Bab 33

1148 Kata
Amerta hanya bisa meringkuk di kamarnya karena kedinginan. Karena cuaca di Negara Adeus seperti kutub utara, yang dilakukan untuk mengurangi rasa dingin menusuk adalah menggunakan pakaian tebal. Jika saja kekuatan yang dimiliki tidak hilang, tentu ia akan baik-baik saja. Apakah Amerta menyesal? Tentu saja tidak. Karena hidupnya didedikasikan untuk Planet Aques. Sejak turun temurun, keluarga Amertalah yang mengurus naga dengan baik dan bijak. Sayangnya Ares tak pernah mau menjalin hubungan dengan naga lain untuk membuat keturunan. Kadang ia sendiri merasa frustasi dengan hewan tersebut. “Huh..., aku sedikit merindukannya,” gumam Amerta berjalan di depan tungku perapian. Suara pintu pun diketuk oleh seseorang. Ketika hendak membukanya, orang itu duluan masuk ke dalam kamar. “Kau! Apa yang kau lakukan disini?” tanya Amerta cukup waspada. “Jika bukan karena perintah raja, aku tak sudi datang kemari.” Pria itu duduk dengan tenang. Dia terlihat tampan ketika berada di ruangan terang. “Apa maumu?” tanya Amerta dengan sengit. “Ayolah, Amerta..., kau sendiri tak punya kemampuan untuk mengusirku. Tubuhmu ringkih dan lemah itu sudah tak bisa melakuakn banyak hal.” Amerta hanya bisa diam, meskipun hatinya begitu dongkol. Meskipun begitu, apa yang dikatakan oleh pria itu benar adanya. “Aku Kennet. Dan secara terbuka akan mengawasimu di bawah Raja Adeus.” Kennet tak akan menyembuyikan apapun didepan Amerta yang lemah. “Apakah kau tak takut aku berpaling, mengingat aku adalah penghianat.” Amerta berkata cukup tenang sampai membuat perasaan Kennet bingung. “Tinggal eksekusi saja,” jawabnya dengan asal. Tawa Amerta pecah seketika, Justin ternyata mengirim orang naif seperti Kennet. Disaat orang suruhan mengawasi dengan sembunyi, dia malah secara terang-terangan. “Rajamu adalah Raja Risius, bagaimana bisa kau bekerja dibawah Raja Adeus?” tanya Amerta sengaja memprovokasi Kennet. Kennet diam, hanya menampilkan senyumnya saja. Ia bangkit, seolah tak mendnegra perkataan Amerta yang sengaja mengadu domba. “Aku pergi. Aku akan terus mengawasimu dari dekat, maupun dari jauh.” Kennet bukanlah ornag yang bisa diremehkan. Dengan kekuasaan dan kepercayaan dari dua raja, ia bisa melakukan apa saja, termasuk membunh Amerta sekalipun. Tapi, semua itu tak mungkin dilakukannya, karena pria itu adalah orang setia. Rumah Emma Sepanjang hari, Zack hanya diam mengikuti kemana Emma pergi. Pasifnya gadis itu membuat hari Zack semakin terasa lama dan menjenuhkan. Sampai akhirnya ada kejadian yang tak terduga, Emma sengaja memecahkan guci karena beberapa pelayan teelah membicarakannya. “Apa yang terjadi?” tanya Zack yang tadinya beristirahat sebentar. “Kami tidak tahu, karena nona yang memecahkan guci itu.” Satu dari dua pelayan angkat suara. Tubuh mereka pun bergetar, takut bila dimarahi. Zack pun beralih pandang ke Emma. “Hei, Bocah. Pergi ke kamar. Aku akan membereskan ini.” Emma diam ditempat, meantap snegit ke dua pelayan. Zack melihat dua pelayan itu sedang menundukkan kepala. “Jadi, apa yang kalian lakukan sehingga Emma bersikap seperti itu?” Gadis cilik itu membeku ketika Zack memberi pembelaan. Jika Emely atau Niken yang ada di dekatnya, pasti selalu saja menyalahkannya. “K-kami tidak,” jawab mereka serempak. Keduanya langsung bersujut memohon ampun. “Kami salah..., kami tak akan mengulanginya lagi. Jangan pecat kami.” “Kami minta maaf....” Zack menghela nafas kasar, “Bersihkan kekacauan itu.” Pria tersebut mengajak Emma masuk ke dalam kamar. “Jika kau mengalami kesulitan, tinggal bicara padaku.” Emma pun mengeluarkan kertas untuk menulis. Cukup lama Zack menanti apa yang ditulis bocah itu. Mereka mengolokku karena aku tak bicara. “Makanya kau harus mulai bicara. Apakah sesulit itu? Sebenarnya, apa yang kau inginkan?” Zack disini juga frustasi. Belum genap sehari, kepalanya sudha pusing luar biasa. Aku kira kau berbeda, ternyata kau sama saja. Emma membuang muka ke arah lain, menatap dua burung yang melintas melewati jendela. Tidak peduli semua orang yang ditemui, tetap saja ia disalahkan. “Hey, Bocah! Aku sudah cukup sabar bersamamu!” Zack pun pergi menghantam pintu cukup kasar membuat para pelayan yang ada disana tersentak. “Apa!” tantangnya cukup jelas. Para pelayan langsung bergegas pergi meninggalkan Zack sendirian, tentu mereka slaing bergosip satu sama lain. “Dia sangat kasar. Kenapa Dokter Niken mau mempekerjakan dia sebagai pengasuh?” “Kau benar... apa mungkin penilaian Dokter Niken sudah turun kasta.” Mereka pun tertawa cekikikan. Hal itu tentu didengar oleh Zack yang memeliki indera pendengaran tajam. “Memang mulut manusia sangat busuk!” geram Zack tertahan. “Apa yang kau lakukan?” tanya seseorang tiba-tiba. Zack menoleh, mukanya langsung masam saat melihat Steve datang bersama dengan dua pria berbadan tinggi besar. “Justru aku yang seharusnya tanya, kenapa kau ada disini? Kapan kau masuk?” Zack celingak-celinguk, mencari keberadaan Justin, tapi pria itu tak ada. “Lupakan Justin. Aku datang memberitahumu sesuatu.” Steve menyeret Zack menjauh dari rumah tersebut. “Katakan..., aku tak mau membuang waktu.” “Bung, kau tahu bukan aku juga tak sudi bertemu dneganmu. Malah aku bahagia kau sedikit menjauh dariku.” Oh Man, perkataan Steve begitu menyakiti hati Zack. “Kau ingin mati!” “No..., malam ini kau jangan tidur.” Steve memberikan sebuah berkas kepada Zack. “Baru-baru ini ada kasus anak dijual. Dan aku yakin Emma akan menjadi korban selanjutnya. Tapi karena kondisi Emma yang kaya raya, besar kemungkinan penculik akan minta tebusan.” “Dari mana kau tahu?” “Ayolah..., aku si penguasa Steve William. Seorang model sekaligus pemimpin perusahaan ternama,” katanya dengan bangga. “Pulang sana! Biarkan Emma menjadi urursanku.” Zack mengusir Steve dengan cukup kasar. Sedangkan pria itu berdecih, menatap ke jendela kamar Emma sambil melambaikan tangan. Itu, batin Emma menutup gorden secepat kilat. Emma duduk dengan tubuh gemetar. Matanya tadi bukan mengarah pada Steve, tapi pada mobil hitam yang terparkir tak jauh dari Steve berdiri. Gadis itu pun meringkuk di bawah selimut, merasakan perasaan cemas dna takut berkepanjangan. Keringat pun muali muncul membasahi seluruh tubuhnya. Tidak hanya itu, jantungnya terus berdetak tak karuan. Emma meraba sesuatu dilaci, tapi tak kunjung menemukan benda yang dicari. Akhirnya ia terjatuh sambil menahan sesak di d**a. Sementara Zack yang sedang berjalan santai, langkahnya tiba-tiba dipercepat menuju ke kamar Emma. “Bocah...!” panggilnya cukup keras. Emma menangis terisak, memengan dadanya yang sakit. Bocah itu terkena serangan panik. “Apa yang terjadi padamu?” Sialan, disaat seperti itu yang dilakukan Zack adalah kebingungan. Tapi ia cukup tanggap dengan memberikan sebuah kain ke mulut Emma untuk digigit agar merasa baik. Tidak hanya itu, Zack juga mengambil alat bantu nafas supaya Emma bisa bernafas normal. “Tenanglah... aku disini, Bocah.” Ia mengelus kepala Emma dengan lembut. Gadis itu pun menangis cukup keras, membuat para pelayan datang berhamburan. “Apa yang terjadi? Hubungi Dokter Niken?” Salah stau pelayan menghubungi Niken untuk melaporkan kejadian tersebut. Tidak lama kemudian, wanita itu datang. “Apa terjadi sesuatu, Zack?” Niken menyelimuti Emma yang sedang tertidur pulas. “Katakan..., bagaimana kronologi kecelakaan orang tua Emma?” tanya Zack mulai terlihat peduli dengan gadis itu. Ditanya balik bertanya, dialah Zack. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN