa adanya. “Yang terpenting kalian kembali dengan selamat.” Ratu membelai satu persatu wajah putrinya. “Apa Ayahanda terlelap saat ini?” Tanya Putri Sarah. “Tidak, Beliau menunggu kalian...” Ratu mengajak putri-putrinya masuk ke dalam istana, langsung menuju kamar peristirahatan Raja. Setiap langkah kaki yang mereka ambil oleh para Putri, semakin dekat bertemu dengan Raja terasa semakin berat dalam setiap ayunan langkahnya. Dalam hati serasa ada bisikan bahwa begitu Putri dan Raja bertemu maka akan menjadi saat terakhir kebersamaan mereka. Putri Eleanor berjalan paling tertinggal di belakang dari saudari-saudarinya, tidak sanggup mengatasi ketakutan yang menjalar menguasai hatinya. Ratu berpaling ke belakang, memahami keresahan putrinya yang biasa berkarakter tegas dalam keseharian tapi paling rapuh saat mengalami krisis. Ratu mendekap Putri Eleanor kuat namun lembut di saat bersamaan, seraya berkata. “Jangan buat Ayahanda menunggu lebih lama Elea...” Sebutnya dengan nama panggilan kesayangan yang selalu terucap saat Raja memanggil Putrinya manja. Tangis terisak kembali pecah, Putri Eleanor mengangguk lemah, menggigit bibir bawahnya, menguatkan diri meredam suara tangisan keluar. “Suamiku... Putri-Putrimu telah datang untuk bertemu denganmu...” Kabar Ratu ketika mereka memasuki ruang peristirahatan Raja. “Kaliankah itu di sana? Datang mendekatlah padaku agar aku bisa melihat rupa kalian dengan jelas...” Pinta Raja, suaranya terdengar samar dan lemah. Putri Ethel memimpin langkah di depan adik-adiknya, kepalangan tangannya tergenggam erat mengatasi kesedihan dan mengumpulkan keberanian diri untuk menghadapi Ayahanda memenuhi panggilannya. Melihat kondisi sang Ayah yang tak berdaya di pembaringan, anak mana yang tidak menjadi lemah secara emosional. Dan mungkin ini akan menjadi saat-saat terakhirnya. “Maafkan aku karena baru bisa menemui Ayahanda sekarang... Sudah sepantasnya sebagai Putri aku menjaga dan mendampingi di sisi Ayahanda selalu.” Ratap penyesalan Putri Ethel, sebagai Putri pertama ia merasa lalai menjalankan tugas dan kewajibannya. “Jangan berkata begitu. Tidak ada dari semua Putriku yang perlu disesalkan... Kalian adalah kebahagiaan dan kebangganku sejak kalian hadir dalam istana dan kerajaan ini.” Di kehamilan pertama saat Raja mengetahui Ratu mengandung anak kembar yang langsung dikarunia empat putri cantik jelita, Raja merasa karunia luar biasa datang pada keluarga kerajaan mereka. Seakan memiliki seisi dunia, Raja merasa dapat melakukan apa pun. Walau kerabat kerajaan menyayangkan kekosongan posisi Putra Mahkota yang telah mereka tunggu-tunggu kehadirannya. Apa pun pendapat orang Raja dan Ratu tidak ambil perduli, bagi mereka kelahiran seorang Putri juga merupakan sumber kekuatan bagi keluarga kerajaan sama besarnya seperti kelahiran seorang Pangeran. Raja melanjutkan ucapannya. “Ingatlah selalu bahwa aku selalu bersama kalian, mendukung kalian meski tidak lagi terlihat dalam pandangan mata. Doa dan harapanku menyertai kalian sampai di kehidupan setelah kematian...” “Ayahanda! Jangan berkata seperti itu...” Putri Sarah menggeleng kuat, menyangkal kata-kata terakhir yang Raja ucapkan. “Ini bisa jadi adalah pesan terakhir dariku untuk kalian. Dengarkan dan ingatlah baik-baik...” Untuk sesaat keheningan cukup lama menguasai keadaan, jeda panjang karena tangisan para Putri membuat Raja menunggu putrinya merasa tenang untuk melanjutkan penyampaian wasiat terakhirnya. “Jangan bersedih terlalu lama karena semua kesulitan dan kesedihan akan terobati seiring waktu berlalu. Dan jaga para Putri dan Pangeran untukku... Maafkan Ayah karena meninggalkan kalian secepat ini dan mewarisi kalian dengan semua beban dan tanggung jawab.” Sedikitnya Raja merasa tenang karena Putri saling memiliki keberadaan satu sama lain, mereka tidak akan merasa sendiri dan Raja percaya bahwa Putri-Putrinya mampu melakukan apa pun bahkan lebih baik dari dirinya. “Aku percaya kalian dapat melakukannya dengan baik, lebih baik dari apa yang telah aku capai selama ini. Dan untuk Pangeran,” Raja tak kuasa menitikan air mata bila teringat harus meninggalkan Pangeran Zeal saat masih amat kecil. Sebelum ia memiliki memori, mampu menyimpan kenangan bersama Ayahanda. Lebih lagi karena takdir hidup yang harus Pangeran hadapi nanti. “Kalian harus berhasil apa pun caraya! Keberlangsungan hidup keluarga kerajaan dan Pangeran ada di tangan kalian...” Kepergian Raja hari itu dalam suasana kehangatan karena seluruh keluarga hadir dan berada di sisinya pada detik-detik terakhir. Walau Pangeran Zeal dan Putri Eriol masih terlalu kecil untuk dapat mengingat peristiwa saat itu. Duka mendalam bagi keluarga kerajaan setelah kepergian Raja untuk selamanya. Pesan terakhir yang diwariskan Raja kepada empat putrinya masih terus terngiang hingga detik ini. Takdir yang ditakutkan seluruh keluarga kerajaan pada hari kehadirannya akan segera tiba bagi Pangeran Zeal. Sekuat kehendak hati menolak dan menyangkalnya suratan itu, tidak akan merubah takdir Putra Mahkota yang sudah tersirat dan tercatat bersamaan kelahirannya. “Hadirin sekalian diharapkan berdiri.” Pinta pemandu acara mengabarkan kehadiran Ratu Ethel dalam aula istana. Semua barisan tamu yang hadir menjaga tatapan mata tetap rendah menghormati Ratu saat berjalan melewati mereka menuju singgahsana kerajaan. Peringatan dan penghormatan kepada mendiang Raja akan dipimpin oleh Ratu Ethel. Di dalam istana upacara digelar dan dihadiri keluarga kerajaan, kerabat dekat dan seluruh abdi istana. Sementara di saat bersamaan juga digelar acara serupa di tempat terpisah. Di luar istana peringatan kepada mendiang Raja terbuka dihadiri bagi siapa pun seluruh rakyat negeri. Mengenang dan menghormati sosok tercinta yang pernah dimiliki bangsa Zerestria, acara hari itu berakhir damai dan tentram tanpa ada kasus atau muncul masalah berkaitan konflik dalam negeri yang akhir-akhir ini memanas antara pemerintah dan rakyat. ***chapter 9-Fin    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN