Briana Pov.
Tok.
Tok.
Aku membuka pintu kamar dan mendapati paman Lucas dengan setelan jas pelayannya.
"Nona Briana, tuan Ian sedang menunggu di kamar, " ucapnya.
Sikap paman Lucas tetap sempurna seperti biasa. Hal tersebut seperti kebanggan tersendiri baginya.
"Iya paman, aku segera ke sana."
Pria itu tidak menunggu waktu sedetikpun untuk menggodaku.
Paman Lucas keluar dari kamar termewah yang pernah aku miliki. Aku menyusul dari belakang dan merasa sangat merindukan kamar bernuansa lembut ini. Tadi malam, aku tertidur seolah belum pernah tidur sebelumnya. Maklum saja, selama ini aku tidur di kasur tipis keras yang dipenuhi tambalan.
Tok.
Tok.
"Ian, aku masuk."
Ian ternyata sudah menungguku dengan seringai di bibirnya. Entah niat usil apalagi yang dia rencanakan untuk membuatku kebingungan.
"Aku ingin mandi, " perintah Ian dengan senyum jahil.
Sudah kuduga jika aku tidak bisa lepas dari bayang-bayang ular. Beruntung ular itu tidak membuatku trauma.
"Baiklah. Ayo kita mandi, " jawabku.
Aku sudah tidak perduli lagi. Toh ularnya sudah aku lihat. Yang penting tugasku untuk merawatnya selesai.
Logikaku sudah tidak sejalan dengan hatiku. Mereka bertentangan karena harus memandikan Ian. Beruntung logika yang menang.
Aku memulai melepaskan kancing baju piyama. Dengan mempertahankan wajah datar, aku melepaskannya dari tubuh Ian.
'Oh Tuhan.'
Hampir saja aku menarik nafas saat melihat tubuhnya yang begitu indah. Padahal kemarin aku sudah melihatnya.
Okey, cobaan pertama sudah selesai. Kini aku harus dihadapkan pada cobaan kedua. Dengan sigap aku menaruh handuk dan melingkatkan di pinggangnya. Kemudian secara perlahan aku melorot celananya.
'Ya ampun ini membingungkan jiwa dan ragaku.'
Set.
Set.
Akhirnya pakaiannya bergabung dengan pakaian atas. Aku pun menghela nafas lega.
"Ayo ke kamar mandi..." tanpa sengaja aku tersenyum penuh kemenangan karena dia tidak berhasil menggodaku.
"Tentu saja." Ian juga bersikap tenang.
Aku mendorong kursi roda dan menguyur tubuh Ian dari atas kepala hingga ke pundak. Mengambil shower puf lalu menggosok secara pelan. Diam - diam aku mengagumi otot keras Ian. Padahal pria ini tidak berolah raga tapi tubuhnya seperti masih terlatih.
'Jika otot tubuhnya saja keras apalagi otot bawahnya, ups mengapa aku justru berpikir demikian.'
He he he, syukurlah tidak ada insiden pagi ini.
"Mengapa kau tidak menyabuni kakiku?" Tanya Ian. Dia seperti menunggu untuk berkata hal ini.
Glek.
Ini dia, kejahilannya dimulai.
"Baik. Aku akan menggosoknya. "
Untung tadi aku melingkarkan handuk dan mengikatnya di pinggang Ian dengan kuat. Jadi dia tidak akan jatuh atau tersibak.
Akhirnya selesai juga. Dia sudah sikat gigi dan bercukur. Ketampanannya semakin menjadi - jadi jika wajahnya bersih.
"Baiklah. Kau lolos dengan mudah kali ini." Ian akhirnya mengalah.
Aku tetap menyunggingkan senyum congkak. Ini rasanya seperti kemenangan yang manis. Kursinya kudorong ke arah luar kamar setelah mengeringkannya.
Aku kemudian membantunya menuju ke ranjang. Meski harus mati- matian mengangkat tubuhnya aku akhirnya dia berhasil berada di ranjang. Sayangnya ada sedikit kesalahan di sini. Aku terpeleset dan jatuh, dan yang paling buruk Ian juga ikut jatuh meniban tubuhku.
'Tidak hanya kehilangan kesucian mataku sekarang aku justru ditindih pria ini. '
Hatiku nelangsa melihat kenyataan ini.
"Apa yang harus aku lakukan. Tubuhku tidak bisa bergerak." Ian berbisik di telingaku.
"Kau kan bisa berguling."
"Oh benar juga. Aku lupa, " jawabnya santai.
Baru kali ini aku ingin membunuh seseorang.
Ian berhasil pindah ke sebelah. Aku kemudian mulai memijat kaki Ian seperti yang tercantum di buku. Dia masih terus menggodaku dengan mendesah tidak jelas.
Hosh.
Hosh.
Nafasku terengah - engah karena kelelahan. Ternyata memijit kaki Ian memerlukan tenaga yang besar.
"Oh, aku tidak sanggup lagi." Aku mengeluh karena kelelahan.
"Bisakah paman Lucas yang membantumu berpakaian?" Tanyaku. Sungguh aku tidak sanggup lagi karena kelelahan.
"Ya."
Aku begitu bersyukur hingga langsung berlari menuju depan pintu. Rupanya paman Lucas datang membawakan Ian pakaian.
"Oh syukurlah kau tepat waktu paman. Ian membutuhkan bantuan mu."
"Tentu saja nona. Dan bersiaplah untuk sarapan. Tuan Ian juga akan segera turun."
Aku mengangguk. Meski rasanya sudah terlalu lelah tapi aku tidak bisa membiarkan suamiku sarapan sendiri.
Ketika aku selesai mengganti baju karena basah, aku mengenakan pakaian yang dikirim Ian melalui paman Lucas kemudian bercermin.
Sungguh aku tidak bisa mempercayai pantulan diriku di cermin. Mataku bahkan melotot seakan tidak percaya jika sosok yang terpantul di cermin itu aku. Bagaimana mungkin gadis lusuh sepertiku berubah menjadi gadis yang cantik yang terlihat berkelas dan luar biasa.
'Ini seperti mimpi, semua yang terjadi seharian ini bagaikan mimpi yang aneh untukku.'
Aku masih tidak percaya jika telah berubah menjadi seorang gadis cantik, sama seperti aku tidak sanggup mempercayai kenyataan jika diriku telah melihat ular hidup. Semua karena satu orang yaitu Ian.
Aku menggeleng berusaha menepis pikiran kotor yang sempat melintas.
"Kenapa otakku menjadi aneh, ini pasti gara-gara kebanyakan lihat ular Ian."
"Oh jadi otakmu aneh gara-gara lihat ularku?"
Aku segera membalikkan badannya. Sangat terkejut melihat Ian yang muncul di belakang tubuhku dengan kursi rodanya.
"Eh mengapa dia tidak berkomentar. "
"Ayo kita ke bawah." Ian menjulurkan tangan padaku. Dia sepertinya lupa jika tidak bisa berjalan. Walaupun ragu aku meraih tangannya.
Eh Ian tersenyum, ternyata dia semakin tampan jika tidak menyeringai. Perasaanku menjadi penuh dengan kehangatan jika dia tidak menyeringai.
.
.
.
.
Seperti rencana yang disusun oleh Elbri, dia menuju ke tempat casting untuk mendapatkan peran sebagai model iklan produk SG Corp. Dia bertingkah layaknya artis papan atas. Dengan mengangkat dagu, Elbri memperkenalkan diri.
"Nama saya Elbria Thramel. Saat ini saudara saya, Briana Thramel sudah menikah dengan Ian Silver Grome. "
Dia bahkan tidak ragu mengatakan hal tersebut di depan tiga juri yang terdiri dari Floor direktur, Sutradara dan salah satu artis terkenal.
"Nona, siapapun kau yang kami lihat adalah kemampuanmu membawakan produk kami. Jika kau memiliki kemampuan maka kau akan lolos, tapi jika tidak maka kami tidak bisa memakaimu. "
Tentu saja itu tidak mungkin. Seandainya Elbri benar- benar memiliki koneksi dari Silver Grome maka mereka tidak ragu meloloskannya. Sayangnya bukan dia saja yang mengaku- ngaku memiliki hubungan dengan keluarga terpandang. Biasanya mereka tidak didampingi oleh utusan dari perusahaan. Oleh karena itu mereka tidak ragu memperlakukan Elbri seperti gadis lain yang ikut casting.
"Baiklah. Aku yakin jika punya kemampuan."
Sayangnya Elbri tidak memiliki kecerdasan seperti Briana. Dia gagal untuk yang kesekian kalinya.
"Nona, ekspresimu terlalu monoton. Kami minta maaf karena tidak bisa bekerja denganmu untuk produk ini."
Dengan kesal Elbri ke luar dari ruang casting. Dia sangat marah dan ingin menelepon Briana untuk meminta Ian membantunya.
"Kau harus membantuku Briana."
Tbc