Kala merasa tidak enak kepada Biru, seharusnya dirinya pulang bersama laki-laki itu karena sudah rela menjemputnya. Namun, Kala justru pulang bersama Vano.
Kala menaiki anak tangga dengan hati-hati sekali, ia ingin ke kamar Biru untuk minta maaf. Itulah sebabnya kamar Kala ada di lantai satu karena orangtuanya tidak ingin Kala harus naik turun tangga dengan keadaan kakinya yang seperti itu.
Dengan perjuangan yang cukup menguras tenaga, akhirnya Kala sampai di anak tangga teratas.
Ia langsung ke kamar Biru yang sedikit terbuka, dan terlihat laki-laki itu yang sedang duduk di pinggir kasur bertelanjang d**a.

Jarang-jarang Kala melihat Biru seperti ini, ternyata tubuh saudara kembarnya tidak terlalu buruk, mampu membuat Kala menghela napas beberapa kali saat menatapnya.
Kala berjalan ke arah Biru. "Ru, aku minta maaf."
"Hm."
Kala semakin mendekat dan duduk di sebelah Biru. "Aku serius, seharusnya tadi aku pulang sama kamu. Kamu enggak marah, kan?"
"B aja."
"Benar?"
Biru mengangguk. "La, gue minta sama lo, ubah cara bicara, jangan aku kamu kalau sama yang seumuran atau di bawah, jangan terlalu sopan, nanti gampang ditindas."
Kala melotot tidak percaya mendengar ucapan Biru yang seperti itu. Pasalnya, selama tujuh belas tahun mereka tinggal bareng, belum pernah Biru berbicara sepanjang ini kepada dirinya.
"Ru, kam—"
"Lo!"
"Oke-oke. Ru, lo nyadar enggak, tadi kalimat terpanjang lo selama bicara sama gue."
Biru beranjak dari tempatnya, lalu mengambil kaos hitam yang ada di lemari.
Kemudian ia mengambil gitar, duduk di atas kasur, lalu menyanyikan sebuah lagu yang familiar, yaitu I Love 3000, Stephanie Poetri.

Tanpa sadar, Kala mengulas senyuman saat mendengar suara Biru, ia merasa bahwa lagu itu memang tertuju untuk dirinya, atau mungkin perasaan Kala.
Ah enggak mungkin, emang aku siapa.
"Biru, lo punya pacar enggak?" tanya Kala saat Biru selesai bernyanyi.
"Enggak ada."
Kala mengernyit. "Kenapa? Kenapa enggak mau gonta-ganti, kayak f**k boy di luaran sana."
"Satu aja susah didapat."
"Siapa?"
Biru menghela napas. "Kepo."
"Ru, kamu enggak pengin apa kayak orang-orang, saling berbagi cerita antara sesama saudara, saling sayang, saling—"
"Enggak," potong Biru cepat yang membuat Kala langsung memanyunkan bibirnya.
Biru meletakkan kembali gitarnya di posisi semula, lalu merebahkan tubuhnya di kasur.
"La, enggak mau ulang masa kecil kita?"
"Apa?"
Biru menatap Kala dengan ekspresi seperti biasa, datar. "Mandi bareng dengan telanjang d**a misalnya."
Kala langsung memukul wajah Biru dengan bantal yang ada di dekatnya. "Dulu kan masih kecil belum ada buahnya."
"Buah apa?" Biru mengernyit.
Kala mendelik. "Buah hati."
"Ya udah entar bikin."
"Sama siapa?"
"Siapa aja yang mau."
Daripada mendengar omongan Biru yang semakin ngelantur, Kala pun langsung berdiri. "Gue balik."
"Ke mana?"
"Kamarlah."
"Kirain ke pangkuan ilahi."
"Astaga!"
Omongan Biru semakin membuat Kala kesal, akhirnya ia pun langsung keluar dari kamar kembarannya itu.
Setelah tujuh belas tahun, Kala baru sadar bahwa di balik sisi cueknya Biru, ia memiliki sisi humoris yang menyenangkan, dan sedikit sifat m***m Kennard yang menurun kepada Biru.
Biru melihat isi grup chat dengan ketiga sahabatnya.
Aldehyde Wijaya telah mengubah subjek dari "Trio Cogan menjadi "Gibah 21+"
Tirta Alardo: eh nyet! Ngapa berubah jadi gibah 21+? 18 tahun aja belum:(
Aldehyde Wijaya: https://videobkp.com. Mantap gan, lengkap di link itu
Melihat chat dari Alde, Biru langsung membalas.
Biru Terang: tobat, jgn bkp aja yg diliat, tapi al-qur'an sana. Emang nanti dikubur ditanyain apa link bkp?
Tirta Alardo: semenjak jatuh cinta sama anak IPA 1 itu teman kita otaknya jadi lurus, Al.
Biru Terang: hah? Sejak kapan? Kagak!
Aldehyde Wijaya: lah lo kagak tahu, foto dan video lo lagi berduaan sama Kala di toilet kan udah kesebar di akun i********: lambe_edelweiss
Biru yang semula sudah menghapus aplikasi i********: karena malas dengan banyak notifikasi direct message, dan tag-tag yang mengganggu, kini ia mendownload kembali.
Biru mengernyitkan keningnya membaca caption di postingan video dan foto pada akun gosip sekolahnya itu.
Halo sahabat lambe edelweiss yang cantik-cantik dan ganteng-ganteng.
Mimin baru aja dapat info dari salah satu sahabat lambe tentang si ganteng di edelweiss. Siapa lagi kalau bukan Mas Blue a.k.a Biru.
Tidak menyangka ya, mantan ketua osis edelweiss periode lalu menjatuhkan pilihannya pada gadis biasa, yang maaf juga fisiknya enggak sempurna, alias kikinya cicit hihi.
Kalau enggak salah namanya Kala, si murid beasiswa dari IPA1.
Mereka di toilet ngapain? Apakah ehem-ehem atau — ah sudahlah, kita enggak boleh julid.
Bahkan, sampai detik ini tidak ada yang tahu siapa yang buat akun gosip yang menyebalkan itu. Selama ini Biru tidak peduli dengan gosip-gosip di sekolah, tetapi kali ini menyangkut Kala jadi Biru tidak tenang, ia tidak mau kejadian zaman SMP terulang kembali.
Oke, Biru. Lo harus lindungi Kala.
Biru langsung mengirim pesan kepada akun gosip tersebut.
Hapus postingan tentang gue yang barusan lo post, kalau enggak dihapus, gue bakal cari lo sampai dapat, dan gue bakal bikin perhitungan, enggak peduli lo cewek sekalipun!
***
Vano ke kamar Kala, terlihat gadis itu yang sedang duduk di depan laptop seraya mengerjakan power point untuk bahan presentasinya besok.
Laki-laki itu duduk di tepi kasur, sambil menatap Kala yang sedang serius di meja belajarnya.
Kala memang seperti itu kalau sedang mengerjakan tugas, fokusnya tidak bisa terbagi yang ada langsung ambyar.
"La, besok malam ada acara enggak?"
Kala menggeleng dengan jarinya tetap menari di atas keyboard.
"Jalan sama abang, mau?"
Kala mengangguk. "Asal enggak ketemu teman-teman Abang lagi."
"Enggak."
Vano langsung berdiri dari tempatnya, kemudian menghampiri Kala untuk mencium pipinya lagi dan lagi. Kebiasaan Vano tidak berubah, hobinya mecium pipi Kala.
Kalau dulu Kala fine-fine saja dicium seperti itu, tapi sekarang sudah gede dan ada rasa risihnya, apalagi mereka bukan saudara kandung.
Kala menoleh ke arah Vano. "Aku boleh minta satu hal, Bang?"
"Apa?"
"Jangan cium aku kayak tadi."
"Kenapa? Bukannya kamu enggak pernah protes?"
"Sekarang beda, kita udah sama-sama dewasa."
Vano mengangguk, tidak protes. Toh, menurut Vano cepat atau lambat status sepupu akan berubah menjadi pasangan suami-istri.
Tunggu abang akan melamar kamu di depan Om Ken dan Tante Jora, aku enggak sabar tunggu waktu itu tiba, di mana kamu milik aku sepenuhnya.
Saat Vano keluar dari kamar Kala, dia berpapasan dengan Biru.
"Ngapain lo dari kamar Kala?"
Vano tersenyum lebar. "Biasa, abis mantap-mantap."
Biru langsung menarik kerahnya Vano. "Enggak peduli lo sepupu gue apa bukan, jangan pernah macam-macam sama Kala, nanti gue hajar."
"Canda, Bege, abis ngobrol bentar."
Biru pun melepaskan tangannya dari kerah baju Vano.
"Jangan bilang, lo punya perasaan lebih ke kembaran lo sendiri karena yang gue amati lo dalam mode cemburu tapi gengsi." Setelah mengatakan itu Vano langsung melenggang meninggalkan Biru yang mematung.
***