Menghindar

1693 Kata
Setelah kelas usai Aruna dan Iren keluar dari kelas. Mereka berjalan menelusuri lorong demi lorong kampus itu. “Na, lo gak usah pikirin kakak lo yang gak punya hati itu. Ok.” “Hem, lagian gue males ketemu ama dia. Gue bener-bener gak nyangka, ada orang yang hatinya begitu jahat kayak dia!” “Apa lo cerita sama nyokap, bokap lo soal kelakukan kakak lo itu?” Aruna menggelengkan kepalanya. “Gue gak mau membuat mereka kecewa, Ren. Kak Brian itu anak kandung mereka. Mereka pasti punya harapan yang tinggi pada Kak Brian. Sedangkan gue....” Aruna menghela nafas panjang. “Gue hanya anak angkat, Ren. Gue bukan anak kandung mereka,” lanjutnya. Iren menghentikan langkahnya. Membuat Aruna ikut menghentikan langkah kakinya. “Ada apa?” tanya Aruna terkejut saat sahabatnya itu tiba-tiba menghentikan langkah kakinya. Iren menggenggam tangan Aruna. “Na, kita sudah lama saling kenal. Gue harap, lo selalu cerita ama gue apapun masalah lo. Gue akan jadi pendengar setia lo.” Aruna menganggukkan kepalanya. Ia lalu menarik Iren ke dalam pelukannya. “Lo memang sahabat terbaik gue, Ren,” ucapnya lalu melepaskan pelukannya. Mereka lalu melanjutkan langkah mereka. Iren berpamitan pada Aruna kalau ia masih ada urusan dan tidak bisa menemami Aruna sampai taksi yang Aruna pesan datang. “Iya gak apa. Sebentar lagi taksi yang gue pesan pasti datang. Lo bisa pergi sekarang,” ucap Aruna sambil menepiskan senyumannya. “Sorry ya, Na. Gue pergi dulu.” Iren lalu melangkah pergi meninggalkan Aruna karena jemputannya sudah datang. Aruna tengah berdiri di depan kampus menunggu taksi pesanannya. Sampai ia tidak menyadari kalau sejak tadi ada yang sedang mengawasinya. Orang itu adalah Brian, ia masih penasaran atas sikap Aruna kepadanya. "Apa gue samperin dia aja ya? Gue ingin tahu apa dia benar-benar sedang menghindar dari gue" Belum sempat Brian melajukan mobilnya, mobil Thomas sudah melewatinya. Mobil Thomas berhenti di depan Aruna. Aruna terkejut karena tiba-tiba ada mobil berhenti di depannya. Bukannya ini mobilnya Kak Thomas ya? Thomas membuka pintu mobilnya, ia lalu melangkah keluar dari mobil dan berjalan mendekati Aruna. "Lagi nunggu taksi ya, Na?" "Iya kak." Bener kan mobil Kak Thomas. Tapi kenapa Kak Thomas menghentikan mobilnya di depan gue? Seingat gue, gue gak ada janji sama Kak Thomas? Aruna hanya bisa mengatakan semua itu dalam hatinya. "Gimana kalau lo gue anterin pulang?” tawar Thomas sambil tersenyum menatap Aruna yang terlihat begitu kaku. Padahal Thomas sudah meminta Aruna untuk bersikap seperti biasanya padanya dan tidak terlalu memikirkan soal taruhan itu. "Emm... gak usah kak. Aku bisa pulang sendiri kok,” tolak Aruna sambil menepiskan senyumannya. Thomas mendekatkan wajahnya ke wajah Aruna yang sontak membuat Aruna melangkah mundur. Thomas menyungingkan senyuman melihat tingkah Aruna. Ia lalu menarik tangan Aruna agar lebih mendekat. Thomas membisikan sesuatu ke telinga Aruna yang sontak membuat Aruna melihat ke belakang. Aruna melihat mobil Brian yang terparkir tak jauh dari tempatnya berdiri saat ini. Sejak kapan mobil Kak Brian ada disana? apa dia sejak tadi mengawasi gue? Apa sih sebenarnya maunya dia! Thomas tersenyum. “Gimana? lo mau ikut sama gue atau lo ikut sama....” Thomas belum sempat menyelesaikan ucapannya Aruna sudah membuka pintu mobil dan masuk ke dalam mobil. Thomas menatap mobil Brian dengan senyuman di wajahnya. Ia lalu melambaikan tangannya. Brian memukul stir mobil dengan kedua tangannya. "Sialan! Tadi dia bilang gak ada apa-apa sama Aruna, tapi sekarang dia malah sok peduli sama Aruna. Apa sih mau lo Thomas!” geram Brian meluapkan emosinya karena Thomas telah menggagalkan rencananya untuk bicara berdua dengan Aruna. Thomas masuk ke dalam mobil lalu melajukan mobilnya meninggalkan kampus. Dalam perjalanan Aruna hanya diam sambil menatap keluar jendela. "Gimana kalau kita makan dulu, lo pasti juga lapar kan?” ajak Thomas sambil melirik ke arah Aruna. Thomas mencoba mencairkan kecanggungan di antara mereka. Ia tak ingin sampai Aruna menjaga jarak darinya hanya gara-gara kesalahan yang Brian lakukan. Selama ini hubungannya dengan Aruna baik-baik saja. Tentu saja karena dirinya adalah sahabat dari kakak angkatnya—Brian. Aruna selalu bersikap baik padanya, saat dirinya berkunjung ke rumah Brian. Itulah yang membuat Thomas bisa merasa dekat sama Aruna. Aruna menggelengkan kepalanya. “Makasih kak untuk tawarannya. Tapi aku masih kenyang kok,” menolaknya secara halus. "Gue tau lo marah sama gue, tapi gue melakukan itu demi melindungi lo. Gue hanya gak ingin Jordy sampai menang. Gue tau, kalau selama ini Jordy tertarik sama lo. Pasti dia juga sudah merencanakan sesuatu buat lo ketika dia memenangkan pertandingan. Apalagi Jordy lah yang memberikan usul kepada Brian untuk menjadikan lo taruhan dalam pertandingan balap motor." Thomas mencoba menjelaskan kesalah pahaman ini. Aruna menatap Thomas dengan mata sendunya. Ia tak tahu harus berterimakasih atau marah kepada Thomas. Tapi ia ingin tau apa alasan Thomas menolongnya. "Kenapa Kak Thomas mau melakukan itu? Kak Thomas mau melindungi aku dari siapa? " "Gue melakukan itu karena gue peduli sama lo. Gue gak ingin lo jatuh ke tangan Jordy. Bukannya gue mau menjelekan Jordy, tapi gue kenal betul siapa Jordy. Dia akan menghancurkan hidup lo." Aruna merasa lega setelah mendengar penjelasan Thomas. Ia juga mengucapkan terima kasih kepada Thomas karena telah menolongnya. "Lo lagi menghindar dari Brian ya?" tanya Thomas sambil menatap ke arah Aruna sekilas, lalu kembali menatap ke depan. Aruna menganggukan kepalanya. "Aku gak mau bertemu dengan Kak Brian. Kali ini dia sudah kelewatan, Kak. Bagaimana dia bisa menjadikan adiknya sendiri sebagai bahan taruhan? Sebenci itu kah Kak Brian sama aku?" Aruna terlihat sangat sedih. Thomas menarik tangan Aruna lalu menggenggamnya. Aruna terkejut dengan sikap Thomas. "Jangan membenci kakak lo, dia cuma belum menyadari betapa lo itu sangat berharga. Lambat laun dia pasti akan menyadari kesalahannya,” ucap Thomas lalu melepaskan tangan Aruna. "Kalau lo mau menghindar dari Brian, mulai besok gue bakal jemput lo. Biar Brian gak punya kesempatan untuk mendekati lo,” sambung Thomas lagi. Tapi Aruna langsung menolak tawaran Thomas karena Aruna tidak ingin merepotkan Thomas. Sesampainya di rumah Aruna mengucapkan terima kasih kepada Thomas karena telah mengantarnya pulang. Ia lalu membuka pintu dan keluar dari mobil. "Mulai besok gue akan jemput lo!" seru Thomas sambil mencondongkan tubuhnya untuk menatap Aruna. Aruna belum sempat menjawab, Thomas sudah melajukan mobilnya meninggalkan rumahnya. Aruna berjalan masuk ke halaman rumahnya. Ia melihat mobil Brian sudah terparkir di garasi rumah mereka. Aruna membuka pintu dan masuk ke dalam rumah. Ia berjalan menuju dapur. Ia merasa sangat haus. Ia melangkah menuju lemari pendingin, lalu membukanya untuk mengambil sebotol air mineral. Aruna membuka tutup botol itu. Saat ia ingin meneguk minuman itu, tiba-tiba Brian mengambil botol mineral itu dari tangannya lalu meneguknya. "Makasih,” ucap Brian tanpa merasa bersalah sedikit pun. Brian sengaja melakukan itu hanya untuk mendapat perhatian dari Aruna. Walaupun ia sering menjahili Aruna tapi Aruna tidak pernah mendiamkannya seperti sekarang ini. Hal itulah yang membuat Brian merasa penasaran. Apalagi baru kali ini Aruna mencoba untuk terus menghindar darinya. Saat berada di kampus, Brian memang tak bisa berbuat apa-apa, karena ia tak ingin sampai kedua sahabatnya berpikiran kalau dirinya menyesali perbuatannya kepada Aruna. Tapi, saat berada di rumah, Brian bisa melakukan apapun terhadap Aruna. Seperti sekarang ini. Sekali lagi, dirinya telah berhasil menjahili adik angkatnya itu. Aruna membuka pintu lemari pendingin lalu kembali mengambil air mineral. Ia bahkan tidak mengubris omongan Brian dan pergi meninggalkan Brian yang tengah menatapnya dengan menyunggingkan senyuman. Brian merasa sangat geram karena perlakuan Aruna padanya. Ia lalu membanting botol air mineral yang ada di tangannya ke lantai, hingga air berceceran dimana-mana. Sialan! Aruna membuka pintu kamarnya lalu mengunci kamarnya. Ia berjalan menuju ranjang dan merebahkan tubuhnya keatas ranjang sambil menatap langit-langit kamarnya. Gimana caranya agar gue gak ketemu sama Kak Brian lagi. Gue benar-benar malas ketemu sama Kak Brian. Saat melihatnya, bikin gue semakin emosi. Dia bahkan tak merasa bersalah sedikitpun telah menjadikan gue sebagai taruhan. Terdengar suara ketukan pintu. Aruna beranjak turun dari ranjang dan berjalan menuju pintu. Ia membuka pintu kamarnya. Setelah melihat siapa yang berada di depan pintu, Ia sontak langsung ingin menutup pintu kamarnya. Tapi sebelum pintu tertutup sepenuhnya Brian menahan pintu itu dengan kaki kirinya. Ia lalu mendorong pintu itu agar kembali terbuka. Aruna mengerucutkan bibirnya sambil menatap Brian. "Gue cuma mau numpang mandi. Electric water heater di kamar gue mati dan gue gak mau mandi pakai air dingin,” ucap Brian lalu masuk ke kamar Aruna. Aruna mendengus kesal. Ia benar-benar tak ingin melihat Brian saat ini. "Dasar! Cuma mandi air dingin saja takut, memangnya masih bayi harus mandi air hangat terus! kan bisa mandi di kamar Mama, kenapa harus di kamar aku?" gerutu Aruna yang tentu saja masih bisa didengar oleh Brian. "Gue masih bisa denger lo ngomong apa. Gue mandi disini juga karena terpaksa. Gue gak mau mandi di kamar Mama dan Papa. Tenang cuma hari ini saja, besok kamar mandi gue sudah di betulin!” seru Brian lalu masuk ke dalam kamar mandi. Aruna memilih untuk keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur karena perutnya sudah keroncongan. “Emm... hari ini gue rasanya ingin makan mie rebus deh, Mama punya stock mie gak ya?" Aruna membuka lemari dan ternyata masih ada satu bungkus mie rebus. Aruna mulai menyalakan kompor dan memasak mie rebus. Setelah beberapa menit mie rebus spesial buatan Aruna sudah siap disantap. Aruna duduk di kursi meja makan sambil menyantap mie rebus buatannya. Brian yang sudah selesai mandi keluar dari kamar mandi. Ia mencari sosok pemilik kamar tapi tak menemukannya. Brian keluar dari kamar Aruna, menuruni anak tangga satu persatu dan berjalan menuju dapur. Brian melihat Aruna sedang menikmati makanannya. Sialan! Jadi dia sekarang sedang menikmati mie rebus tanpa mengajak gue! Dengan kesal, Brian melangkah menghampiri Aruna dan duduk di samping Aruna. "Lo makan mie rebus nggak ajak-ajak gue,” ucap Brian lalu mengambil mangkuk mie rebus milik Aruna. Brian lalu mulai memakan sisa mie rebus yang belum Aruna habiskan. Aruna merasa sangat geram karena Brian selalu mengganggunya. Ia lalu berdiri dan berjalan meninggalkan Brian sendirian. ‘Gue semakin yakin, Aruna benar-benar mau menghindar dari gue,’ gumam Brian sambil menatap kepergian Aruna. Brian lalu menghela nafas panjang. Ia tatap mangkuk yang ada di depannya saat ini. “Enak juga ini mie. Lain kali gue akan minta Aruna untuk buatin mie rebus kayak gini lagi.” Brian lalu menghabiskan mie rebus buatan Aruna.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN