Baikan

1964 Kata
Brian merasa ada yang aneh dengan jantungnya saat Aruna memeluk membalas pelukannya dengan sangat erat. ‘Jantung gue. Kenapa detak jantung gue bisa secepat ini? kenapa pelukan Aruna bisa membuat gue merasa senyaman ini?’ gumam Brian dalam hati. Aruna melepaskan pelukannya. Ia menatap Brian dan menyunggingkan senyumannya. Aruna mengajak Brian untuk pergi mencari makan karena ia merasa sangat lapar. Terakhir ia makan adalah tadi pagi saat sarapan. Brian menganggukkan kepalanya sambil mengusap lembut puncak kepala Aruna. Detak jantungnya saat ini sudah mulai kembali normal. Kini dirinya merasa sudah lebih dekat dengan adik angkatnya itu. Tak ada lagi kebencian dalam hatinya kepada Aruna. Mulai sekarang Brian sudah memutuskan untuk bersikap baik kepada Aruna dan menerimanya sebagai anggota keluarganya. Ia tak akan lagi menganggap Aruna sebagai musuh. Mereka kini sudah berada di dalam mobil. Brian bahkan sesekali melirik ke arah Aruna, hingga membuat Aruna mengernyitkan dahinya. “Kenapa Kakak menatapku terus? Apa ada yang aneh dengan wajahku?” tanya Aruna penasaran. Aruna bahkan mengusap kedua pipinya. Ia takut ada noda di kedua pipinya. Brian menggelengkan kepalanya sambil mengulum senyum. Tingkah Aruna saat ini terlihat begitu menggemaskan di mata Brian. “Terus kenapa sejak tadi kakak menatapku terus?” Aruna masih terlihat sangat penasaran. “Bukan apa-apa. Jangan kegeeran lo. Jangan terlalu PD jadi orang.” Aruna mengerucutkan bibirnya, “memangnya siapa yang kegeeran! Siapa juga yang terlalu PD! Aku hanya penasaran, kenapa kakak melihatku kayak gitu! Aku pikir ada yang aneh dengan wajahku!” kesalnya. Brian hanya mengulum senyum melihat Aruna yang mulai kesal dengan sikapnya. Baginya kekesalan Aruna itu semakin membuat dirinya gemas dengan adik angkatnya itu. Brain mengusap puncak kepala Aruna, “gitu aja ngambek. Kayak anak kecil tau gak,” godanya. “Habisnya. Kakak jahat!” Aruna bahkan menggembungkan kedua pipinya. Brian mengernyitkan dahinya, “gue jahat? Emangnya apa yang gue lakuin ke lo?” “La tadi. Kakak bilang aku kegeeran lah, terlalu PD lah. Padahal memang benarkan kakak tadi melirik ke arahku terus!” Astaga! dasar bocah. “Ok. Ok. Gue minta maaf. Masa gitu aja lo ngambek sama gue? Kan gak asyik,” ucap Brian sambil nyengir kuda. Luna menatap kedua mata Brian, lalu menganggukkan kepalanya. “Jangan diulangi lagi ya, Kak. Aku gak suka.” “Hem. Gue gak akan ngeledek lo lagi. Gue janji sama lo,” ucap Brian sambil mengangkat tangan kanannya dengan kedua jari yang berdiri tegak. Aruna tersenyum, “aku akan pegang janji kakak itu.” “Hem, lo bisa pegang janji gue.” Kini mereka sudah berada di sebuah restoran. Brian memesankan makanan kesukaan Aruna. Meski sejak dulu Brian sangat membenci Aruna tapi diam-diam Brian selalu memperhatikan Aruna. Makanan apa yang disukai Aruna dan segala hal tentang Aruna Brian mengetahui semuanya. "Kakak tahu aja makanan kesukaan aku,” ucap Aruna senang saat makanan pesanan mereka datang dan ternyata yang di pesan Brian adalah makanan kesukaannya. "Semua hal tentang lo, gue tahu. Kalau cuma makanan kesukaan lo mah gampang,” ucap Brian lalu mengambil satu sendok makanan dan memasukan satu suapan ke mulutnya. "Cepetan dimakan, jangan cuma lo pelototin aja,” ucap Brian saat melihat Aruna yang hanya menatap makanan yang ada di depannya. Aruna menganggukkan kepalanya, “rasanya masih sangat sulit dipercaya, aku bisa makan berdua sama kakak. Ini bukan mimpi ‘kan kak?" tanyanya sambil mencubit tangannya sendiri dan ternyata terasa sakit. "Mulai besok gue janji, gue bakal perlakukan lo lebih baik lagi. Maafin gue ya jika selama ini gue sudah bersikap buruk sama lo,” ucap Brian sambil menggenggam tangan Aruna. Aruna menepiskan senyumannya sambil menganggukan kepalanya. “Tapi kak, aku punya satu permintaan.” "Apa itu?" "Em... bukannya aku mau ngelunjak atau apa. Tapi apa bisa kita saling bicara dengan menggunakan panggilan ‘aku dan kamu’, bukan lo atau gue? Kita ‘kan keluarga, jadi akan terasa lebih nyaman dan akrab aja sih menurut aku." Brian menganggukkan kepalanya. Sepertinya ide Aruna bagus juga. Dengan begitu tak akan lagi ada kecanggungan diantara mereka berdua. Apalagi Brian sudah berniat untuk merubah sikapnya kepada Aruna. "Baiklah. Terserah lo aja!" Brian mengacak-acak rambut Aruna. "Kak! baru aja dibilangin pakai aku kamu!" Seru Aruna cemberut. Aruna merapikan rambutnya yang terlihat sedikit berantakan. Tapi dirinya sangat bahagia karena dirinya bisa sedekat ini dengan Brian bahkan Brian bersikap manis padanya. “Iya... iya, maaf. Lupa. Mulai sekarang aku dan kamu, kita baikan ya,” ucap Brian sambil memperlihatkan senyuman di wajahnya. Aruna tersenyum sambil menganggukan kepalanya. “Lebih baik sekarang kamu makan makanan kamu sebelum dingin.” “Siap.” Aruna lalu mulai memakan makanan yang dipesan Brian untuknya. Aruna masih belum bisa percaya kalau Brian bisa tau tentang makanan kesukaannya. Padahal selama ini mereka sama sekali tak dekat sampai bisa mengetahui makanan apa yang mereka sukai satu sama lain. Setelah selesai makan mereka pulang ke rumah. Brian merangkul pundak Aruna dan berjalan keluar dari restoran. Bagi yang tidak tahu kalau mereka saudara maka mereka akan mengira mereka adalah sepasang kekasih karena Brian terus merangkul Aruna sampai di mobil. Aruna bahkan hanya diam saat Brian merangkul bahunya dan membawanya menuju mobil. Baginya ini adalah momen langka hingga dirinya tak ingin menyia-nyiakan kedekatan mereka saat ini. Brian membukakan pintu untuk Aruna, “masuklah,” pintanya. “Makasih, Kak,” ucap Aruna dengan senyuman di wajahnya. Aruna lalu masuk ke dalam mobil. Brian menutup pintu, lalu berjalan memutar menuju pintu pengemudi. Ia lalu membuka pintu dan masuk ke dalam mobil. “Na, jangan lupa pakai sabuk pengamannya,” ucap Brian sambil memasang sabuk pengaman di tubuhnya. “Iya, Kak. Maaf, aku lupa.” Aruna lalu memasang sabuk pengamannya. Brian hanya geleng kepala, “sekarang kamu mau kemana? Aku akan mengantar kemanapun kamu mau pergi.” Aruna menggelengkan kepalanya. Untuk hari ini sudah cukup jalan-jalannya, dirinya sangat lelah dan ingin segera beristirahat di kasur empuknya. “Kita pulang aja, Kak. Aku capek.” “Baiklah.” Brian lalu menyalakan mesin mobilnya dan mulai melajukan mobilnya. Dalam perjalanan pulang Aruna tertidur di dalam mobil karena merasa sangat kelelahan. Brian hanya geleng kepala melihat Aruna yang tertidur dengan sangat lelap. Dasar! Apa dia benar-benar lelah? Padahal hanya jalan-jalan ke panti dan makan aja. Sesampainya di rumah Aruna masih tetap terjaga dalam mimpi indahnya. Bahkan dalam tidurpun Aruna mengigau memanggil nama Brian. "Kamu mimpi apa sih? Sampai kamu mengigau memanggil-manggil nama aku," lirih Brian sambil mengusap lembut puncak kepala Aruna. “Kalau sedang tidur kamu cantik juga. Kayaknya aku sudah mulai ter..." Brian buru-buru menutup mulutnya. Ia memalingkan wajahnya dari wajah Aruna. Jantungnya tiba-tiba berdetak lebih cepat dari biasanya. Gak! gak! Aku gak mungkin jatuh cinta sama Aruna. Aruna itu adik aku, gak boleh. Pokoknya ini gak boleh terjadi. Lebih baik aku bangunin Aruna sekarang. Aku takut nanti Mama dan Papa marah. Brian mencoba membangunkan Aruna dengan memanggil-manggil namanya sambil menyentuh tangan Aruna. “Bangun, Na. Kita sudah sampai di rumah.” Merasa ada yang menyentuh lengannya, dengan perlahan Aruna mulai membuka matanya. Ia lalu mengusap kedua matanya sambil menguap. “Apa kita sudah sampai kak?" tanya Aruna sambil menatap keluar jendela. “Sudah, ayo turun, bisa-bisanya kamu tidur di mobil. Untung kamu lagi sama aku, coba kalau kamu lagi sama orang lain. Entah akan dibawa kemana kamu,” ucap Brian sambil berpura-pura kesal. Padahal tadi Brian juga bisa sepuasnya memandang wajah cantik Aruna tanpa sepengetahuan pemiliknya. Ia lalu memalingkan wajahnya sambil mengulum senyum. Aruna meminta maaf kepada Brian dan ia berjanji tidak akan mengulanginya. Brian senang bisa mengerjai Aruna lagi. Entah mengapa baginya wajah Aruna saat ini. “Kita keluar sekarang. Mama dan Papa pasti mencemaskan kita. Soalnya tadi kita ‘kan gak pamit sama Mama dan Papa.” Aruna menganggukkan kepalanya. Ia juga tak ingin sampai membuat kedua orang tua angkatnya cemas. Brian dan Aruna lalu keluar dari mobil dan berjalan menuju pintu utama. Mereka sangat terkejut saat melihat Daren tengah berdiri di depan pintu. “Kalian dari mana saja, jam segini baru pulang?" tanya Daren sambil menatap Brian dan Aruna secara bergantian. “Kita habis jalan-jalan, Pa. Kak Brian mengajak Aruna jalan-jalan dan makan malam,” sahut Aruna lalu mencium tangan sang papa. Daren terkejut melihat kedua anaknya yang biasanya seperti tom and jerry yang tidak pernah bisa akur, tapi kali ini ia melihat Aruna tampak senang saat Brian mengajaknya jalan-jalan. “Brian, kamu sudah berbaikan sama adik kamu?" tanya Daren sambil mengernyitkan dahi karena belum bisa percaya dengan apa yang Aruna katakan barusan. Selama ini yang Daren lihat, Brian dan Aruna tak pernah bisa akur. Pasti ada saja masalah yang mereka perbuat. Brian menganggukkan kepalanya, “iya, Pa. Brian dan Aruna sudah berbaikan. Brian sudah menerima Aruna sebagai adik Brian.” Aruna tersenyum menatap Brian yang kini juga tengah menatapnya dengan senyuman manis di wajahnya. Makasih, Kak. Makasih, karena Kakak sudah mau menerimaku menjadi anggota keluarga Kakak. Aku akan berusaha untuk menjadi adik yang baik buat kakak. Tentu saja Aruna hanya bisa mengatakan itu di dalam hatinya yang paling dalam. “Papa senang mendengarnya. Brian, Papa titip adik kamu. Jaga dia seperti kamu melindungi diri kamu sendiri. Papa senang akhirnya kalian bisa akur,” ucap Daren sambil menepuk bahu Brian. Brian dan Aruna memeluk Daren bersamaan. Sosok ayah yang sangat baik di mata Brian dan Aruna. Terlihat dengan jelas kebahagian dari raut wajah Daren. Akhirnya sekarang keluarganya sudah terasa lengkap dan tidak akan ada lagi perdebatan di antara kedua anaknya. Brian dan Aruna lalu melepaskan pelukan mereka. “Lebih baik sekarang kita masuk. Udara malam gak bagus untuk tubuh.” Aruna dan Brian menganggukkan kepala mereka. Mereka lalu berjalan masuk ke dalam rumah, mengikuti langkah sang papa yang sudah masuk lebih dulu. Aruna berjalan menaiki tangga dan masuk ke dalam kamarnya. Ia bergegas menuju kamar mandi untuk segera membersihkan tubuhnya, karena badannya terasa lengket karena keringat. Setelah selesai mandi Aruna keluar dari kamar mandi. Ia sangat terkejut saat melihat Brian tengah duduk di sofa kamarnya. Aruna yang terkejut lalu berteriak dengan sangat keras sambil menyilangkan kedua tangannya di dadanya, karena saat ini dirinya hanya menggunakan handuk yang melilit di tubuhnya. Mendengar teriakan Aruna, membuat Brian terkejut. Tapi itu hanya sesaat, setelah itu kedua matanya memindai tubuh Aruna dari ujung rambut sampai ujung kaki. Ini pertama kalinya dirinya melihat tubuh Aruna yang hanya berbalut handuk. Brian bahkan harus menelan salivanya dengan susah payah. Bagaimanapun dirinya tetaplah pria normal. “Kak Brian bisa keluar dari kamar aku sekarang! Aku mau ganti baju!" Aruna lalu melangkah menuju lemari pakaiannya, membukanya dan mencoba mencari piyama yang akan dipakainya malam ini. Brian mencoba untuk tetap tenang. Ia tak akan terpengaruh dengan apa yang baru saja dilihat nya. Bahkan saat ini dirinya bisa menatap punggung mulus Aruna, karena rambut basah Aruna tertutup dengan handuk. “Cuma mau pakai baju aja repot amat!" Bukannya keluar dari kamar itu, Brian malah berdiri dan berjalan menuju ranjang dengan santainya. Dirinya bahkan mendudukkan tubuhnya di tepi ranjang. “Kak! Aku kan cewek, masa iya, aku harus ganti baju di depan kakak! Nanti kesenangan kakak dong dapat tontonan gratis!" kesal Aruna sambil mengerucutkan bibirnya. “Idih. Siapa juga yang tertarik sama tubuh kamu. Mana gak ada yang seksi juga," goda Brian sambil menatap kembali tubuh Aruna yang kini menghadapnya. Aruna bahkan sudah tak menyilangkan kedua tangannya di depan dadanya seperti tadi. Aruna merasa sangat kesal mendengar ucapan Brian yang mengatakan jika dirinya tidak menarik sama sekali. Ia lalu berjalan mendekati Brian. “Kak!" teriak Aruna yang mulai kesal. Bagaimana bisa Brian mengatakan kalau tubuhnya sama sekali tak menarik. Padahal menurutnya tubuhnya itu seksi. Ukuran dadanya bahkan lebih besar dari milik Iren. Aruna menatap Brian dengan sorot mata yang tajam. Ia benar-benar tak suka dengan ucapan Brian tadi. “Keluar gak!" seru Aruna lagi sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah pintu. Aruna melihat Brian yang sama sekali tak bergeming dari tempatnya, hingga membuat Aruna semakin kesal. “Aku bilang keluar dari kamar aku sekarang!” teriak Aruna lebih keras dari yang tadi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN