Seperti biasa, masakan bang Bagus memang tidak pernah mengecewakan. Rasanya selalu enak dan memanjakan lidah. Kami berdua makan dengan lahap. Sesekali aku menyadari kalau bang Bagus memperhatikanku. Sudah terlalu sering, jadi aku merasa itu hal biasa. “Enak?” Tanya bang Bagus di sela-sela makanku. Aku mengangguk cepat. “Ini enak banget, Bang. Kayaknya cocok deh kalau bang Bagus buka resto terus kolab sama bang Jun. kalian berdua kan jago masak. Gue bagian makan. Haha.” Aku tertawa kecil, sambil terus mengunyah. Biasanya bang Bagus akan marah kalau melihatku makan sambil tertawa atau bercanda. Tumben kali ini dia biasa saja. Aku suka insecure kalau melihat warna kulit bang Bagus. Bayangkan saja, warna kulitnya putih bersih tanpa noda. Apalagi kalau dia memakai baju berwarna putih, rasan