TERKEJUT

1927 Kata
Risa sadar dari rasa terkejutnya, karena telepon tadi. Ia melihat ke seluruh ruangan di mana ia berada, untuk mencari tahu apakah ada di dekatnya, orang yang tadi menelponnya dan mengawasi dirinya. Kini, masa lalu yang ia sangka telah terkubur rapat, datang menghantui hidupnya yang tenang. Padahal, ia sudah membuang semua kemewahan dan identitas masa lalunya. Seolah tersadar, Risa hendak berlari mengejar Karin dan mencegahnya berangkat ke Jakarta. Tidak akan dibiarkannya putrinya itu, berada dekat dengan orang-orang dari masa lalunya yang bisa mengancam keselamatan nyawa dirinya. Namun, teleponnya kembali berdering. Pada awalnya, Risa mengabaikan panggilan telepon tersebut. Akan tetapi, suara deringnya yang nyaring, karena ia tidak menggunakan mode getar menimbulkan suara berisik dan membuat orang-orang yang dilewatinya merasa terganggu. Dengan terpaksa, Risa pun menghentikan langkahnya dan mengangkat ponselnya yang terus berdering nyaring tersebut. Begitu terangkat suara yang tadi menelponnya terdengar, “Kau tidak bisa mencegah anakmu untuk naik pesawat tersebut, kalau kau mencegahnya maka ia akan celaka. Ingat! kami mengawasi kalian, tetapi kalian tidak dapat melihat kami!” Klik…. Sambungan telepon kembali diputus begitu saja. Risa mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang tunggu bandara, tetapi ia tidak mengetahui siapa orang yang sudah mengancamnya. Namun, ia juga tidak mungkin untuk melapor kepada polisi, sama saja dengan membongkar dosa masa lalunya dan membuat dirinya masuk ke dalam penjara. Umi yang turut mengantarkan keberangkatan Karin ke Jakarta, menghampiri ibu sahabatnya yang kelihatan kebingungan. “Ada apa Tante? Kenapa Tante kelihatan bingung seperti ini?” tanya Umi. Risa meneguk ludah nya dengan sukar, d**a nya masih berdegup kencang. “Tidak mengapa, Um! Tante tadi mengira Karin memanggil nama tante, itu saja,” ucap Risa dengan lemah. Ia lalu menggamit tangan Umi, mengajaknya untuk pulang ke rumah mereka masing-masing. Sementara itu Karin yang berjalan menuju ke pesawat bersama dengan orang suruhan Ryan, menolehkan kepalanya ke belakang. Ia tadi mendengar suara ibunya memanggil. Namun, ketika menolehkan kepala nya. Ia tidak melihat ada ibu nya. Masuk ke dalam pesawat pribadi merupakan pengalaman pertama untuk Karin dan ia merasa kagum dengan interior bagian dalam pesawat tersebut yang terkesan mewah. Dengan perasaan sedikit gugup dan tidak nyaman, karena hanya ada dirinya dan Ryan saja yang berada di dalam kabin utama pesawat tersebut, sementara yang lainnya tidak terlihat. Ia pun memilih untuk duduk di kursi yang berseberangan dengan kursi yang diduduki oleh Ryan. “Siapa yang memperbolehkan kamu untuk duduk di situ? kamu duduk di bagian belakang,” kata Ryan memperingatkan Karin. Tanpa banyak kata, Karin pindah duduk ke kursi bagian belakang. Namun, baru saja ia duduk kembali didengarnya suara Ryan menegurnya kembali. “Siapa yang bilang kamu harus duduk di bagian paling belakang! kamu duduk tepat di belakang saya, biar kalau saya memerintahkan kepada kamu untuk mencatat sesuatu, kamu cepat melaksanakannya.” Dengan menahan kemarahannya, Karin berhitung sampai 10. Rasanya ia hendak menyumpahi Ryan dan menarik rambutnya, karena sudah mempermainkan dirinya, dengan membuat ia bagaikan orang bodoh. Ia pun duduk tepat di belakang Ryan, yang terlihat asyik dengan laptop yang ada di pangkuannya. Mencoba untuk mengusir rasa bosan saat berada di dalam pesawat, Karin pun mendengarkan musik melalui ponselnya. “Siapa bilang kau boleh mendengarkan musik menggunakan penutup telinga? Kamu naik pesawat ini untuk bekerja, bukan untuk bersenang-senang! Cepat kau lepaskan ear phone di telingamu, ada beberapa hal yang harus kau catat, yang berhubungan dengan pekerjaanmu,” tegur Ryan galak. Karin mengepalkan kedua tangannya, ia merasa kesabarannya diuji. Benar, peringatan dari pak Kelvin, manajer HRD yang ditemuinya tadi, yang mengatakan kalau dirinya harus memiliki kesabaran yang tinggi untuk menghadapi Ryan. “Apakah kau sudah menyiapkan pulpen dan juga buku catatan?” tanya Ryan, membuyarkan lamunan Karin. Karin pun dengan cepat mengambil buku catatan dan juga pulpen dari dalam tasnya. “Saya sudah siap, Pak!” sahut Karin. Ryan kemudian menyampaikan beberapa peraturan saat menjadi sekretarisnya. Karin pun mencatatnya dengan cepat. Setelah selesai menyampaikan apa yang diinginkannya, Ryan meminta kepada Karin untuk mengulang kembali apa yang dikatakannya. Kemudian suasana kembali menjadi hening, Ryan sudah selesai mendiktekan perintahnya. Karin pun menutup dan memasukkan ke dalam tas tangan buku catatannya. Suasana hening di dalam pesawat dipecahkan oleh Ryan, yang tiba- tiba saja bertanya kepada Karin. “Apakah kamu sudah mempunyai kekasih?” “Saya belum mempunyai kekasih, Pak Dan saya rasa hal itu bukanlah urusan Bapak!” sahut Karin dengan berani. “Siapa bilang itu bukan urusan saya? Kamu itu, nantinya akan lebih banyak menghabiskan waktu bersama dengan saya dan kita juga akan lebih sering terlihat berdua di tempat umum. Saya tidak mau, nantinya pada saat kita berdua sedang membicarakan bisnis di tempat umum, datang kekasihmu mengamuk dan memarahi saya.” “Hah! Seperti Bapak peduli saja dengan kemarahan orang lain. Saya jamin, tidak akan ada yang marah dan mengamuk kepada Bapak. Bagaimana dengan Bapak? Apakah kekasih Bapak tidak akan marah dan cemburu, kalau melihat saya bersama dengan Bapak?” “Kekasihku tidak akan merasa cemburu sama sekali denganmu, karan ia tahu kamu bukanlah saingannya. Kamu itu, sama sekali bukanlah wanita yang bisa menggoda saya untuk selingkuh darinya. Kamu tidak memiliki pembawaan sifat yang bisa membuat saya tertarik kepadamu! Dan saya peringatkan kepadamu! untuk tidak pernah mencampuri urusan pribadi saya!” "Mengapa Bapak menyalahkan saya? bukannya Bapak yang memulainya? Saya hanya bertanya balik, tidak seharusnya Bapak marah, sama seperti halnya saya yang tidak marah." Percakapan keduanya terputus, ketika datang seorang pria dengan pakaian yang serba hitam menghampiri Ryan. Pria itu membungkukkan badannya dan menyerahhkan sebuah kertas kepada Ryan, yang langsung diterima olehnya. Tak berselang lama pria itu berlalu dari hadapan Ryan, tetapi sebelumnya ia melihat ke arah Karin dan menatapnya dengan tatapan mata yang tajam. Ia seolah tidak suka dengan kehadiran Karin di dekat Ryan. Karin balas menatap tajam pria itu, ia melotot tidak suka. Kenapa juga, orang yang belum pernah ia temui sama sekali, melihat kepadanya dengan tatapan tidak suka. Seolah tidak peduli dengan apa yang terjadi di dekatnya, Ryan membaca catatan yang baru saja diberikan oleh orang kepercayaannya. Keningnya mengernyit, begitu membaca laporan tersebut. Bahwa, ada orang tidak dikenal yang mengikuti sekretarisnya, semenjak ia berada di bandara sampai dengan dirinya memasuki pesawat. “Ada apa dengan Karin? Mengapa ada yang menguntit dirinya? mungkinkah ia memiliki musuh yang tidak disadarinya?” gumam Ryan dalam hatinya. Ia lalu memasukkan catatan yang diberikan oleh asistennya ke dalam tas kerja miliknya. Ryan begitu melindungi anggota keluarganya, terutama sekali ibunya. Setelah menghilangnya ayah mereka secara misterius selama 10 tahun dan hingga sekarang belum ketemu juga. Akan diawasinya sekretarisnya itu, ia tidak akan membiarkan keselamatan keluarganya terancam, karena kehadiran sekretarisnya. Ryan beberapa waktu ini, kerap mendapatkan telepon dari orang yang tidak dikenalnya yang meminta uang imbalan kepadanya kalau ia mau tahu di manakah ayahnya berada. Namun, ia tidak mau begitu saja percaya dengan apa yang dikatakan oleh penelpon gelap itu, yang dengan bodohnya berani bermain-main dengan dirinya. Ryan melihat jam tangannya, 15 menit lagi pesawat pribadinya akan lepas landas. Masih ada waktu baginya untuk membuka ponselnya. “Karin, silahkan kamu pindah duduk di samping saya! Ada hal yang ingin saya bicarakan dengan kamu” Karin pun berdiri dari duduknya, lalu ia duduk di samping Ryan, dengan rasa heran yang tidak berusaha di tutupinya. "Bapak ini tidak konsisten dan tidak berpendirian. Tadi melarang saya duduk di sini, sekarang malah memerintahkan kepada saya untuk duduk di sini!" "Terima kasih sudah mengingatkan saya! sekarang silakan kamu berdiri, kamu boleh duduk ketika pilot mengumumkan pesawat kita akan segera mendarat!" kata Ryan, dengan santainya. Karin melihat ke arah Ryan dengan tatapan tidak percaya. Apa dia pikir ini di dalam bis kota yang penuh, sehingga dirinya harus berdiri. Namun, pria itu dengan cueknya justru memilih untuk memejamkan kedua matanya. Karin pun dengan terpaksa berdiri. Beberapa menit kemudian, pesawat pribadi milik Ryan dan keluarganya mendarat mulus di bandara Soekarno Hatta Ryan pun berdiri dan berjalan menuju pintu ke luar dan diikuti oleh Karin yang berdiri tepat di belakangnya. “Secara resmi, kamu mulai bekerja besok. Akan tetapi secara tidak resmi, kamu mulai bekerja sejak dinyatakan diterima di perusahaan ini. Sekarang, kamu bawakan tas kerja saya dan itu akan menjadi tugas rutin kamu, sebagai sekretaris saya.” kata Ryan, sambil menyerahkan tas kerjanya ke tangan Karin. Dengan wajah cemberut, Karin pun menyambut tas itu, sambil menggerutu, “Badan besar, membawa tas sekecil ini saja tidak kuat, dasar pemalas!” Ryan yang sudah berjalan beberapa langkah di depan Karin pun berbalik dan menatap tajam dirinya, “Kamu pikir saya tidak mendengar apa yang kamu katakan tadi! Saya bukannya malas, buat apa saya susah, kalau ada yang bisa saya perintah, mengerti kamu!” “Siap! Saya mengerti Pak!” sahut Karin, dengan gaya memberi hormat. Beberapa saat kemudian, keduanya pun duduk dengan nyaman di dalam mobil mewah milik Ryan. Ia pun mempersilakan kepada Karin untuk tidur, karena begitu ia sampai di rumah yang disediakan perusahaan untuknya. Ia hanya diberikan kesempatan untuk beristirahat sebentar saja. “Jam delapan tepat, kamu akan saya jemput. Kita akan bertemu dengan klien, silakan kamu pelajari materi pertemuan kita nanti malam, melalui email yang akan saya kirimkan ke ponselmu,” terang Ryan. Karin pun mengangguk mengerti, walaupun dalam hatinya ia menggerutu, “Ternyata tidak hanya jam kerjanya saja yang diatur, tetapi jam istirahatnya juga. Dan yang anehnya, ia disuruh untuk beristirahat, sementara di saat yang bersamaan ia juga diperintahkan untuk mempelajari apa yang akan menjadi objek bahasan pertemuan nanti malam.” Seakan mengetahui isi pikiran dari Karin, Ryan dengan dingin berkata, “Kamu wanita yang cerdas, tentu bisa memahami perintah saya. Kamu bisa sambil tidur membayangkan materi pertemuan yang akan kita bicarakan nanti.” Memejamkan mata, itulah yang dilakukan oleh Karin. Ia lebih memilih untuk memanfaatkan waktu yang singkat selama berada di dalam mobil untuk tidur. Dengan perlahan Karin membuka matanya, ketika ia merasa mobil sudah melambat dan berhenti di depan sebuah rumah berlantai satu. Dengan taman bunga mawar dan Bougenville menghiasi halamannya. Karin ke luar dari dalam mobil dan melalui kaca jendela yang diturunkan, Ryan mengingatkan Karin untuk langsung membuka emailnya dan jam delapan tepat ia sudah siap. “Kau di rumah itu sendirian saja, kuharap kau bukan seorang penakut,” tambah Ryan lagi. Karin mengacungkan jempolnya, sambil berlalu masuk ke dalam rumah dengan menyeret kopernya yang sudah dikeluarkan dari dalam bagasi oleh sopir Ryan. Dikeluarkannya kunci dari dalam tas, yang tadi saat berada di dalam mobil diserahkan oleh Ryan. Begitu pintu terbuka, ia pun masuk dan langsung menutup kembali pintu, serta menguncinya. Karin pun masuk ke dalam rumah dan merasa senang dengan keadaan dari rumah tersebut. “Rumah ini tidak terlalu besar, tetapi dan semoga saja aku bisa betah berada di rumah ini,” ucap Karin dalam hati nya. Mendadak, Karin menghentikan langkahnya yang hendak menuju ke arah kamar yang ada di hadapannya. Dirinya dapat melihat bayangan wajah yang mengintip dari balik korden kaca jendela. Pantulan orang tersebut dapat dilihatnya melalui kaca pigura lukisan. Jantung Karin berdebar dengan kencang. “Apakah memang benar ada seseorang yang berdiri di balik jendela? Ataukah hanya perasaanku saja,” gumam Karin dalam hati nya. Dilihatnya ada vas bunga, yang bisa ia jadikan senjata. Karin pun mengambil vas bunga tersebut dan dengan perlahan berjalan menuju kaca jendela, di mana seraut wajah tadi dilihatnya. Namun, begitu ia berada di sana, ia sudah tidak melihat apapun lagi. “Sepertinya orang itu mengetahui, kalau aku melihat kehadirannya. Aku tidak boleh lengah, siapa tahu orang tadi berniat jahat,” gumam Karin. Karin pun kembali menuju kamar yang tadi hendak dimasukinya. Ia lalu berjalan menuju kamar mandi, yang ada di dalam kamar tersebut. Tak berselang lama, ia pun ke luar dari dalam kamar mandi, dengan mengenakan jubah mandi. “Aku akan tidur sebentar, masih ada waktu satu jam untukku beristirahat," gumam Karin. Prang! Suara kaca pecah mengusik tidur Karin.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN