BAB 27

1147 Kata
“Hai! Boleh gabung?” tanya Olfie kepada Radiant dan Alana yang sedang menikmati s**u dari bento box milik mereka. “Eh? Olfie? Boleh-boleh sini duduk samping gue!” Radiant menepuk-nepuk kursi di samping kirinya yang kosong. “Terima kasih!” ucap Olfie seraya membawa bento box miliknya yang masih untuk di dalam genggamannya. “Lo baru sampai apa gimana?” Kali ini Alana yang melontarkan pertanyaannya kepada Olfie. Olfie terdiam sebentar dan kemudian menatap Alana yang berada sebelah Radiant, “Nggak kok, gue udah datang dari tadi pagi. Bahkan gue datang jam 6, tapi karena nggak ada teman jadi gue cari orang yang mungkin gue kenal,” jawab Olfie. “Teman sekamar lo mana?” tanya Radiant penasaran kenapa Olfie datang sendirian. “Teman sekamar gue? Gue nggak punya teman sekamar, kamar gue emang ada dua kamar di dalamnya, tapi entah kenapa waktu gue cek disana kaya nggak bakal ada yang datang. Hanya kamar gue yang udah berisi perlengkapan yang lengkap.” “Kenapa gitu ya?” lirih Alana bingung. “Entahlah mungkin Cuma segini murid di tahun ini? Kebetulan yang nggak kebagian teman sekamar sepertinya cuma gue.” Olfie kemudian membuka bento box miliknya dan mulai memakannya, sedangkan Radiant sekarang mulai kembali membaca bukunya dan Alana sekarang sedang bermain game di ponsel pintarnya. Mereka saling terdiam karena fokus dengan kegiatannya masing-masing. Olfie yang sebenarnya cukup bosan mengamati sekeliling yang benar-benar sangat ramai dan penasaran sebenarnya berapa jumlah murid di Assamble Academy. Beberapa saat kemudian, gerbang utama terbuka disana menampilkan jajaran guru Assamble Academy yang datang memenuhi lapangan dan mereka terbang pergi ke tempat khusus yang berada di atas arena dan melayang. Disana merupakan sebuah ruangan khusus untuk penjurian yang terdapat kursi sama persis seperti Arena, hanya saja disana tidak sebanyak di arena. Zein yang merupakan wakil kepala sekolah bagian kesiswaan kembali muncul dikarenakan ia terpilih menjadi pembawa acara untuk pembukaan murid baru. Kemunculan membuat banyak murid kembali terfokus kepada keberadaan Zein seakan mereka tidak bisa melepaskan tatapannya dari Zein. “Baiklah anak-anak! Kita kembali ke inti acara, daripada menunggu nunggu kembali. Mari langsung saja kita masuk ke acara utama kita pada pagi hari ini. Yaitu pertarungan antar murid setingkat yang diadakan setiap tahunnya. Pertempuran ini berupa pertempuran satu lawan satu dan tujuan dari pertempuran ini adalah membuat lawan tidak bisa bangun lagi. Langsung saja kita buka pertempuran kali ini dengan kedua putra terbaik kita dari angkatan 13 yaitu Azra dan Ren!” seru Zein dan mempersilahkan untuk Azra dan Ren datang ke tengah-tengah arena. Azra terlihat sedang turun dari barat arena begitu pula dengan Ren yang sedang turun dari selatan arena. Mereka berdua bertemu di lapangan arena dengan aura yang begitu mendominasi antara satu salam lain. Azra memiliki tubuh yang tinggi dengan rambut hitam legam miliknya, tidak lupa dengan kacamatanya yang membuat ia terlihat seperti sosok misterius. Sedangkan Ren memiliki tubuh yang tegap dan atletis dengan rambutnya yang berwarna biru membuatnya terlihat sangat memukau. “Berikan tepuk tangan untuk mereka berdua!” seru Zein. Semuanya memberikan tepuk tangan termasuk Radiant dan Olfie, tidak dengan Alana yang terlihat tidak tertarik sama sekali. “Kira-kira kemampuan mereka apa ya,” gumam Radiant penasaran yang dapat didengar oleh Olfie. “Gue memiliki kemampuan yang cukup langka atau sebenarnya kemampuan dasar tetapi pengendalian mereka dalam kekuatannya sangat luar biasa,” ujar Olfie. “Gue jadi nggak sabar melihatnya!” seru Radiant. “1.. 2.. 3!” seru Zein dan langsung menjauh dari lapangan karena takut terkena sihir kedua muridnya itu. Ren langsung maju ke arah Azra dengan mengeluarkan petir bewarna biru miliknya. Azra hanya diam saja melihat pergerakan Ren, bahkan sampai Ren sudah tiba di depannya dan menyerang, Azra tetap diam. Serangan Ren dalam sekejap langsung mengenai Azra, tetapi Azra tidak terluka sama sekali karena ada sebuah pelindung bewarna abu-abu mengelilinginya. “Kekuatan apa itu?” celetuk Radiant dengan memicingkan matanya berusaha memperjelas pandangannya dan mengidentifikasi apa yang mengelilingi Azra. “Itu sepertinya kabut,” ucap Alana tiba-tiba. “Lo tau darimana itu kabut?” Radiant bertanya penasaran. Alana menaruh ponselnya dan melihat ke depan, ia menoleh ke arah Radiant, “Itu bisa dipastikan karena kabut memiliki molekul air dan membuat pandangan kita memburam. Sekarang coba Lo perhatikan lagi, Lo bisa lihat nggak keberadaan Azra? Pasti kabur kan?” Radiant memperhatikan kembali Azra dan benar saja seperti apa yang dikatakan oleh Alana, Azra tidak terlihat sama sekali karena terhalang kabur miliknya. “Tapi kenapa kabut bisa menghentikan listrik?” tanya Radiant kembali. “Itu mudah saja,” jawab Olfie “Kita hanya perlu memperkuat molekul air tadi dan memadatkannya, maka petir tidak akan bisa menembus, tetapi dia akan mengalir ke seluruh kabut. Di dalam tameng kabutnya Azra membuat jarak antara dia dengan perisainya, jadi mustahil juga untuk Azra dapat terkena listrik oleh Ren,” perjelas Olfie. “Oh gue paham,” balas Radiant sudah mengerti. Disana Ren langsung mundur ketika melihat kekuatan kabut milik Azra, “Gue udah nebak Lo bakal berlindung dibalik perisai Lo itu,” ucap Ren. “Kenapa? Lo takut?” Azra kembali membuat kabutnya terbuka dan memperlihatkan dirinya yang tersenyum kepada Ren. “Seharusnya Lo yang takut bukan sih? Asal lo tau kekuatan lo gue nggak memiliki kelemahan, apalagi dengan kekuatan kabut lo, malah sebaliknya. Petir milik gue akan menjadi rambatan paling sempurna untuk kabut lo.” Azra menghilang setelahnya dan ia langsung muncul dibelakang Ren, tetapi Ren langsung mengeluarkan petir dari seluruh tubuhnya. Hal itu membuat Azra panik dan langsung pergi dengan menyatu dengan kabut tebal miliknya. Ren yang melihat itu merasa ia memiliki kesempatan untuk menyerang Azra. Ren menyambar kan petirnya kemana-mana hal itu juga membuat para audien yang berada disana was-was dengan petir milik Ren “Ctar!” Petir milik Ren tepat menyambar ponsel pintar milik Alana. Alana yang melihat itu hanya tenganga dan tidak bisa berkata-kata lagi, “Sialan! Pasti akan gue balas!” dendam Alana dan melihat wajah Ren baik-baik. “Alana lo nggak apa-apa? Lo nggak kesambet petir kan?” panik Radiant yang melihat petir biru itu melintasi wajahnya. “Gue apa-apa, tapi tenang aja. Gue pasti baik-baik aja kalau udah mukul kepala si Ren itu,” ucap Alana tersenyum kepada Radiant. Azra yang sudah salah langkah sedari awal langsung terkena petir milik Ren dan akhirnya jatuh karena tubuhnya tidak mampu menahan petir itu. Para penonton hanya dapat menganga menyaksikan pertandingan itu. Para penonton juga hanya diam saja dan tidak boleh bersorak dikarenakan mereka tidak boleh memihak siapapun karena prinsip solidaritas yang sudah ditanamkan sejak lama di Assamble Academy, jadi mereka harus saling mendukung antar sesama. Ren yang melihat Azra terjatuh itu hanya tersenyum miring karena ia tidak menyangka dapat mengenai kabut Azra pada akhirnya. Selama ini asal mereka bertarung, belum pernah sekalipun Ren dapat menyentuh kabut milik Azra. Azra yang masih tergeletak di arena seakan tidak berdaya membuat Zein melangkahkan kakinya untuk mengeceknya. Apakah Azra masih bisa melanjutkan pertandingan atau justru ia kalah telak oleh serangan besar Ren.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN