“Ayu? Beneran Ayu?” sapa Alesa, perempuan itu membawa Ayu ke dalam pelukannya, tidak peduli bagaimana penampilan Ayu saat ini, tidak peduli pakaian yang saat ini Ayu kenakan, tidak peduli Ayu memakai farpum atau sudah mandi saat ini, Alesa begitu bahagia saat menemukan perempuan itu, menemukan teman lamanya.
Ayu adalah temannya di masa kecil, teman Alesa saat di perumahaan, Ayu adalah anak pemulung yang kerap kali ada di perumahaanya, Alesa tidak tahu dengan pasti kenapa saat itu para pengambil botol boleh masuk ke dalam kompleknya, tapi Alesa ingat sekali, Ayu adalah orang yang membantunya mengambil bola pada saat itu Alesa tengah bermain dengan sang adik yang umurnya kurang lebih berbeda dua tahun, sebagai anak yang jelas orangtuanya sibuk bekerja, Alesa dan Aldio yang saat itu dijaga oleh baby sister merasa sama sekali tidak keberatan untuk berteman dengan Ayu.
“Kok masih ingat?” tanya Ayu, menatap perempuan yang ada di depannya.
Alesa jelas tertawa, perempuan itu jelas memiliki banyak teman, banyak sekali bahkan, kalangan temannya juga bukan main-main jelas yang berada semua, karena bagaimana pun lingkungan Alesa, sekolah Alesa memperlihatkan orang yang standarnya sama dengan Alesa, oleh karena itu Alesa masih memingat Ayu dengan jelas, mengingat satu-satunya temannya dari kalangan yang tidak biasa, yang nyatanya membuat Ayu sangat spesial di pikirannya.
“Kamu ibunya Kirana? Astaga, dunia sempit banget,” ucap Alesa melihat dua orang itu duduk bersama.
Melihat bagaimana sang ibu yang Raffa bisa tarik kesimpulan bahwa berteman dengan ibunya Kirana membuat Raffa menarik napasnya, hubungan ibunya dan Kirana pasti akan panjang kalau begini ceritanya, pasti akan banyak sekali hal yang dilakukan ibunya dengan keluarga Kirana.
“Jangan peluk aku Alesa, aku belum ganti pakaian, hehe,” sanggah Ayu saat Alesa kembali ingin memeluknya, jelas saja Ayu malu dipeluk Alesa, melihat bagaimana perbandingan dirinya dan Alesa, melihat bagaimana keadaannya saat ini, melihat perbandingan hidup mereka, dan Alesa masih saja memeluknya seolah dirinya sederajat denga Alesa.
“Alah biasa aja, kalian lagi pesan apa? Lagi nunggu apa?” tanya Alesa, malam ini rasanya malam yang cukup riang dan menyenangkan baginya karena ia bisa bertemu dengan teman lamanya, dan lebih dari itu dirinya juga begitu senang karena mengetahui Ayu ibu dari Kirana, karena jujur saja sejak awal bertemu dengan Kirana kemarin di rumahnya ia menyukai anak perempuan itu.
“Nasi goreng, kamu mau Alesa?” tawar Ayu dengan senyumnya.
Penjual nasi goreng akhirnya memanggil nama Kirana tidak lama dari itu, menyerahkan satu piring nasi goreng yang memang dipesan Ayu hanya satu piring.
“Mah, martabak yang mamah mau yang mana? Biar Raffa pesanin, biar cepet dibikin, biar cepat pulang.” Raffa menyela ucapan sang ibu saat kembali ingin berbicara dengan ibunya Kirana, laki-laki itu memang segera ingin pulang, ingin menyelesaikan tugasnya kali ini.
Alesa mengalihkan pandangnya saat mendengar tawaran dari Raffa, perempuan itu menatap Raffa dan menyerahkan uang untuk juga membeli satu porsi untuk Ayu dan juga Kirana, Raffa memilih menjauh, sebelumnya ia menatap Kirana yang tersenyum lebar saat mendengarkan ibunya berbincang.
“Mau, aku mau nasi goreng, pesen empat deh, dua dibungkus, dua makan di sini,” ucap Alesa dan Ayu segera menyuruh anaknya untuk memesankan apa yang dinginkan oleh Alesa.
Pandangan Alesa jelas menatap bawaan Ayu, ia juga menatap Kirana yang masih mengenakan pakaian segaramnya, rasanya ini sudah sangat malam untuk orang yang tidak pulang ke rumahnya, terlebih bawaan Ayu seperti orang yang sedang pergi dari rumah, yang tidak akan kembali lagi.
“Kerja dimana Ayu?” tanya Alesa, perempuan itu sangat penasaran dengan keadaan Ayu saat ini, tapi mengingat bagaimana perbedaan tahta mereka jelas Alesa juga tidak bisa gerasak-gerusuk mengeluarkan pertanyaan yang ada di kepalanya, melihat bagaimana perbandingan antara mereka, dan Alesa yang baru saja bertemu dengan Ayu setelah bertahun-tahun, jelas Alesa tidak bisa langsung to the point dirinya harus mencoba lebih ramah agar Ayu tidak tersinggung dengan pertanyaannya.
Ayu terdiam, bingung harus mnejawab apa, dirinya kerja serabutan, kadang kerja di laundry, kadang juga kerja di perumahan hanya sebagai tenaga pembantu, kadang dirinya juga ikut bantu memasak diusaha catring yang kebetulan tengah banyak menerima orderan.
Alesa mengangguk, wajar, wajar sekali kalau orang seperti Ayu merangkap banyak pekerjaan, Alesa kembali melirik melihat Kirana yang kembali pada tempat duduknya, Alesa tersenyum, Kirana begitu cantik, dirinya suka melihat wajah Kirana, “kamu tahu Yu, Kirana satu sekolah sama anakku,” ucapnya bercerita, membanggakan anak sematawayngnya.
Kirana terseneyum, tidak banyak hal yang bisa Kirana ceritakan ke ibunya karena ibunya kadang sibuk bekerja, sibuk mencari nafkah untuk menyambung hidup mereka, “Tante Alesa yang punya sekolahnya Mah,” jelas Kirana dengan to the point, seteah ibunya selesai menjelaskan pekerjaannya.
Ayu menggeleng tidak percaya, tersenyum setelahnya, sama sekali tidak menyangka kalau sekolah yang kini diinjak Kirana sebagai tempat belajarnya adalah sekolah milik keluarga Alesa, dirinya tersenyum miris dalam hati, melihat bagaimana keadaan dirinya dan Alesa yang amat berbanding terbalik ini.
“Ya Tuhan Sa, terima kasih loh berkat beasiswa dari sekolah kamu, Kirana punya tempat belajar yang layak, punya tempat belajar yang bagus, terima kasih ya Sa,” ucap Ayu dengan tulus, perkataan itu benar-benar keluar dari lubuk hati Ayu, berkali-kali dirinya bersyukur mengingat bagaimana Kirana mendapatkan beasiswa untuk bersekolah di sekolah yang bagus itu.
Alesa menggeleng, dirinya melihat Raffa yang melangkah kepadanya menjengteng dua kotak martabak yang ia inginkan, “sekolah itu milik kakeknya Raffa, milik orangtuanya suami aku jadi bukan punya aku bukan wewenang aku juga buat mastiin siapa yang dapat beasiswa, oh iya kenalin Yu, anakku,” ucapnya memperkenalkan Raffa kepada Ayu.
Raffa melirik ibunya, ia hanya tersenyum sekilas kepada ibu dari Kirana itu, ibu yang kemarin anaknya ia antarkan sampai ke rumah itu, tidak sampai di sana, tatapan Raffa jatuh pada Kirana yang berdiri di samping ibunya itu, “lo dari mana aja? Kenapa sampai jam segini belum ganti pakaian?”
Kirana menatap Raffa, laki-laki itu menerima senyumnya, senyum yang tidak bisa Kirana sendiri jelaskan, senyum yang memancarkan rasa sakit hatinya, atau senyum yang membuat hatinya lega karena laki-laki itu mau bercengkrama dengannya, selain membahas tugas sekolah.
Ayu menatap nanar anaknya itu, ia tahu kalau Kirana tidak bisa menjelaskan bagaimana keadaannya, Kirana pasti malu karena memiliki orangtua sepertinya yang bahkan tidak bisa menyediakan tempat tinggal atau sekedar tempat untuk mengganti pakaiannya.
“Ayu.”
“Rumah kami baru digusur Sa, ini malam ini mau cari masjid dulu, katanya besok perusahaan itu mau bayar kompesasinya, makanya Kirana belum gangti pakaian karena tadi enggak sempat, harus buru-buru pergi dari kawasan itu,” jawab Ayu, tidak ia sama sekali tidak marah tentang bagaimana Raffa yang mempertanyakan keadaan Kirana, dirinya hanya ingin membela anaknya, hanya ingin anaknya tidak dalam posisi yang sulit saja.
Alesa dan Raffa saling terdiam, jujur saja akhirnya Alesa bisa mengetahui alasan kenapa Ayu seperti orang yang tidak punya rumah, dan Raffa ia sama sekali tidak ada rasa penyesalan untuk menanyakan hal itu.
“PT Pembangunan Sentosa Abadi yang gusur kami Sa,” ucap Ayu lagi.
Malam itu, langit hitam yang semula baik-baik saja dengan menampilkan bulan dengan bercahaya yang terang, dan mood makan Alesa yang tinggi hingga ingin nyemil martabak dan juga nasi goreng mendadak hilang, badannya seketika lemas, nama perusahaan yang baru saja dikatakan oleh Ayu adalah nama perusahaan suaminya, nama perusahaan yang dipimpin oleh Shagufa.
Alesa tidak tahu ia harus mengatakan apa, “tadi, pimpinan PT itu ketemu kamu? Ketemu kalian?”
Raffa kembali berdiri dengan wajah yang terlihat masih datar tapi pikirannya ikut berkecamuk, ia sedikit terkejut karena tahu kalau saat ini Kirana tengah diusir dan itu semua karena ayahnya.
Tangan Raffa menarik ponselnya, mengirimkan pesan kepada seseorang, seseorang yang bisa membantunya.