Chapter 16

1183 Kata
Ji-Yeon melempar kunci dan menangkapnya lagi dalam genggamannya sambil tersenyum bangga. Ia sangat gembira karena kemarin ia berhasil mengalihkan perhatian Rachel dari mengambil kunci ini kembali. Selain itu ia juga berhasil menyembunyikan kunci cadangan apartemen Rachel ini dari Seung-Hun, dan sekarang ia bisa memiliki kunci ini dengan tenang. Saat ini ia sedang berjalan menyusuri koridor menuju apartemen Rachel. Karena malam ini cerah ia ingin mengajak Rachel keluar, itu alasan pertama. Alasan kedua ia ingin membuat Rachel gembira dengan sesuatu yang akan ia tunjukkan nanti, dengan begitu –Ji-Yeon sangat berharap- Rachel akan cepat melupakan Yamaken. Tidak. Ji-Yeon tidak egois. Tetapi ia ingin Rachel bahagia, tanpa rasa bersalah, tanpa perasaan apapun itu yang mengganggunya. Ia ingin melihat Rachel selalu tersenyum. Langkahnya terhenti di depan sebuah pintu dengan papan kayu kecil bertuliskan 1922. Lebih baik ia masuk dengan kunci di tangannya atau mengetuk pintu? Mungkin sebaiknya ia mengetuk pintu dan menggunakan kunci itu di saat-saat terdesak saja. “Baiklah,” Ji-Yeon mengangguk dan memasukkan kunci dalam genggamannya ke saku jaket. Tangannya baru akan mengetuk pintu ketika terdengar suara nyanyian dari dalam. Otomatis saja ia mencondongkan tubuh dan menempelkan telinga pada pintu. “Can’t stop if you shining in my eyes, can’t lie it’s a sweet life...” Sudut-sudut bibir Ji-Yeon terangkat, suara Rachel memang bagus. Ia fasih berbahasa inggris dan bagus saat menyanyikan lagu-lagu barat. Lalu ia mengangkat sebelah tangannya mengetuk pintu pelan. Sangat pelan malah sampai Ji-Yeon sendiri tidak yakin ia sedang mengetuk pintu. “Siapa?” Ia menegakkan punggung dan menjauhkan telinga dari pintu. “Ini aku Hime,” sahutnya ceria. Pintu terbuka memperlihatkan sosok Rachel yang terbalut dress pendek warna biru. Ia tersenyum dan menyingkir dari pintu. “Masuklah Ouji. Tumben sekali kau datang malam-malam.” “Aku ingin mengajakmu keluar,” Ji-Yeon mengelilingkan pandangan ke dalam ruangan, lalu keningnya berkerut samar ketika melihat laptop Rachel di meja. “Kau sedang sibuk?” tanyanya sambil menunjuk laptop dengan sebelah tangan. “Tidak juga, aku hanya sedang merevisi naskah,” sahut Rachel ringan. Ji-Yeon menatapnya dengan tatapan bertanya. Rachel mengerjap. Beberapa detik kemudian ia baru menyadari arti tatapan Ji-Yeon. “Oh, ya ampun... aku mau, tunggu sebentar,” Rachel mematikan laptop dan membawanya ke kamar. Tak lama ia keluar sambil mengenakan coats warna biru gelap, untuk jaga-jaga saja jika malam ini dingin. Mereka berjalan menyusuri trotoar jalan yang ramai. Rachel terlihat menikmati pemandangan langit malam dengan senyuman kecil di bibirnya. Sementara Ji-Yeon otomatis menjaga langkahnya agar tidak menabrak pejalan kaki yang lain. Rachel memang menyukai bintang. Ia pernah mengatakannya pada Ji-Yeon. Sejak kecil ia menyukai bintang dan hal-hal yang berkaitan dengan astronomi. Rachel juga menyebut dirinya sebagai seorang astrophile. “Kita akan kemana?” suara Rachel memecah keheningan yang Ji-Yeon buat sendiri. “Ke suatu tempat. Ini tidak akan spesial jika aku mengatakannya, kan?” ia membungkuk menatap Rachel yang tersenyum. “Kau ini sok misterius sekali,” lalu Rachel mengalihkan pandangannya kembali pada langit, tepatnya pada bintang-bintang kecil yang sangat indah di atas sana. “Mungkin sebaiknya kita naik taksi,” Ji-Yeon menarik tangan Rachel cepat. “Hmm, kenapa? Malam ini kan tidak dingin.” “Supaya kita bisa lebih cepat sampai,” sahutnya tidak sabar. Ia melangkah cepat ke sisi jalan, tepat saat itu sebuah taksi melaju ke arah mereka. Ji-Yeon meluruskan tangannya dan taksi berhenti di hadapan mereka. Il Ji-Yeon melangkah cepat membukakan pintu untuk Rachel. Rachel tersenyum berterima kasih dan Ji-Yeon duduk di sampingnya. Taksi itu kembali melaju setelah Ji-Yeon mengatakan alamat yang dituju. Rachel tidak terlalu mendengarnya, lagi pula kalaupun ia mendengarkan sepertinya itu tidak berarti. Karena Rachel sama sekali tidak bisa menghafal alamat, rute jalan dan hal-hal yang berkaitan dengan itu. Sepuluh menit berlalu kini mereka sampai di depan sebuah gedung restoran bernuansa klasik. Rachel mengernyit, sepertinya tidak asing. Oh, ia ingat. Ia pernah ke sini bersama Ji-Yeon beberapa hari yang lalu. “Kita akan makan malam di sini lagi?” Ji-Yeon mengangguk cepat seolah tidak peduli lehernya bisa patah karena terlalu bersemangat. Lalu ia mengulurkan tangannya pada Rachel. Rachel mengerjap memandang tangan Ji-Yeon yang terulur. Mungkin ia bingung karena sebelumnya Ji-Yeon tidak pernah menggandeng tangannya seperti itu. Tetapi akhirnya Rachel mengangguk dan meletakkan tangannya dalam genggaman tangan Ji-Yeon yang hangat. Ketika itu Rachel baru menyadari jika tangan temannya ini sangat besar sampai tangannya terasa tenggelam. Walaupun begitu Rachel tidak berkomentar apa-apa, ia nyaman Ji-Yeon menggenggam lembut tangannya. Ji-Yeon tersenyum dan menatapnya. Bola matanya bergerak mencari sesuatu dari balik mata lebar itu. Apakah Rachel sudah mencintainya? Apakah Rachel sudah melihatnya? Itu yang ia cari selama ini. * * * “Oh... sudah penuh,” Rachel memandang sekeliling ruangan dengan kecewa. Padahal ia sangat berharap bisa menikmati steik yang sangat enak itu lagi. “Ayo,” Ji-Yeon menarik tangannya lagi. “Eh?” Ji-Yeon membawa Rachel menuju tangga di sisi barat ruangan. Ia melirik Rachel dengan ujung matanya sekilas, gadis itu terlihat kebingungan. Rambut pendeknya yang di kuncir terlihat bergoyang-goyang ketika mereka mulai menaiki tangga. “Kita akan kemana?” akhirnya Rachel bisa menyuarakan pertanyaan yang sejak tadi memenuhi otaknya. Melihat seluruh ruangan dari tangga membuatnya terkesiap kagum sampai mulutnya terasa lumpuh. Di ujung tangga terlihat dua pelayan yanng tersenyum dan menyambut mereka dengan ramah. Ji-Yeon sedikit membungkuk membalas sapaan mereka. Rachel juga, tetapi gerakannya terlihat sangat kaku. Lagi-lagi ia dibuat bingung sampai tidak menyadari Ji-Yeon belum menjawab pertanyaannya. Mereka sampai di lantai dua. Tidak terlalu ramai. Jarak masing-masing meja lebih jauh dibanding meja-meja di lantai dasar, membuat kesan yang lebih... ehem, romantis. Rachel tertegun dengan pikirannya sendiri. “Kita akan duduk di sana,” suara Ji-Yeon menyadarkan Rachel dari lamunan. Pandangan Rachel mengikuti sebelah tangan Ji-Yeon yang menunjuk sebuah meja di tengah ruangan, tepat di tengah ruangan. Karena tidak mendapat jawaban Ji-Yeon pun menunduk menatap Rachel. Ia masih terlihat bingung. Ji-Yeon mendengus tertawa. Lalu sebelah tangannya yang tidak menggandeng tangan Rachel mengangkat dagu Rachel sehingga wajahnya mendongak. Mata Rachel melebar. Satu tangannya bergerak menekan d**a. Yang dilihatnya ini... apa benar-benar nyata...? matanya berbinar-binar cerah menatap atap kaca yang memperlihatkan langit malam dengan sangat jelas. Oh astaga... lihat bintang itu, indah sekali, pikirnya. Rachel merasa akan melayang jika Ji-Yeon tidak menggenggam tangannya dan... dan mengangkat dagunya. Oh, ya ampun. Ia baru sadar Ji-Yeon melakukan itu. Ia cepat-cepat menyingkirkan tangan Ji-Yeon dari dagunya. Lalu kembali terpaku pada langit gelap, pada bintang-bintang... “Astaga... ini sangat...” “Sangat tampan seperti aku,” sela Ji-Yeon cepat sambil mengerjap-ngerjapkan matanya dengan genit. Rachel tertawa dan mengangguk. Ia memandang Ji-Yeon dengan tatapan berterima kasih yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Lalu Rachel menggenggam sebelah tangan Ji-Yeon yang lain dan menempelkannya di pipi Ji-Yeon. Ketika itu jantungnya terasa berhenti berdegup. Ia sangat bahagia bisa melihat senyuman Rachel lagi. Rachel terlihat menghela napas lega, ia jadi sadar sejak tadi ia menahan napas. Ji-Yeon menyingkirkan tangannya sendiri dari pipi dan memindahkannya ke puncuk kepala Rachel. Gadis itu tertawa, tersenyum dan menatapnya. Senyum itu, Ji-Yeon sangat menyukai senyum Rachel yang manis itu. Ia rela melakukan apa saja demi melihat senyum dan mata lebar yang berbinar cerah itu. Dan di menit ini Il Ji-Yeon berharap, sangat berharap. Im Rachel akan melupakan Yamaken dan melihat dirinya. Hanya dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN