BAB 8

1020 Kata
"Kenapa kuncinya masih sangat jadul?" tanya Dave saat berusaha memasuki kunci kamarnya itu ke dalam lubang kunci yang sangat kecil. "Mungkin menghindari adanya penculikan," jawab Mark dengan santai seraya melihat sekeliling asrama mereka. Kamar Make dan Dave berada di lantai dua dan ketika mereka datang kesana, keadaan sudah sangat sepi, tetapi rasanya sangat nyaman berada disana tanpa ada perasaan aneh. "Penculikan? Penculikan apa? Bukannya lebih mudah dibobol?" tanya Dave bingung. "Lo lupa? Kita di sekolah sains dan sihir. Kalau pakai kunci yang menggunakan kepintaran buatan itu sangat mudah bagi orang-orang pintar disini membukanya, tetapi kalau kunci tradisional begini? Bagaimana coba cara mereka membobolnya selain menembusnya menggunakan sihir atau merusaknya?" "Ya terus? Kan mereka masih tetap bisa merusak dan menembusnya?" "Lo liat nih, serbuk putih seperti kapur yang ada di pintu. Ini berkaitan dengan identitas pemilik sihir yang tinggal di kamar ini, kalau ada energi lain mencoba mendekat maka kapur ini akan menghasilkan energi panas yang membuat ledakan, jadi mereka yang mencoba menembus akan terpental. Membobol? Tidak akan bisa, ada sensor di dekat sendi pintu. Kalau ada pukulan yang dicurigai itu akan membuat sensor aktif dan mungkin petugas keamanan di sekolah ini datang." Mark kembali menjelaskan. Dave takjub dengan pemikiran Mark, bagaimana mungkin ada orang yang hanya melihat dengan sekali saja bisa seperti mengetahui segalanya. Itu bukan kemampuan manusia biasa, pasti ada otak yang terlatih dibalik itu semua. "Lo sering baca buku ya?" tebak Dave bersamaan dengan pintu yang sudah terbuka. Mereka berdua masuk ke dalam dengan pandangan takjub akan perabotan asrama yang super lengkap dan mewah, tidak lupa semuanya masih menggunakan perabotan yang sederhana dan tidak terlalu canggih. "Seperti yang lo kira, gue sering baca buku. Tapi, semua itu terpaksa," jawab Mark dengan senyum hambarnya. Mark mendahului Dave yang masih terpaku dengan perkataan Mark barusan, ia menangkap bahwa Mark merupakan orang yang sangat terikat dengan aturan keluarganya. "Lo mau tidur di kamar yang mana?" tanya Mark saat sudah keliling dan melihat ada tiga kamar yang keberadaannya berpencar. "Gue dimana aja deh, emang ada yang beda?" tanya Dave bingung. "Entahlah, seperti sudah ditentukan jenis background kamar dan semua setnya." Dave menaikkan sebelah alisnya dan pergi untuk mengeceknya sendiri, yang benar saja, setiap kamar memiliki desain dan warna dominan yang berbeda. "Lo tau apa maksudnya?" Mark menggeleng, "Mungkin ada berkaitan dengan kekuatan yang kita miliki? Seperti gue yang bisa melihat cahaya warna putih dalam aliran tubuh gue sendiri, lo bagiamana?" "Gue kebetulan warna hijau? Dan kamar bagian selatan warna hijau? Apa mungkin seperti itu?" Dave ikut menganalisis "Eh sebentar! Coba liat name tag di dalam lemari baju, siapa tau sudah ada baju disana beserta name tag kita." Dave dan Mark berpencar, Dave ke kamar yang didominasi warna hijau dan Mark pergi ke kamar yang didominasi warna putih. Benar saja, disana Mark menemukan name tag nya dengan nama panjangnya yang lengkap "Markquise Peark Azhalande". Mereka berdua balik ke ruangan tengah dengan membawa kedua jas berwarna coklat mudah, tetapi memiliki desain yang berbeda. "Kenapa model bajunya beda?" "Mungkin ada kaitannya dengan jenis kekuatan? Entahlah gue sebenernya masih kurang paham sama sistem akademi disini. Oh iya, teman satu kamar kita mana?" "Mungkin belum salaman?" ucap Dave asal. "Oh bisa jadi, kalau begitu gue ke kamar dulu ya!" seru Mark dan meninggalkan Dave sendirian yang hanya mengangguk pelan. Blaaam! Mark menutup pintu kamarnya dengan tidak sengaja membantingnya kuat. "Sial! Tangan ini kebiasaan berlaku seenaknya!" gumam Mark dan memukul tangan kanannya itu. Mark melihat sekeliling kamarnya dan ia merasa sedikit mual karena d******i warna putih yang ada, bagaimana bisa ia diberi warna kamar yang seperti ini? Seperti bukan dirinya. "Apa gue coba latih diri di kamar aja kali ya?" gumam Mark tiba-tiba ide gila muncul di pikirannya. Mark sendiri merupakan tipe yang terkadang bisa sangat penasaran dengan suatu hal sampai ia membela dirinya untuk bisa mendapatkan kepuasan atas rasa penasarannya itu. Hal ini juga dikarenakan ia tumbuh di keluarga yang serba sempurna, jadi ia terbiasa mendapatkan apapun dengan keinginannya dan harus bisa mendapatkannya. Mark melangkahkan kakinya melihat dirinya di cermin oval yang ada di kamarnya itu. Dirinya masih terlihat seperti biasa, tetapi sedikit kusam karena ia sudah terlalu banyak terkena kotoran di luar sana. "Apa gue mandi dulu aja?" ucapnya. "Tapi? Apa ada baju disini?" Mark mulai bertanya-tanya bagaiman keseharian anak akademi disini ketika mereka datang ke akademi tanpa persiapan apapun. Seperti kalau dirinya lapar? Apa yang harus dilakukan sedangkan senior belum menjelaskan semuanya secara detail. Mark menuju ke lemari putih tinggi dengan pintu geser dan membukanya untuk melihat apa yang ada di dalamnya. Mark kembali terkejut dengan keajaiban yang ada, ia melihat semua pakaian semasa ia masih di bumi dan semuanya sudah terlipat rapi di lemari pakaian yang ada di depannya itu. "Bagaimana bisa? Apa sudah ada teknologi teleportasi disini?" Mark bertanya-tanya sudah sejauh apa sebenarnya teknologi yang ada di Assamble Academy? Apa secanggih itu? Mark mengambil sepasang pakaian tidurnya yang bewarna putih dan bergaris biru, ia meletakkannya di atas tempat tidurnya, tidak lupa ia mengambil handuk yang ada dan kemudian pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya. Di dalam kamar mandi, tidak ada yang aneh menurut Mark. Kamar mandi di Assamble Academy seperti kamar mandi pada umumnya, untung saja tidak ada yang aneh. Mark terkadang sempat berpikir bahwa ada teknologi yang bisa membuat mereka mandi hanya dalam lima detik, tetapi Mark yakin itu tidak dikembangkan dikarenakan itu akan membuat bakteri tidak benar-benar bersih sehingga membuat penyakit lebih mudah tumbuh, bahkan menjadi lebih kuat. "Pada akhirnya teknologi tetap menghasilkan efek samping jika terlalu lebay," gumam Mark. Mark menyalakan shower yang ada disana dan mengatur suhu airnya menjadi lebih hangat karena ia lebih nyaman seperti itu. Tetesan air mulai berjatuhan dan berpercikan kemana-mana, rambut Mark mulai terasa basah dan mengalir ke kulit kepalnya, kemudian turun ke dahi mengalir ke lekukan tubuhnya sampai jatuh kembali ke bawah melalui kakinya. Sesaat Mark merasakan ketenangan yang luar biasa. Ia juga sudah tidak merasa tekanan yang ia tahan selama 17 tahun hidupnya, tekanan yang membuatnya sesak saat berada di rumah, bahkan takut untuk melakukan sebuah kesalahan kecil. Mark bersyukur dan beruntung ia bisa berada di Assamble Academy ini dengan segala hal yang ada di dalamnya. Mark sangat bersyukur akan hal itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN