“Radiant?!” panggil seseorang yang ada di samping sosok gadis yang sekarang terlihat sedang melamun dengan buku di tangannya.
“Hah? Apa?” tanya Radiant beberapa waktu kemudian setelah panggilan oleh temannya itu masuk ke alam sadarnya.
“Lo sedang memikirkan apa? Tidak biasanya Lo seperti ini.”
“Gue hanya sedikit kurang tidur tadi malam,” jawab Radiant.
Gadis yang berada di samping Radiant itu mengerutkan keningnya dan mendekatkan wajahnya ke wajah Radiant, setelah itu manik matanya terfokus ke bawah mata Radiant yang terlihat segar dan tidak meninggalkan bekas kantong mata hitam disana.
“Lo ngapain sih, Ara?” tanya Radiant seraya menolak tubuh Ara pelan.
“Lo bohong kan? gue yakin lo tidak kurang tidur sama sekali, seharusnya lo jujur aja apa yang terjadi sama lo. Gue bisa bantu kok.”
Radiant berdecih, sahabat satunya itu terlalu protektif kepadanya. “Tidak ada yang penting, gue Cuma mimpi buruk saja dikejar oleh serigala, tapi rasanya itu sangat nyata. Jadi Gue masih merasakan hawanya,” jawab Radian akhirnya atas pertanyaan Ara.
“Begitu ya? Oke, lanjutkan bacaan lo!” seru Ara dan kembali ke kegiatannya yang sedang mengerjakan soal-soal ujian, Ara emang sangat suka melakukannya karena menurutnya itu dapat menghibur otaknya yang sangat membosankan.
“Radiant, lo dipanggil sama senior disuruh pergi ke ruangan kesenian sekarang juga!” ucap ketua kelas XII-1 itu sebaik ia memasuki ruangannya.
Radiant menghembuskan napasnya dan bangkit dari kursi tempatnya duduk, sebuah tangan langsung mencengkram lengan Radiant dengan sangat kuat. “Lo pikir lo mau kemana?” tanya Ara.
“Yah gue mau pergi ke toilet, kenapa?”
“Bohong! Lo mau pergi kesana, kan? Ke ruangan kesenian? Gue ikut!” mutlak Ara tidak bisa terbantahkan.
Radiant hanya bisa mengangguk dan menuruti saja apa perkataan temannya itu, ia sedang malas berdebat untuk sekarang. “Yasudah, sesuai dengan kemauan lo aja.”
Ara tersenyum melihat sikap Radiant dan mereka berdua langsung berjalan menuju ke luar ruanganm tetapi Ara berhenti saat ia sudah sampai di depan pintu kelas. “Oh iya, kalau kami tidak balik waktu pelajaran sudah masuk, bilang saja kami bolos ya!” ucap Ara dan mereka berduapun langsung pergi menuju ruangan kesenian dengan cepat.
***
“Ra, apa gak apa-apa kalau kita bilang kita bolos? Biasanya lo nggak pernah begini.”
Ara melirik Radiant yang berada di sampingnya itu saat mereka sekarang sedang berjalan di taman sekolah, “Sekarang lo malah mikirin hal itu? Sudahlah An, apa lo nggak capek selalu bersikap sempurna? Sekali-kali lo harus bisa merasakan kebebasan juga.”
Radiant hanya bisa mengangguk pelan menanggapi perkataan Ara, “Kali ini gue mungkin bisa bertindak tidak sesuai aturan,” ungkap Radiant.
Sesampainya mereka di ruang kesenian, Ara lebih dahulu membuka pintunya. “Apa tidak apa-apa kalau gue bawa lo ke dalam masalah gue?” tanya Radiant mulai khawatir.
“Lo pikir lo bicara sama siapa? Santai aja kali, lagian juga kalau ada yang bermasalah sama teman gue, guenya harus terlibat disana. Ayo masuk!” perintah Ara.
Radiant terdiam sesaat, ia mencerna hal yang terjadi sekarang. Radiant merasakan ada hal aneh yang terjadi di siatuasi saat ini, kenapa Ara seakan santai saja dan terlihat seperti sudah mengetahui semuanya?
“Lo kenapa? Melamun lagi? Ayo cepat masuk!” seru Ara.
Radiant yang mulai merasa curiga dengan sikap Ara mau tidak mau harus mengikuti kemauan temannya itu dahulu, ia harus bersikap pura-pura bodoh supaya tidak terjadi hal yang merugikan dirinya.
Saat sudah masuk ke dalam ruangan kesenian yang gelap itu, pintu langsung tertutup dengan keras. Lampu dalam ruangan itu langsung hidup menampilkan beberapa teman seangkatannya yang mengincarnya sudah sedari kelas satu.
Radiant langsung merutuki kebodohan atas dirinya karena ia tidak tau bahwa senenarnya dirinya sekarang sudah kelas akhir, jadi tidak mungkin ada senior di sekolahnya itu. Ialah yang sebenarnya senior tingkat paling atas di sekolah itu.
“Benarr, sepertinya gue bodoh ya?” gumam Radiant yang terdengar oleh telinga mereka semua yang ada di dalam ruangan itu.
“Lo kan emang t***l! Lo bisa dapat juara umum satu sekolahan kan karena bokap dan nyokap lo yang merasa sok paling berkuasa itu!” hina Ara yang berada dari belakang Radiant.
“Sepertinya gue juga bodoh terlalu percaya sama lo.” Radiant berujar dan melirik sinis Ara dengan ujung matanya, tatapan yang mengisyratkan dendam untuk membunuh. Ara yang melihat tatapan Radiant itu merasa terintimadasi dan sedikit memundurkan dirinya, baru kali itu ia melihat Radiant melemparkan tatapan seliar itu.
“Sekarang apa?” tanya Radiant dan menatap ketiga teman seangkatannya yang berada di depannya sana.
Ketiga teman lelakinya yang berada di sudut ruangan sana tersenyum, “Gue rasa tanpa pertanyaan lagi seharusnya lo paham apa kita bertiga mau,” ucap yang berada di tengah.
“Gue dengar-dengar jua lo udah biasa jual tubuh lo buat dapat kemauan lo? Gue benarkan? Bahkan ke bokap lo sendiri, kalau gitu kita-kita juga mau dong hahahaha!”
Mereka semua tertawa setelahnya dan berjalan ke arah Radiant, sekarang dirinya dikepung dan tidak bisa pergi kemana-mana. Sesaat Radiant teringat akan mimpinya yang meembuat ia kelihatan seperti manusia super.
“Apa gue coba saja ya?” gumam Radiant dan langsung menutup matanya.
Radiant menarik napasnya dalam-dalam, ia berusaha menenangkan dirinya. Perlahan suara yang ada di sekitarnya perlahan mulai senyap dan ia merasakan banyak energi yang ada di sekitarnya, energi yang tidak penting itu dibuangnya, Radiant memusatkan fokus energinya pada tubuhnya dan keempat tubuh orang yang membuatnya terlihat seperti seorang p*****r itu.
Radiant ingin menggunakan kekuatan seperti yang di dalam mimpinya, tetapi ia sadar bahwa sekarang ia tidak berada di hutan, sejauh ini Radiant berspekulasi bahwa dirinya hanya memiliki kekuatan alam dan itu harus ada perataranya.
Dalam beberapa detik Radiant berpikir dengan mata yang masih terpejam, sesaat terlintas di pikirannya bahwa perabotan kayu yang ada di ruangan kesenian ini seharusnya bisa ia pakai untuk memperkuat energinya.
Tidak berpikir lama lagi bahwa hal itu akan berhasil atau tidak, Radiant langsung mencoba fokus kepada keadaan yang ada di sekitarnya. Benar saja, ia bisa merasakan alam sangat dekat dengannya. Ia sepertinya melupakan bahwa dimanapun tempatnya berada, tempat itu tetap merupakan alam karena alam itu adalah semesta yang luas.
Radiant mencoba mengumpulkan energi yang dilihatnya dalam gelap itu bewarna hijau mengumpulkannya dalam dirinya dan kemudian melepaskannya ke sekitarnya, ia memfokuskan energi itu mengenai keempat orang yang ada di sekitarnya, tidak lupa Radiant juga menahan supaya energi itu tidak menghancurkan bangunan sekolahnya.
“Apa berhasil?” ucap Radiant dengan napas yang sedikit tersengal-sengal dan ia juga merasakan tubuhnya seperti sedikit melayang dan kemudian jatuh lagi ke lantai.
Radiant perlahan-lahan membuka matanya dan ia sudah melihat ketiga orang di depannya itu tidak berdaya, lalu Radiant menghadap ke belakang, ia juga melihat Ara sudah tidak berdaya dengan tubuh yang lemas juga membiru.
“Sial! Apa gue membunuh mereka?” gumam Radiant panik dan ia langsung keluar dari sana secepatnya.