Buka Pertama!

785 Kata
Khumaira beres-beres rumah dan mengesampingkan rasa sakit. Dia bosan tidur terus, Suaminya sedang ikut ke kebun Ayah dan Ibu. Sedangkan, Bahri dan Zahrana sedang ke pasar. Laila momong Dzaki sekarang. Sekitar pukul 11 siang Azzam pulang bersama kedua orang tua Istrinya. "Assalamu'alaikum," salam mereka. "Wa'alaikumussalam," sahut Khumaira. Dia mencium punggung tangan Ayah,  Ibu dan Azzam. "Sini Khumaira bawakan keranjangnya." Khumaira hendak mengambil keranjang namun Azzam tidak memberikan. "Tidak apa, Dek, Mas bawa ke dapur," tolak Azzam lalu melangkah menuju dapur. "Bapak baru tahu kalau Suamimu itu pekerja keras, Ndok. Dia anak Kiai dan lulusan Kairo tapi tidak pernah mengeluh dan malu saat kami meminta bantuan," kagum Sholikhin. "Suamimu itu sungguh luar biasa, Ndok," puji Maryam. Khumaira mengukir senyum manis. "Saya tidak seperti itu, Buk, Pak. Azzam, masih perlu belajar dan soal itu kenapa saya harus malu membantu? Kalian sudah saya anggap seperti orang tua sendiri." Azzam merendahkan diri. "Ngga baik merendah begitu, Zam. Memang bedaya bibit unggul sama bibit lusuh!" celetuk Bahri. "Itu nyata, Mas." "Sudah, istirahat  ini sudah siang!" lerai Sholikhin. "Enggeh," sahut mereka. Khumaira menyiapkan handuk dan pakaian untuk Azzam. "Terima kasih, Dek," ucap Azzam tulus. "Sama-sama, Mas. Itu Adzan Dzuhur sudah berkumandang. Mau jama'ah, Mas?" Azzam tersenyum. "Boleh, Dek." Azzam dan Khumaira mengambil air wudu dan mereka Shalat berjamaah kembali. Azzam mengantuk matanya menyipit karena lelah. "Mas, tidurlah!" perintah Khumaira. Azzam mengaguk karena benar-benar mengantuk. Dia merebahkan diri di dekat Khumaira perlahan dia tidur saat mendapat usapan lembut dari Istrinya. Khumaira keluar dan melihat keluarganya baru pulang ke mesjid untuk jama'ah. "Ndok, Azzam mana?" tanya Sholikhin. "Mas Azzam tilem (tidur), Buk," ucap Khumaira lembut. "Oo, dia pantas kelelahan wong tadi macul sama bantu memetik cabai." Maryam terlihat terkekeh. Khumaira merasa tidak enak mendengar perkataan Ibunya. Dia melangkah masuk kamar setelah orang tuanya masuk kamar. Tangannya terulur untuk menyeka keringat Azzam. "Maaf Mas mendapat Istri orang biasa," gumam Khumaira lalu ikut menyusul tidur Suaminya. *** Khumaira masak bersama Ibu dan Kakak ipar. Mereka memintanya untuk beli takjil di pasar sore bersama Azzam. "Tapi, Buk ---" "Sekalian jalan-jalan, Ndok!" sela Maryam. "Baiklah," final Khumaira. Dia melihat Suaminya sedang mengobrol bersama Ayah dan Kakaknya. Jadi tidak enak meminta Azzam menemaninya. "Dik,  kenapa berdiri gusar begitu?" celetuk Bahri setelah tahu Adiknya menatap mereka gusar. Azzam dan Sholikhin ikut menatap Khumaira aneh. "Ada apa, Dek?" tanya Azzam. "Itu, Ibuk menyuruh Khumaira membeli takjil," ujar Khumaira gugup. Mereka maksud, Azzam berdiri menghampiri Istrinya. "Biar Mas temani. Tunggu Mas ambil dompet dulu," bisik Azzam. Setelah itu bergegas melangkah masuk kamar mengambil uang 200 ribu. Azzam melihat penampilan sebentar. Kaus hitam polos lengan panjang dengan bawahan celana panjang bahan. Dia kembali melangkah masuk menuju ruang tamu. "Pak, Mas kami jalan dulu," pamit Azzam. "Hati-hati," pesan Sholikhin dan Bahri. "Enggeh," sahut pengantin baru. Azzam membonceng Khumaira menggunakan motor matic milik Istrinya. Khumaira berpegangan pada perut Azzam. Rasanya sangat bahagia bisa berjalan bersama Suami tercinta. Sampai pasar, mereka melihat kalangan anak muda dan Ibu membeli beraneka takjil. Khumaira melihat mereka sedikit risi pasalnya menatap Suaminya memuja. Azzam paham akan situasi. "Ayo Dek nanti keburu buka!" tukas Azzam. "Iya, Mas." "Khumaira," panggil Rizal orang yang menyukai Khumaira. Dia tampan dan tinggi saat pernikahan mereka (Azzam dan Khumaira) tidak ada di desa melainkan keluar kota. "Mas Rizal, ada apa?" tanya Khumaira. Rizal berdecap sebal melihat Azzam dekat Khumaira. "Kalian kenapa jalan berdua? Dosa tahu belum muhrim berdekatan begitu!" celetuk Rizal menaikkan oktaf suara. Azzam tersenyum mendengar perkataan Rizal. Dia meraih tangan Khumaira lalu mengecup pergelangan tangan Istrinya. "Apa salah jika Suami dan Istri berdekatan? Maaf kami buru-buru, mari!" tegas Azzam. Khumaira merona akan perlakuan Azzam. "Oo, jadi kamu menolak Gue karena lelaki gagah itu? Gue tidak menyangka Khumaira itu picik sekali!" seru Rizal menghentikan langkah Azzam dan Khumaira. Khumaira tanpa sadar meremet tangan besar Azzam. Dia takut Suaminya salah paham. Azzam mengusap pipi Khumaira lembut. "Jangan takut, Mas percaya sama Adek!" Azzam berbalik menatap Rizal dengan mata teduhnya. "Anda cemburu karena tidak bisa mendapatkan Istri saya? Kami menikah menyempurnakan sunah Rasul dan mencari Ridho Allah. Khumaira menolak Anda karena dia tidak mau pacaran. Baiklah Tuan kami permisi!" tegas Azzam tetap mempertahankan nada bicaranya. Khumaira meneteskan air mata haru mendengar perkataan Suaminya. Rasa cinta dan kagum semakin besar untuk Azzam. Para pengunjung menatap haru pasangan baru ini. Sementara Rizal terlihat kecewa dan malu. *** Tepat jam setengah 6 suara beduk terdengar lalu tidak lama suara doa berbuka berkumandang. Keluarga Pak Sholikhin beserta menantu berbuka bersama. Azzam tersenyum pasalnya puasa kali ini sudah mendapatkan Istri. Selama 29 tahun hidupnya baru kali ini merasa sebahagia ini. Berbuka bersama keluarga Istrinya itu terasa hangat. Khumaira menepuk paha Azzam pelan karena Suaminya terlihat diam sembari tersenyum. Azzam tersenyum menerima tepukan Istrinya. Dia mengukir senyum membalas godaan Bahri dan Laila.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN