4. Kehadiran yang Tak Disambut

1074 Kata
Hari itu pada acara peresmian Badan Amal yang Putri Eriol dirikan, Ratu menghadirinya sebagai bentuk dukungan moral. Akan tetapi insiden tidak terduga terjadi selama acara berlangsung. Rakyat sekitar mendengar kehadiran Ratu Ethel di sana datang secara masal menyuarakan protes dan melakukan aksi demo. “Jangan tunjukkan wajahmu di sini! Pergi dari sini!” Hardik pedemo. Dan seruan-seruan lain terus terdengar lantang dari barisan aksi, dari setiap mulut. “Bila masih punya kesadaran, cabut titah kerajaan sekarang! Batalkan undang-undang yang memberatkan rakyat!” “Turun dari posisimu sekarang! Kami tidak membutuhkan pemimpin yang tidak berpihak pada rakyat!” Mereka juga bertindak agresif dengan melempari telur busuk sampai mengutuk Ratu dengan makian kasar. Berkat kesigapan dan lapisan pengawal yang berjaga, Ratu segera dievakuasi ke tempat aman. Putri Eriol tidak mengira acaranya akan berubah menjadi situasi ancaman seperti ini. Melempar telur dan kata makian pada Ratu adalah kesalahan besar bentuk penghinaan bahkan pemberontakan dengan konsekuensi hukuman berat penjara hingga hukum penggal kepala. Semua yang berkhianat pasti dihukum mati.  “Kakak maafkan aku.. Aku tidak menyangka hal ini terjadi...” Suara Putri Eriol bergetar karena isakan tangis. Luapan emosi yang tak dapat ditahan karena rasa bersalah juga cemas kejadian ini bisa melukai hati kakaknya. Ya seharusnya Putri Eriol lebih pengertian dengan gejolak sentimen panas yang terasa di masyarakat terhadap Ratu saat ini, tidak sepatutnya Putri Eriol memaksakan keinginan dan egonya untuk Ratu hadir menyaksikan sendiri acara peresmian ini. “Putri jangan salahkan dirimu... Aku baik-baik saja.” Ratu menghapus air mata Putri Eriol dengan sentuhan lembut. “Tidak Kak, jika aku tidak meminta Kakak datang―” “Sudah cukup, hari ini momen bersejarah untukmu yang seharusnya kita rayakan dengan perasaan bahagia.” Ratu Ethel yang diserang dan ditolak rakyat tapi saat ini dirinya malah justru menghibur hati Putri Eriol. Ya, kejadian ini mungkin terlalu berat untuk Putri Eriol saksikan dan membuatnya syok, sulit menerima. Sementara Ratu belakangan ini memang bertemu kejadian serupa bila menghadiri acara terbuka secara publik, hanya tidak ada di antara keluarga kerajaan yang tahu. Ratu merahasiakannya sendiri dan memerintahkan semua penjaga yang mengetahui hal ini agar tutup mulut. Ratu diam-diam menyayangkan insiden kali ini terjadi di hadapan Putri Eriol. “Ratu-ku, apa yang harus hamba lakukan dengan mereka semua?” Tanya Karl. Semua rakyat yang berada di barisan demo langsung diringkus di tempat oleh pengawal kerajaan. “Lupakan kajadian tadi. Bebaskan mereka semua.” Hal terpenting bagi Ratu saat ini adalah menenangkan Putri Eriol yang masih trauma dengan peristiwa tadi. Hati Putri Eriol polos dan lugu, pasti berat menyaksikan kenyataan negeri ini yang memang kian tahun mengalami krisis semakin serius. Putri Eriol masih terlalu muda untuk memahami politik pemerintahan atau pun belum cukup siap menghadapi sisi gelap dan kenyataan pahit bagaimana kerasnya hidup sebagai bagian dari keluarga kerajaan. Ratu selama ini menjaga saudari bungsunya dengan sangat hati-hati, mengharapkan hanya hal-hal baik yang terjadi pada hari-hari Putri Eriol. Tapi selamanya rencana tidak terus berjalan sesuai keinginan, ada hal-hal yang tetap akan terjadi diluar kuasa dan kendali Ratu. Saat itu bila bukan atas kemurahan hati Ratu, rakyat yang telah berdosa membuat kesalahan dengan penghinaan terhadap pemimpin negeri dan keluarga kerajaan pasti semua telah tertangkap dijebloskan dalam penjara. *** Cerita Ratu berakhir, ekspresi tegang, cemas dan sedih bercampur tersirat jelas di wajah Putri Racheal dan Putri Irene tunjukkan saat ini. Mereka tidak bisa menutupi perasaan hati setelah mendengar cerita Ratu tentang peristiwa kemarin. “Karena kalian telah mendengar kabar ini, maka aku menceritakannya. Tapi, cukup simpan untuk kalian saja dan jangan ceritakan lagi ini pada siapa pun. Termasuk Ibunda.” Pesan Ratu pada kedua adiknya. “Kakak sungguh baik-baik saja? Lalu Eriol bagaimana?” Tanya Putri Racheal. Pasti kejadian itu juga mempengaruhi Putri Eriol, pikirnya. “Eriol masih di sana menyelesaikan pekerjaannya. Bila kurenungkan sekarang, aku bersyukur kejadian kemarin hanya menimpa diriku. Eriol baik-baik saja dan selama ini diterima oleh mereka tanpa terjadi apa pun padanya. Sentimen keras itu hanya diarahkan padaku. Bukankah itu masih patut untuk kita syukuri?” “Ya ampun Kakak ini...” Putri Irene jemu mendengar Ratu masih saja di saat ini berkerja keras memahami rakyat setelah mendapat perlakuan seperti itu. “Putri! Jaga sikapmu. Tidak pantas berkata seperti itu pada Ratu!” Tegur keras Putri Racheal mendisiplinkan adiknya. “Maafkan saya Ratu.. Saya lancang bersikap terlalu santai hingga lalai...” Maksud hati Putri Irene adalah menginginkan kakaknya tidak memaksakan diri. Setidaknya kepada mereka Ratu bisa mencurahkan keluh-kesah, melepas jabatan pemimpin negeri dan semua peran sebagai kepala kerajaan. Cukup menjadi dirinya sendiri, seorang pemilik nama Ethel A. Halsten tanpa embel-embel de Zerestria menempel di belakang namanya. Apalagi gelar The Queen of Zerestria Kingdom sebelum nama Ethel. “Sudahlah Racheal, bukankah hanya ada kita saja di sini. Lupakan protokol dan formalitas.” Itu kata-kata yang selalu Ratu sampaikan pada adik-adiknya jika mereka berkumpul. Bukankah akan sangat melelahkan bila terus menjaga sikap kaku sepanjang waktu. Terdengar suara ketukan di pintu ruang kerja pribadi Ratu, datang dari arah luar. Suara sekretaris pribadi Ratu― Kyle, terdengar di balik pintu. “Yang Mulia Ratu, Putra Mahkota meminta izin bertemu.” “Biarkan Pangeran masuk.” Pintu terbuka, Pangeran Zeal memberi salam hormat di depan ambang pintu bahkan sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam. Ini tatap muka pertamanya menghadap Ratu Ethel di hari ini, selain itu ia juga sudah mendengar bahwa Putri Racheal dan Putri Irene berada di dalam bersama Ratu. Maka dari itu sikap dan etiket Pangeran Zeal sangat ia perhatikan sendiri, tidak ingin menunjukkan kesalahan, berusaha tampil terbaik. Karena Pangeran amat sadari bahwa semua perhatian kakak-kakaknya selalu berpusat pada dirinya saat mereka bersama. “Salam hormatku untuk Ratu Ethel. Dan juga kepada Putri Irene dan Putri Racheal selamat datang, selamat kembali di istana...” Sapa Pangeran Zeal. “Kemari Zeal, duduk bersama kami.” Pinta Ratu. “Terima kasih Ratu...” Pangeran Zeal melangkah masuk ke dalam ruangan. Pintu kembali tertutup rapat. Baru berapa langkah, belum sampai langkah kaki Pangeran Zeal tiba ke tempat Ratu dan Putri duduk. Putri Racheal dan Putri Irene berdiri, berlari ke arah Pangeran Zeal menerjang tanpa ragu seraya mendekap erat satu-satunya saudara laki-laki dalam silsilah kerajaan itu. Ratu Ethel tersenyum menyaksikan gambaran hangat luapan kerinduan pertemuan keluarga kerajaan yang terpisah lama. Memaklumi apa yang Putri Irene dan Putri Racheal rasakan. Mereka berdua tidak tinggal di istana dan Pangeran Zeal tidak pernah sekali pun meninggalkan istana sepanjang hidupnya. Karena alasan itulah mereka berperilaku seperti ini, setidaknya para Putri sudah mencoba menahan diri menjaga sikap tidak melakukannya di hadapan orang lain. ***chapter 4-Fin
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN