Sesuai janjinya dengan kedua sahabatnya, malam ini Brian sudah bersiap-siap untuk pergi ke sirkuit balap motor. Biasanya ia akan bersemangat untuk memenangkan pertandingan. Tapi, kali ini, ia tak peduli, kalau dirinya akan kalah nantinya.
Apalagi taruhannya adalah Aruna—adik angkat yang sangat dibencinya. Ia bahkan berharap, bisa membuat Aruna keluar dari rumahnya. Tapi, itu tak akan pernah terwujud, karena papanya tak akan pernah membiarkan Aruna pergi dari rumahnya.
Brian menatap penampilannya dari balik cermin besar di depannya.
“Malam ini gue akan buat lo sengsara, Na! kali ini lo gak akan bisa lolos!” berbicara dengan pantulan wajahnya dengan menyeringai.
Brian lalu melangkah menuju pintu kamarnya, membukanya, dan melangkah keluar. Menuruni anak tangga satu persatu.
Ines melihat Brian menuruni tangga.
"Kamu mau kemana, Sayang?" tanya Ines penasaran saat melihat penampilan putranya yang sudah rapi.
Brian berjalan menghampiri mamanya. “Mau ke rumah teman, Ma.”
Brian lalu mencium tangan mamanya. “Brian pergi dulu, Ma,” pamitnya lalu melangkah pergi.
"Pulangnya jangan malam-malam!" teriak Ines sambil menatap kepergian putranya.
"Enggak janji Ma!" seru Brian sambil terus berjalan keluar.
Aruna masih duduk di sofa kamarnya. Saat ini, ia tengah menggigit ujung kukunya sambil menggerakkan kedua kakinya naik turun. Ia saat ini tengah galau.
Aruna sebenarnya tidak ingin ikut dengan Brian. Ia takut Brian tengah merencanakan sesuatu untuk mencelakai nya.
"Aduh gimana ini, gue gak mau pergi dengan kak Brian. Tapi gue juga bingung bagaimana cara menolaknya. Kak Brian bakal marah besar kalau gue menolak permintaanya. Sekarang gue harus bagaimana!" bingung sendiri dengan apa yang harus dilakukannya.
Terdengar suara ponsel berbunyi.
Aruna mengambil ponselnya dari atas meja. Ia lalu melihat siapa yang meneleponnya.
"Kak Brian! Sial! dia pasti sudah menunggu dari tadi. Kak Brian pasti akan marah besar!"
Aruna tak punya pilihan lain selain menjawab panggilan telepon dari Brian. Jika ia tak menjawab panggilan itu, sudah pasti Brian akan tetap menghukumnya.
"Em, ha—halo, Kak,” sahut Aruna dengan gemetar.
Aruna benar-benar merasa takut. Ia sedang membayangkan hukuman apa yang akan Brian berikan padanya karena telah membuatnya menunggu lama.
"Lo sudah berani ya membuat gue menunggu lama! Lo sekarang sudah punya nyali besar, hah!" teriak Brian dengan nada keras.
Saat ini kemarahan Brian seakan meluap-luap sampai ke ubun-ubun. Apalagi ia sudah menunggu di dalam mobil selama setengah jam, tapi Aruna tidak kunjung keluar dari rumah.
Hal yang sangat Brian benci selain Aruna adalah menunggu. Selama ini ia yang selalu ditunggu oleh orang lain. Tapi, kini ia lah yang harus menunggu.
"Em... maaf, Kak, tadi tiba-tiba aku sakit perut,” ucap Aruna berbohong.
"Nggak usah banyak alasan. Kalau lo gak keluar sekarang juga, lo akan menerima akibatnya!" ancam Brian.
Brian langsung mengakhiri panggilan itu dan melempar ponselnya ke jok belakang.
Aruna mengambil tas selempang nya dari atas meja dan bergegas keluar dari kamarnya. Ia juga meminta izin kepada kedua orang tua angkatnya dengan alasan mau mengerjakan tugas kelompok dengan teman-temannya seperti yang Brian suruh.
Aruna berlari menuju mobil Brian. Membuka pintu dan masuk ke dalam mobil.
Sorot mata Brian memancarkan kemarahan yang sangat besar kepada Aruna, membuat Aruna tidak berani menatap mata Brian.
"Lo sekarang sudah mulai berani ya, lo sudah gak takut lagi sama gue!” seru Brian.
Brian mendekatkan wajahnya ke wajah Aruna.
Aruna tetap menundukkan wajahnya. Saat ini Aruna merasa sangat takut, kedua tangannya gemetar. Ia bisa merasakan hangatnya nafas yang keluar dari hidung Brian. Jarak mereka terlalu dekat.
"Kenapa lo menunduk? lo takut sama gue! Gue harus kasih lo hukuman agar lo gak berani lagi sama gue!” Brian kini menyunggingkan senyuman liciknya.
Brian mendongakkan dagu Aruna agar Aruna menatapnya. Kini mata mereka saling menatap satu sama lain. Bahkan jarak wajah mereka terlalu dekat.
Apa yang akan Kak Brian lakukan? Dia gak akan membunuh gue ‘kan?
"Emm... kak, maafin aku. Aku janji gak akan berbuat seperti ini lagi,” pinta Aruna.
Saat ini Aruna benar-benar merasa sangat takut. Ia tidak tahu apa yang akan Brian lakukan padanya. Belum lagi wajah Brian sangat dekat dengan wajahnya. Dan ini untuk pertama kalinya, ia berada sedekat ini dengan Brian.
"Sudah terlambat, lo harus mendapatkan hukuman,” ucap Brian sambil semakin mendekatkan wajahnya ke wajah Aruna.
Tanpa sadar Aruna memejamkan matanya.
Brian tersenyum melihat tingkah Aruna. Ia pun melepaskan dagu Aruna dan tertawa terbahak-bahak.
Mendengar tawa Brian Aruna sontak langsung membuka kedua matanya. Ia bingung. Apa ada yang salah dengan dirinya hingga membuat Brian tertawa sekeras itu?
"Hei bodoh! Kenapa lo memejamkan mata? lo pikir gue mau mencium lo,” ucap Brian sembari memberikan jitakkan di kening Aruna.
Brian masih tertawa lepas hingga membuat Aruna merasa malu dan menundukkan kepalanya.
"Jangan berharap gue bakal mencium lo!" sambung Brian lagi.
Aruna menyesali tingkah bodohnya. Ia bahkan mengutuk dirinya sendiri.
Bodoh! Bodoh! Bodoh! Kenapa juga tadi aku pakai memejamkan mata segala. Enggak mungkinkan aku berharap Kak Brian bakal mencium ku! Aruna bodoh!
Brian melajukan mobilnya menuju sirkuit balap motor. Dalam perjalanan Brian terus tertawa sambil terus mengejek Aruna.
Aruna hanya diam dan menatap keluar jendela. Ia seakan sudah tidak punya muka lagi di hadapan Brian. Ia ingin sekali menenggelamkan dirinya ke laut agar Brian tidak bisa menertawakannya lagi.
Astaga! Mau ditaruh dimana muka gue setelah ini. Kak Brian pasti akan terus meledek gue.
Sesampainya di sirkuit balap motor. Jordy, Thomas dan teman-teman Brian yang lain sudah menunggu kedatangannya.
"Keluar." Brian berbicara sambil membuka sabuk pengaman.
Aruna melihat sekeliling yang begitu ramai. Ia merasa sangat asing dengan tempat ini. Apalagi ia belum pernah datang ke tempat seperti ini.
"Ini dimana, Kak?"
Brian tidak menjawab. Ia membuka pintu mobil dan keluar dari mobil. Mau tidak mau Aruna juga keluar dari mobil.
Brian berjalan menghampiri Jordy dan Thomas. Jordy melirik kearah Aruna yang tengah berdiri dibelakang Brian.
'Lo semakin cantik Aruna, malam ini lo akan menjadi milik gue. Gue akan berusaha untuk memenangkan balap motor kali ini,' gumam Jordy dalam hati.
Thomas berjalan mendekati Aruna dan menyapa Aruna.
“Hai, Aruna,” sapa mereka bersamaan.
Aruna hanya menepiskan senyumannya. Ia memang sudah mengenal Jordy dan juga Thomas karena mereka sering datang ke rumah.
"Sudah, gak usah basa-basi kapan kita mulai balap motornya?" tanya Brian yang tak suka Aruna mendapatkan perhatian dari kedua sahabatnya.
Aruna menajamkan pendengarannya. Ia baru tahu kalau Brian suka melakukan balap motor.
"Kita mulai sekarang, gue sudah gak sabar ingin mengalahkan kalian berdua," ucap Jordy dengan penuh percaya diri.
Brian menyuruh Aruna agar menunggunya di bangku penonton. “Jangan pergi kemana-mana. Tunggu sampai pertandingan ini selesai.”
Aruna hanya bisa menurut. Ia tidak berani bertanya kepada Brian apa alasannya membawanya kesini. Ia lalu melangkah menuju bangku penonton.
Aruna menatap kearah sirkuit tempat dimana Jordy, Brian dan Thomas tengah duduk di atas motor mereka masing-masing.
Aruna merasakan kekhawatiran untuk Brian. Meski Brian selalu bersikap kasar kepadanya tapi Aruna masih mempunyai kepedulian terhadap Brian.
Saat Jordy, Brian dan Thomas tengah menghidupkan motor mereka masing-masing dan bersiap-siap.
Jordy tersenyum menatap kearah Aruna yang tengah duduk di bangku penonton.
'Tunggu gue, Aruna. Gue akan memenangkan pertandingan ini. Gue akan membuat lo bahagia di sisi gue,' gumamnya dalam hati.
Pluit telah dibunyikan tanda pertandingan telah dimulai. Saat ini Jordy masih memimpin di depan.
Brian terus menaikan kecepatannya untuk mengejar Jordy yang sedikit berada di depannya. Walau ia tidak peduli akan taruhannya, tapi ia masih harus menunjukkan keseriusannya dalam pertandingan malam ini.
Thomas yang masih berada di posisi belakang sedang memutar otaknya, bagaimana caranya agar bisa memenangkan pertandingan ini.
Saat di tikungan terakhir Thomas seakan mendapatkan celah. Ia menaikan kecepatannya dan berhasil mengejar Brian.
Kini jaraknya tidak terlalu jauh dengan Jordy. Thomas semakin mempercepat laju motornya.
'Tinggal sedikit lagi sudah mau sampai di finish. Gue gak akan membiarkan Jordy menang!' gumamnya Thomas dalam hati.
Thomas semakin menambah kecepatannya dan ia akhirnya berhasil mengejar Jordy. Akhirnya ia berhasil sampai di finis—menjadi yang pertama. Ia mengepalkan tangan kirinya lalu menghela nafas lega.
Jordy menghentikan laju motornya. Ia lalu melepas helm nya dan membantingnya dengan keras.
"b******k! gagal total rencana gue!" umpatnya penuh amarah.
Thomas dan Brian turun dari motor. Mereka berjalan keluar dari sirkuit dan menghampiri Aruna.
Jordy menatap tajam kearah Thomas tapi Thomas tidak memperdulikan tatapan Jordy.
"Aruna, lo pulang sama Thomas,” ucap Brian tanpa rasa bersalah sedikitpun.
Aruna sontak langsung bangun dari duduknya. “Maksud Kakak apa? Kak Brian mau pergi lagi? Tapi ini sudah malam Kak, nanti Papa dan Mama bisa marah."
Aruna tidak ingin Brian terkena amarah papa nya lagi karena sering pulang larut malam.
"Sekarang lo sudah menjadi milik Thomas!" seru Jordy.
Aruna mengernyitkan dahinya. Ia tidak paham dengan ucapan Jordy. "Maksud Kak Jordy apa? Aku bukan milik siapa-siapa.”
Brian berlalu begitu saja tanpa memberikan penjelasan kepada Aruna. Ia bahkan tak mengatakan apapun pada Thomas.
"Kak! tunggu!" teriak Aruna.
Aruna ingin mengejar Brian, tapi Thomas menarik tangannya.
“Kak, apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa Kak Brian meninggalkan aku sendirian?”
"Brian menjadikan lo sebagai taruhan dalam pertandingan balap motor kali ini. Bagi siapa yang menang akan mendapatkan lo sebagai hadiahnya."
Setelah berbicara Jordy lalu pergi meninggalkan Aruna yang masih mematung setelah mendengar ucapannya.
Aruna tidak menyangka Brian akan sekejam ini padanya.
"Kak Thomas, ini semua hanya bohong kan? Kak Brian gak mungkin tega melakukan ini sama aku kak!"
Aruna menjatuhkan dirinya, ia masih tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya. Brian tak mungkin setega itu padanya.
Aruna menggeleng-geleng kan kepalanya berkali-kali. Air mata mengucur deras membasahi kedua pipinya.
"Enggak! Gak! Kak Brian gak mungkin tega melakukan ini sama aku. Gak!"
Aruna menjerit dengan sangat keras. Ia tidak terima atas keputusan Brian yang menjadikannya sebagai taruhan. Ia bukan barang yang bisa diberikan kepada siapa saja.
Thomas berjongkok di depan Aruna dan membantu Aruna berdiri. Ia menghapus air mata Aruna yang membasahi kedua pipinya.
"Lo gak usah takut. Gue gak akan melakukan apapun sama lo."
Aruna menatap Thomas dengan mata sendunya. "Apa Kak Thomas juga menyetujui taruhan ini?"
Thomas menarik Aruna ke dalam pelukannya. "Gak. Dari awal gue gak setuju dengan keputusan Brian. Gue sudah berusaha membujuk Brian agar jangan melakukan hal konyol ini, tapi lo tahu sendiri kan gimana sifat Brian?"
Aruna melepaskan pelukan Thomas. "Aku mau pulang, Kak. tolong antar aku pulang ke rumah," pintanya.
Thomas menganggukkan kepalanya. Ia lalu menggandeng tangan Aruna menuju mobilnya. Membuka pintu mobil dan meminta Aruna untuk masuk ke dalam mobil.
Thomas lalu melangkah mendekati sahabatnya. “Lo bawa motor gue. Besok gue ambil di rumah lo,” pintanya lalu memberikan kunci motornya kepada sahabatnya.
Thomas lalu kembali melangkah kakinya menuju mobil. Ia lalu masuk ke dalam mobil.
Thomas lalu memakaikan sabuk pengaman di tubuh Aruna, lalu mulai melajukan mobilnya.