Bab 46. Informasi Mengenai Amerta

1120 Kata
Dua rak menjulang tinggi dipenuhi buku membuat Yola kesenangan. Dalam hal ilmu pengetahuan, ia tampak serakah. Makanya saat berada di Kerjaan Adeus gadis itu tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk rakus dalam membaca buku. Selangkah dua langkah, sambil memilih buku dan bersenandung ria. Namun kegiatannya berheti saat mendengar suara langkah kaki seseorang. Sekelibat bayangan pria besar berdiri dibalik pintu sambil menyeringai. Apa yang dilakukan pria itu? Yola diam, menagmati situasi yang ada. Begitu ada seseorang yang masuk lagi. Pria itu segera mengunci orang lainnya dan bahkan memperlakukannya dengan sangat kasar. Karena ingin tahu pembicaraan apa dari dua orang itu, Yola berjalan mengendap-endap layaknya pencuri. “Apa yang mereka bicarakan?” Seberapa keras ia berusaha, masih tetap tak mendengar percakapan mereka. Yola yang penasaran terus berjalan hingga akhirnya ada seseorang yang menarik tangannya menuju ke lorong gelap. “Siapa kau?” tanya Yola, tapi mulutnya langsung dibekap oleh orang asing itu. “Jangan bergerak dan bertanya jika ingin selamat,” bisik pria yang tak lain adalah Kennet. Awalnya, ia menunggu kedatangan Amerta untuk mengonfirmasi sesuatu. Namun siapa sangka, malah datang seorang yang menyebalkan. Yang jelas dia adalah pemberontak. Ternyata kecurigaanku benar. Peduso adalah suruhan orang itu. Pedosu salah satu dari sepuluh ksatria yang dipilih oleh Lanka. Dan selama Kennet bersama anggota lain, matanya tak lepas dari pria itu. Yola pun mengangguk patuh karena ingin hidup dan tak mau terlebat oleh urusan orang dalam. Keheningan di dalam gelapnya ruang perpustakaan membuat hawa terus mencekam. Kennet yang pada dasarnya memiliki indera pendengaran sensitif kosentrasi dengan percakapan antara Amerta dan Peduso “Aku bukan orang bodoh yang bisa kau peralat, Amerta.” Peduso menjentikkan jari, seketika obor yang padam langsung menyala. “Jadi, apa rencanamu untuk mengusirku.” Dia melepaskan kunciannya itu, berdiri dengan tenang menunggu Amerta terkejut akan wajahnya. “Kau!” tunjuk Amerta tak menyangka bahwa Peduso adalah orang yang kasar. Dia terkenal ramah dan bijaksana. Siapa yang mengira bahwa semua itu hanyalah sebuah topeng. “Apa yang kau inginkan, Peduso?” “Apa tujuanmu berada didekat Tuan Lanka, Amerta? Jika tuan besar tahu, kau dalam masalah besar.” Peduso bersandar ke tembok. “Jangan-jangan kau akan berkhianat. Seperti yang kau lakukan kepada naga itu.” Amerta masih tenang. “Pergilah..., aku tak mau berdebat denganmu.” Ia mendorong pelan badan Peduso yaang tinggi besar. “Wow..., tapi aku semakin menggilaimu,” bisiknya dengan penuh birahi. Peduso menarik rambut Amerta. “Ingat..., jangan melampui batas. Aku memperingatimu.” Dia pergi sambil bersiul. Hal tersebut membuat Amerta ingin sekali membunuhnya detik itu juga. “Tenangkan dirimu. Belum saatnya.” Amerta memilih berjalan menuju ke rak nomor dua. Saat melintas, ia dibuat terkejut melihat dua orang yang sedang berpelukan. Yola yang ketahuan langsung mendorong Kennet menjauh. “T-tidak seperti itu! "Gadis tersebut melarikan diri karena sangat malu. “Kami tidak melakukan apapun,” imbuh Kennet mengangkat kedua tangannya. Amerta tampak acuh karena tahu kalau mereka tak akan berbuat hal buruk di tempat suci. “Jadi, kalian mendengar percakapanku dengan Peduso?” tanya Amerta ingin tahu. “Dia tidak. Kalau aku iya.” Kennet datang mendekati Amerta. “Raja Adeus bilang aku harus mengawasimu. Sebenarnya aku malas, tapi mau bagaimana lagi.” Amerta tersenyum hambar. “Bagaimana keadaan Ares? Emm maksudku Zack?” “Kau tahu nama Ares sekarang? Bagaimana mungkin?” Kennet meraih kedua bahu Amerta. “Katakan padaku, apa yang kau sembunyikan? Kau bukan menjadi penghianat bukan?” Semua orang tahu kalau Amerta menjadi seorang penghianat. Orang yang bersangkutan itu pun hanya mengedikkan bahu. “Aku ingin membaca buku. Sebaiknya aku pergi jika tanya yang tidak penting." Kennet merekam semua percakapan mereka, termasuk pertikaian antara Amerta dan Peduso. Meskipun tidak begitu penting, saat keluar dari perpustakaan Kenne langsung mengirim burung kertasnya ke tempat Justin berada. Singkat cerita, burung itu terbang ke tempat Justin berada lalu memberitahu informasi mengenai Amerta. Lagi dan lagi, Zack mengetahui kebenaran mengenai pria itu. “Apa yang harus aku lakukan jika bertemu dengan Amerta nanti?” Zack menatap bulan yang mulai bersinar. Hatinya resah disaat ketenangan situasi sekarang. Tadinya Zack ingin bersantai ke pantai, tapi melihat Justin bersama dnegan Steve, niatnya di urungkan karena mereka dalam obrolan penting. Memang salah menguping, tapi mau bagaimana lagi. “Jadi, dia sudah tak punya kekuatan sama sekali?” tanya Steve sekali lagi. “Sudah dua kali kau bertanya, aku lelah menjawabnya.” Justin melempar burung itu ke udara agar kembali menuju ke tempat tuannya berada. “Aku tak menyangka saja, dia akan menjadi lemah dan tak berdaya sama sekali.” Steve menatap bintang dan bulan di langit. “Kalau di Planet kita, tak akan ada bintang sebayak itu,” tambahnya menikmati indahnya alam. “Saat ini, Amerta belum melakukan pergerakan. Aku sudah menyuruh Kennet mengawasinya. Yang dilakukan pria itu hanya pergi ke perpustakaan.” Justin balik badan. “Untuk tubuh naga, para pemberontak sedang mencarinya. Aku rasa adikmu tak akan aman.” “Jangan meremehkan Yola, Jus. Dia sangat pintar, melebihi diriku. Tentu saja lebih pintar dari kau.” “Bukan seperti itu? Tapi situasinya dalam bahaya. Makanya kita harus cepat bergerak secepat mungkin.” Justin menepuk pundak Steve. “Bawa Zack ke tempat sunyi, biar dia bermeditasi.” “Kau gila!” pekik Steve tak percaya. Seorang naga sepertinya akan emditasi. Dia saja kesulitan mengendalikan emosinya. “Aku waras... dan itu jala terbaik menemukan letak bola kehidupan eleman air.” Karena air berhubungan dengan penyucian, Justin mengira hati Zack haruslah bersih. Selama ini kan dia selalu melakukan hal buruk setelah menjadi manusia, termasuk menyakiti Liana. “Terserah kau saja. Aku mau tidur.” Steve malas berdebat dengan Justin yang sangat keras kepala. Zack yang masih menguping pun memutuskan pergi ke pantai untuk mencari udara segar. Begitu berada di tempat tujuan, matanya tak berhenti takjup akan pemandangan alam di depan mata. “Aku tahu kau disini? Dan kau tadi sudah mendengar percakapan kami, bukan?” celetuk Justin tak jauh dari Zack berdiri, mungkin sekitar dua meter. Angin berhembus ke udara, malam pun menjadi sangat dingin. Zack emngagkat tangannya. Pasir pun berputar-putar bergerak di atas telapak tangannya. Beberapa detik kemudian, berubah menjadi keras. “Pikiranku terpacu pada Amerta? Kenapa dia melakukan hal ini kepadaku, Jus?” Zack tampak kesal dan jug amarah bersamaan. Justin langsung memeluk Zack dengan erat. “Lupakan penghianatan Amerta. Kami semua ada untukmu. Terlepas kau menjadi naga atu bukan di masa depan.” lihat! Justin semakin pandai merayu. Zack membalas pelukan itu, hangat dan sangat nyaman, seolah Justin memberikan kasih sayangnya yang tulus. “Apakah kau menjadi keluargaku?” tanya Zack dengan wajah sayunya. Dihadapkan dengan hal seperti itu, Justin tak tahan dan langsung mengangguk. Sementara Zack yang kesengangan kembali memeluknya. Mereka tak menyadari kalau Hans melihatnya drai kejahuan. “Keluarga..., dapatkah aku melakukannya?” tanya Hans kepada dirinya sendiri. Bersambung

Baca dengan App

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN