Tiga

1025 Kata
POV Bara Memiliki istri cantik itu idaman semua pria. Jangan salahkan suami jika istri tak pandai merawat diri maka akan mendua. Suami mana yang tahan dengan istri yang tak pandai mengurus diri. Segala macam alasan sibuk mengurus anak dan rumah tangga, hingga katanya dia tidak sempat merawat tubuhnya. Menurutku, itu hanyalah alasan mencari pembenaran … Seharusnya dia itu sadar suaminya ini pekerja kantoran. Banyak perempuan cantik yang mengelilinginya. Tapi sebaliknya, istriku sangat tidak mempedulikan soal penampilan. Bayangkan, diusianya yang baru menginjak dua puluh enam tahun, berat badannya sudah mencapai sembilan puluh kg. Apa tidak overdosis? Overdosis akibat kegemukan. Mengelus d**a aku memiliki istri seperti Tiara. Ingin aku mengembalikan pada kedua orang tuanya. Tapi, ibu melarang dengan alasan dia bisa dijadikan babu. Ujian lelaki tampan sepertiku, harus memiliki istri sebesar kebau. **** Setiap ada acara kantor, terpaksa aku pergi sendiri. Daripada membawa Tiara, yang ada semua rekan akan menertawakan. Hih … membayangkan saja membuat diriku bergidik ngeri. Bersyukur aku mengenal Sandra, dia perempuan yang sempurna. Dia juga sangat memahami keadaanku. Berada didekat Sandra, membuatku ingin cepat-cepat mendepak Tiara si gajah bengkak supaya dia tahu diri. Sandra itu istimewa, selain cantik, dia juga cerdas dan pandai berbisnis. Selama ini, posisiku yang satu team dengannya selalu meraup keuntungan besar. Bukan hanya itu, kami juga sangat kompak dan saling mengerti satu sama lain. Perasaan cinta pada Sandra tumbuh begitu cepat hingga akhirnya aku berniat untuk menikahinya. Beberapa tahun belakangan, hubungan asmara kami tidak ada kejelasan, jadi saat ini juga akan kuperjelas. Waktunya juga sangat tepat pas jam makan siang. 'Sandra … makan aja terlihat sangat cantik.' "Mas, jangan liatin aku gitu dong agh," ucapnya manja. Suara yang serak-serak basah terdengar sangat merdu di telinga. "Habis kamu cantik, wangi lagi, idaman lelaki pokoknya. Gak kaya istriku yang seperti gajah itu. Udah gendut, bau badan lagi. Hih …." Aku teringat badan Tiara yang selalu bau keringat setiap habis beraktifitas. "Memang istrimu sebesar apa? Jadi penasaran," celetuknya. "Akan kukenalkan saat kamu mau menjadi istriku." "Sandra, maukah kamu menikah denganku?" Cincin dari dalam saku jas kukeluarkan untuk melamarnya. "Hem … tapi kamu ceraikan istrimu ya, Mas." "Tanpa kamu minta pun aku memang ingin menceraikannya, siapa juga yang kuat tinggal bareng sapi. Sudah tempat tidur juga penuh dengan tubuhnya, pokoknya sumpek lah!" keluhku geram. "Oke kalau begitu, pulang kerja aku mau mampir ke rumahmu," ucapnya. "Siap, Sayang." Kupakaikan cincin emas bermata berlian itu di jari manisnya. Wajah cantiknya terlihat sangat ceria dan mempesona. 'Istri seperti ini yang bisa membuatku puas dan bahagia.' Pagi tadi aku sudah bilang pada Ibu ingin mengenalkan calon menantu yang sempurna. Meski hanya melalui panggilan telepone karena semalam aku menginap di rumah Sandra, dapat kudengar suara Ibu sangat bahagia. Bukan hanya Ibu yang bahagia, akupun sama. **** Seperti yang telah dijanjikan, sepulang kerja Sandra ikut ke rumah untuk melihat wanita yang sering kusebut sebagai gajah bengkak. Menempuh jalan sekitar satu jam-an, kami telah sampai di rumah. Kugandeng tangan Sandra layaknya muda dan mudi yang sedang jatuh cinta. Ting … nong! Aku menekan bel, tidak lama Ibu keluar membukakan pintu. "Bara, siapa yang kamu bawa? Cantik sekali wajahnya," puji Ibu membuat wajah Sandra tersipu malu. "Calon menantu Ibu, yang Bara janjikan." Ibu menggandeng Sandra masuk ke dalam rumah. Mereka terlihat sangat akrab. "Oh iya, di mana perempuan gajah itu, Mas?" tanyanya. "Tiara mana, Bu?" "Ada di kamar," jawab Ibu sewot. "Kembar di mana, Bu?" tanyaku lagi. "Lagi tidur siang. Udah jangan nanyain mereka lah," protes Ibu. Sandra tertawa melihat sikap Ibu yang seperti itu. Kebetulan Ida pulang. "Da, panggilan Tiara," pintaku pada Ida yang baru pulang kuliah. "Iya, Bang." Ida melangkah menuju kamar Tiara. "Tiara! Kebau! Keluar woy ada tamu sepesial, ni," triaknya sambil mengetuk pintu dengan keras. Sandra terpana melihat reaksi Ida. Kalau aku si sudah biasa. Entah Jawa-nya, kami sangat membenci dan ilfil pada Tiara. Badannya itu lo, gede banget. Plak! Tiara menampar pipi Ida. "Bisa sopan gak si sama yang lebih tua!" bentak Tiara pada Ida. Kami yang melihat kejadian itu tidak terima dengan perlakuannya. "Sudah mulai berani kamu, ya? Dasar kebo! Sudah merasa jadi jagoan!" sentakku. "Seharian ini dia juga tidak mengerjakan pekerjaan rumah. Tau ngapain aja njubel di kamar," tambah Ibu. Aku menjadi murka padanya. "Dasar wanita gak tau diri! Keluar kamu dari rumahku!" "Bara," Ibu memanggil dan memberi kode padaku. Aku paham dengan kode yang di berikan Ibu, rencana awal, tetap jadikan Tiara babu. "Tiara, kamu lihat tu, Sandra. Cantik, pandai berbisnis pula. Tidak sepertimu, untuk jalan saja tidak mampu," cemoh Ibu. "Iya, Mba. Cocok sama Abang aku! Gak kaya sama kamu, Mba. Mirip babu dan bos! Gak cocok!" cela Ida. "Oh,,, ini yang namanya, Sandra. B aja tuh! Biasa aja! Cuma menang kurus aja, lihat wajahnya, terlalu kempot jadi terlihat lebih tua," ejeknya membuat Sandra tersinggung. "Oh,,, jadi ini perempuan yang sering kamu sebut gajah bengkak, Mas. Ini si bukan gajah lagi, tapi biangnya gajah! Pantas saja suami berpaling, bentuknya tak karuan!" Dengan sinis Sandra menjawab omongan Tiara. " Sadar diri sebelum menghina saya, Mba," sambungnya lagi. "Jangan sombong kamu! Selama ini aku terlalu sibuk menjadi babu di keluarga ini, serta sibuk mengurus kedua anakku. Setelah ini, aku yakin, bahkan kamu akan berada lebih rendah di bawahku!" Tiara kembali masuk ke kamar dengan menutup pintu cukup kencang. "Biasa aja, Mba. Gempa ni rumah! Untung gak roboh!" triak Ida terdengar lucu untuk kami, tapi menyakitkan untuk Tiara. "Maafkan Tiara ya, Sandra," lirih Ibu dengan senyum. Sandra membalas tulus senyum Ibu dengan anggukan. "Mas, Jika kau ingin menikah denganku secepatnya, maka ceraikn segera Istrimu." Mendengar permintaan Sandra, aku melirik pada Ibu. Ibu mencoba memberi pengertian padanya. "Biarkan saja dia di sini untuk menjadi babu. Lumayan kan pembantu gratis. Lagi pula, kamu pasti ingin memberi pelajaran pada Tiara karena ucapannya yang menghinamu tadi." "Benar juga, Bu." Sandra menyetujui pernikahan ini tanpa aku harus menceraikan Tiara. ******* Tidak bisa di pungkiri bahwa pria selalu mendambakan istri yang tetap seksi dan berbadan seperti gitar Spanyol—apalagi setelah melahirkan nantinya. Pria mana sih yang nggak pengen punya istri tetap seksi meski telah memiliki beberapa keturunan?" Saat acara kantor nanti, akan kukenalkan Sandra pada temanku. Jelas dia tidak akan membuat diriku malu. Jadi tidak sabar ingin cepat menikahi Sandra.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN