Belum genap sehari, tetapi kehidupan Satya sudah terasa hampa. Dia yang sudah terbiasa dilayani bak raja oleh istrinya, kini harus melakukan apapun sendiri, termasuk mengawasi kedua buah hatinya. "Saya bisa ambil sendiri," tolaknya pada Melisa yang ingin mengambilkan nasi saat makan malam. "Nggak papa, Mas. Biar aku ambilin," paksanya. "Jangan karena kamu keponakan ibu saya, lalu bisa seenaknya!" Suara rendah Satya terdengar menakutkan, ditambah sorot matanya yang menajam, membuat suasana meja makan menjadi hening seketika. Peralatan makan pun seolah takut untuk mengeluarkan suara. Selva dan Belva tertunduk takut, sedang Melisa sempat berjingkat mendengarnya. "Ma—maaf, Mas. Aku cuma mau bantu." Melisa tergagap. Wanita itu tidak dapat menutupi kebahagiannya setelah mengetahui jika ist