Briana Pov. "Ian waktunya badanmu aku usap dengan air hangat ya...?" Aku masih mengajak Ian bicara sebelum membasuhnya. Handuk yang basah dengan air hangat berpindah dari baskom ke tubuh Ian. "Ini mengingatkanku pada waktu pertama kali aku memandikanmu. Asal kau tau, aku malu setengah mati saat itu. Jadi terpaksa bersikap genit biar kau tidak jadi menyuruhku memandikanmu. Eh ternyata kau tau kalau aku pura-pura." Aku memperhatikan tubuh Ian yang terpahat sempurna. Ototnya terasa keras di tanganku. Sangat aneh mengingat dia tidak lagi berolah raga sejak dua tahun yang lalu. "Hari ini aku beruntung. Tidak, lebih tepatnya kita beruntung karena mendapat kontrak itu. Sejujurnya aku khawatir harus meninggalkanmu jika aku harus bekerja. Ternyata Tuhan berkata lain. Aku bisa terus merawatm