PROLOG
"Duduklah, Nona! Saya tahu Anda sudah bangun sejak tadi."
Mendengar kata-kata pria itu, dengan terpaksa ia bangkit dan duduk di atas tempat tidur. Dalam keremangan cahaya di kamar yang ditempatinya, Freya mencoba mengenali sosok yang kini berdiri di dekat pintu kamar. Hasilnya nihil.
Ketika pria itu berjalan mendekat ke arahnya, tanpa sadar Freya meremas selimut yang menutupi kakinya. Ia takut. Ruangan yang gelap selalu membuatnya ketakutan. Apalagi berada di tempat asing dengan orang asing bersamanya.
"Sebaiknya Anda makan, Nona!" Pria itu meletakkan nampan berisi makanan di atas nakas dan menyalakan lampu kecil dekat tempat tidur. "Jangan bertindak bodoh, Nona. Jika Anda pikir dengan melakukan aksi mogok makan akan membuat Anda dapat keluar dari tempat ini, saya beritahu kenyataannya, itu percuma."
"Anda siapa?" Setelah mengumpulkan keberaniannya, Freya berhasil mengucapkan pertanyaan sederhana itu. Banyak yang ingin ia tanyakan, tapi hanya dua kata itu yang mampu keluar dari mulutnya. Ia terlalu ngeri melihat wajah garang pria itu yang dihiasi bekas luka di pipinya.
"Saya Ardi."
Di luar perkiraan, pria itu mau menjawab pertanyaannya. Hal itu membuat Freya sedikit lebih berani. "Kenapa Anda mengurung saya di sini?"
"Saya hanya menjalankan perintah," ujar Ardi kaku.
"Siapa yang memberi Anda perintah?"
"Belum saatnya Anda tahu, Nona." Ardi berbalik dan berjalan menjauh. Meninggalkan Freya kembali sendiri dalam kebingungan.
Setelah Ardi menghilang, Freya langsung turun dari tempat tidur. Ia berniat melanjutkan hal yang tadi sedang dilakukannya. Sejak ia tersadar sekitar tiga jam yang lalu, Freya begitu penasaran memikirkan siapa yang melakukan ini padanya? Siapa yang menculik dan mengurungnya? Tapi sampai lelah Freya berpikir, ia tidak menemukan jawabannya.
Sekarang, setidaknya ia harus mencari tahu di mana dirinya berada. Tadi ia sudah sempat mengamati kamar ini, dan Freya hanya menemukan satu-satunya bukaan kaca di dalam kamar mandi. Selebihnya, kamar yang ditempatinya benar-benar tertutup, tanpa bukaan sama sekali. Freya menyeret sebuah meja ke dalam kamar mandi, disusul dengan sebuah kursi. Ditumpuknya kursi ke atas meja, kemudian ia naik ke atasnya.
Belum sempat Freya mengamati keadaan di luar, sebuah suara mengejutkannya.
"Apa yang sedang coba Anda lakukan, Nona?" tanya Ardi dingin dari pintu kamar mandi.
Freya membeku. Habislah dia!
Ardi mendekat dan mengulurkan tangannya ke arah Freya. "Turunlah sebelum ada orang lain yang melihat Anda. Bos saya tidak akan suka mengetahui apa yang Anda lakukan, Nona."
Freya tidak memiliki pilihan lain selain menuruti perintah Ardi.
"Nona, jangan coba-coba melarikan diri. Apa pun caranya, Anda tidak akan berhasil. Bersikaplah baik dan jangan mencari masalah." Ardi berkata sambil menyeret keluar meja dan kursi dari dalam kamar mandi.
"Apa Anda tahu semua yang saya lakukan di dalam kamar ini?" tanya Freya takut-takut.
Ardi mengangguk. "Ada kamera pengintai di kamar ini."
"Termasuk di kamar mandi?" Freya terbelalak.
"Jangan khawatir. Tidak ada kamera pengintai di dalam kamar mandi."
"Tapi, tadi ...." Ia ngeri membayangkan seluruh aktivitasnya di dalam kamar mandi akan dilihat orang.
"Saya melihat Anda menyeret meja dan kursi ke dalam kamar mandi, karena itu saya langsung memeriksa ke sini."
Setelah memastikan Freya tidak akan macam-macam, Ardi meninggalkan kamar itu. Sejak awal menerima tugas ini, Ardi sudah memperkirakan urusan ini akan cukup merepotkan. Tapi bagi Ardi, apa pun perintah yang diberikan padanya, akan ia jalankan.
***
Reiga menepikan mobilnya di depan pagar besi yang terlihat kokoh. Tidak berapa lama sosok yang ditunggunya terlihat berjalan mendekati mobil. Reiga menurunkan jendela mobilnya. "Ada masalah?" tanyanya.
"Gadis itu mencoba melarikan diri, Pak."
Reiga mengangkat alisnya. "Berhasil?"
"Tidak, Pak."
"Apa dia bertanya sesuatu?"
"Dia bertanya siapa yang menyuruh saya."
Reiga tersenyum tipis tanpa berkomentar. Pasti gadis itu bertanya-tanya apa yang membuatnya tiba-tiba diculik dan disekap di tempat asing.
"Pak, kapan Anda berniat memberitahu gadis itu?"
"Nanti. Kalau kita sudah bisa memindahkan dia ke rumah saya. Sekarang biarkan saja dulu."
Reiga kembali melajukan mobilnya, ia memang hanya berniat mampir untuk memeriksa keadaan. Dalam perjalanannya menuju rumah, Reiga kembali memikirkan langkah gila yang dilakukannya. Ia tidak menyangka kalau dirinya bisa terlibat dalam hal tidak masuk akal seperti ini. Tapi sebuah janji yang pernah terucap, tidak bisa diabaikannya begitu saja. Reiga harus menepatinya.
Seorang Reiga Narendra Tandayu, pewaris dan pemilik sah Blanc Company, terlibat dalam sebuah konspirasi untuk menculik seorang gadis. Ini gila! Mungkin ayahnya yang sudah tenang di alam sana akan bangkit untuk menghajarnya.