Bab 40

1152 Kata
Bola air yang kenyal dan memiliki ruang udara di dalamnya ketika ada manusia. Sungguh sesuatu yang langka dan juga menakjubkan. Sayangnya, tempat itu merupakan belenggu bagi Emma. Gadis berusia sepuluh tahun itu merasa tertekan, tercekik, dan kesulitan bernafas. Karena berada di dalam ruang sempit adalah hal traumatis baginya. Maish misteri, kenapa Emma mengalami gangguang-gangguang kecemasan tersebut. “Aku harus keluar dari sini.” Emma berusaha memukul benda kenyal itu berulang kali, tapi hasilnya tetap sama, yaitu nihil. Semakin gadis tersebut berusaha, tenaganya akan semakin terkuras. Lagi dan lagi guncangan hebat terjadi. Tembok yang berasal dari tanah liat pun rentak seketika, tak lama kemudian tembok itu hancur lebur. Ternyata Emma berada di dalam ruangan yang sangat luas. Sisi kanan terdapat beberapa mesin yang usang, lalu sisi kiri kosong melompong. Sementara keberadaannya tak jauh dari pintu keluar. Emma pun berusaha menggerakkan bola itu dengan susah payah. Meski sulit tapi ia berupaya mencobanya. “Sedikit lagi,” kata gadis itu penuh semangat. Namun Emma tidak menyadari kalau ada kabel listrik yang putus sehingga menyebabkan percikan api. Naasnya kabel itu dekat dengan tong minyak. Ada sedikit minyak yang tercecer di lantai, membentuk genangan air. Kebel yang memercikan api itu menjalar melalui genangan minyak, merembet cepat menuju ke tong. Tidak lama kemudian, sebuah ledakan pun terjadi cukup dahsyat. Emely dan Hans yang melihat gedung tua terbakar sontak langsung datang mendekat. “Emma!” panggil Hans penuh keyakinan. “Apakah Emma di dalam sana!” Emely sudah merasa frustasi melihat api yang berkobar hebat. “Katakan padaku, Hans?” “Aku tak yakin, tapi ketika aku bersamanya aku mencium bau minyak,” tutur Hans terlihat panik. “Emma...!” panggil Emely lagi dengan putus asa. Gadis itu hendak masuk ke kobaran api, tapi dicegah oleh Hans karena sangat berbahaya. “Lepaskan aku..., aku harus menolong Emma!” teriak Emely cukup keras. Lalu, diwaktu yang sama Zack yang mendengar ledakan itu bergegas menghampiri tempat kejadian. “Justin, Steve! Kita ke tempat kebakaran.” Perasaan pria itu sangat gelisah tak menentu, seperti merasakan persaan sakit yang tak bisa digambarkan. “Kita ikuti dia?” tanya Steve dengan wajah lelahnya. “Emma belum ditemukan. Pasti Zack merasakan sesuatu.” Justin pun pergi ke lokasi dengan kekuatan airnya. Begitu sampai, Zack sudah dipukuli oleh Emely. “Apa yang terjadi?” tanya Steve tak mengerti. “Emma di dalam gudang itu! Semua salahnya! Jika kau tak masuk dalam kehidupan kami!” Emely menangis terisa, terus saja menuding Zack tiada henti. Pria yang mendapat pukulan hanya berdiam diri, tak bisa berpikir dengan jernih. Baru kemarin, mereka saling bicara berdua dan mulai dekat, tapi apa yang terjadi sekarang? Apakah benar Emma ada di dalam sana? Zack sendiri juga tak yakin. Akan tetapi jika membayangkannya lebih jauh lagi, dadanya sangat sesak tak terhankan. Melihat kondisi Zack, Justin pun langsung memadamkan api dengan kekuatan airnya. Bunyi sirine pun tiba-tiba terdnegar di telinga mereka. “Kita harus pergi dari sini,” kata Steve mulai panik. Namun belum sempat melangkahkan kaki, ledakan besar terjadi lagi. Justin tak bsia mengabaikannya begitu saja. “Hipnotis mereka, Steve. Aku tahu kau punya kemampuan itu!” teriak Justin sambil mengumpulkan energinya. Ada air panjang yang mengguyur gudang itu dengan cepat. “Sial! Kau selalu tahu apa rahasiaku.” Steve tak punya pilihan lain lagi karena rahasianya terbingkar. Ia melakukan hipnotis besar-besaran kepada semua orang yang ada di sana, bahkan gelombang jangkauannya dapat mencangkup seluruh kota. “Hans..., bawa Emely kembali ke rumahnya!” teriak Justin sambil mengendalikan airnya dengan baik. Snagat sulit memecah kosentrasi sebab kelelahan yang di alami. “Zack, kau bisa menekan api itu bukan?” tanyanya sambil melirik sekilas ke arah pria itu. Justin terkejut karena pandangan mata Zack sangat kosong, seolah jiwanya mati. “Apa yang dilakukan pria bodoh itu?” geramnya tertahan. Ia tak bisa membuang energinya untuk berteriak karena kosentrasi memadamkan api. “Sialan!” Baru kali ini Justin kesal dengan Zack yang tampak tidka berguna sama sekali. Hans yang masih berusaha memapah Emely pun kebingungan mendengar umpatannya. “Em..., kita harus pergi dari sini,” pinta Hans dengan lembut. “Emma...,” ucap Emely terus meneteskan air mata. Gadis itu merasa dunianya runtuh seketika melihat kobaran api yang baru saja padam. Ia bahkan berteriak cukup keras sampai pingsan. “Cepat bawa dia pergi, Hans.” Justin pun mulai mengendendurkan kekuatannya. “Iya... aku pergi.” Hans pun menggendong Emely yang masih pingsan. Setelah mereka menjauh. Justin mulai mendekati, namun langkahnya terhenti saat melihat kalungnya bersinar. Di depan, gedung terbakar. Entah berkah atau mala petaka bagi mereka karena batu kehidupan elemen tanah terdapat di dalam gedung yang habis terbakar. “Sangat tak masuk akal. Tidak ada apapun sama sekali.” Justin memperhatikan kalung itu degan seksama, lalu menatap ke arah Zack yang tampak sedih. “Oh Shit...! Mereka belum kenal lama, tapi sudah menjalin hubungan yang dalam. Emma benar-benar luar biasa.” Justin tak menyangka kalau semuanya akan berhasil sesuai dengan rencana yang disusun. “Zack...,” panggil Justin hati-hati. Steve yang baru saja menyelesaikan misi pun ikut mendekatinya. “Apakah dia baik-baik saja? Dia terlihat seperti zombie.” Steve bergidik negroi ketika melihat wajah suram milik Zack. “Tutup mulutmu! Dia sedang frustasi.” Zack tetap diam meskipun mendengar mereka berceloteh membicarkannya. Tatapan yang dalam dan kosong itu terus tertuju pada bekas gudang yang sudah tinggal puing-pungnya saja. Tanpa sadar, kakinya melangkah, dan lebih mengejutkan air matanya menetes. Perasaan manusia ternyata seperti itu, banyak emosi dan begitu komplek. Zack yang dulu menjadi naga, seorang hewan yang tak memiliki perasaan sama sekali menjadi sedikt terguncang. Rasa cinta, kasih sayang, dan kebencian yang di terimanya baru-baru ini adalah perasaaan asing yang menggerogoti tubuhnya. “Emma....” Akhirnya nama gadis itu keluar dari mulutnya. Begitu nama tersebut keluar, gadis ada getaran tiba-tiba yang terjadi. “Kenapa tanah ikut fruastasi juga?” Steve langsung jongkok memegang tanah yang muali retak. Sementara Justin terbengong. “Apa yang kau lihat, Jus?” Pria itu juga ikut mendok, ternyata ada sebuah batu berbentuk bulat keluar dari dalam tanah. “Astaga....! Dari mana benda besar itu berasal?” Steve ikut melongo melihat batu berbentuk bulat itu bergerak menggelinding ke arah mereka. Semakin benda itu bergerak, getaran pun semakin kuat. “Lakukan sesuatu, Jus!” teriak Steve dengan panik. Justin yang kekuatannya terkuras habis berusaha menghalangi batu itu menuju ke arah mereka dengan air. Namun tetap saja rencana itu gagal, dan batu terus berjalan. Yang mengherankan, batu tersebut berhenti di depan Zack. Semuanya terkejut, bahkan Zack sekalipun. Sejak kapan ada batu yang berdiri di depannya, bahkan ia tak menyadarinya sama sekali. Pria itu pun diam, meraba batu itu tanpa paksaan sama sekali. Semakin Zack menyentuh batu itu, kalung Justin pun bersinar terang dan sangat menyilaukan. Tanah liat menggumpal seperti batu. Ternyata, semua yang ada di dipikiran mereka salah. Batu itu bukanlah batu, melainkan tanah liat yang menggumpal menyerupai batu. “Aku harus memelehkan tanah liat itu,” gumam Justin sudah mempersiapkan energinya kembali terakhirnya. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN