Berangkat pukul 09.00 pagi dari kota Madinah, pasangan Aris Pratomo beserta kedua orang cucunya yang sudah memakai pakaian ihrom mampir mengambil miqat di Bir Ali sebelum menuju ke Mekah untuk melaksanakan umroh.
Dengan menumpangi mobil van yang dikemudikan oleh sopir dan Muthawif yang orang Indonesia asli dan berasal dari Madura, rombongan 4 orang ini khusyuk melantunkan bacaan Talbiyah sepanjang perjalanan menjelang memasuki kota Mekkah al Mukaramah. Begitu mereka memasuki kota Mekkah, rombongan diturunkan di dekat hotel untuk meletakkan dulu barang-barang bawaan sebelum turun lagi untuk menjalankan ibadah. Mereka menginap Fairmont hotel di Zam - Zam tower atau yang biasa disebut juga Clock tower. Konon menara jam ini menjadi bangunan tertinggi ke 3 di Dunia selain Burj Khalifa di Dubai dan Shanghai tower.
Mereka berlima dengan pak Ustad masuk ke Masjidil Haram melalui pintu King Abdul Aziz yang hanya berbatas pelataran masjidil haram dengan bangunan hotel mereka.
Rasa merinding di bulu Kuduk Wika ketika melihat batu hitam besar berbentuk kotak dan bagian atas ditutupi kain Kiswah yang disebut Ka'bah itu kini berada di hadapannya.
"Ki...abang merinding rasanya ngeliat Ka'bah aslinya, biasanya cuma lihat di sejadah."
"Sama bang...kita bisa sampe disini juga akhirnya."
"Lebih rame dari pada di Medinah ya."
"Iya bang....aku baru tahu Ka'bah ini ada di dalam lokasi ini, aku kira dilapangan terbuka."
"Dulu mungkin iya, sekarang kan udah dibangun biar nyaman."
Akhirnya mereka berempat diberi aba - aba oleh Ustad untuk berjalan sambil bergandengan dan mulai melaksanakan Thawaf. Rani berada diantara Wika dan Aris disebelahnya, sedangkan Azki di lengan kanan Wika, pak Ustad di depan mereka. Area ka'bah sangat ramai saat ini, kata pak Ustad memang tidak pernah sepi, malam pun seramai ini. Tadi sebelum sa'i mereka sempat terjeda dengan waktu sholat Ashar dan setelah itu melanjutkan dengan sa'i. Aris dan Rani terpaksa memakai kursi roda karena kaki Rani sakit sakit pada telapak kakinya, karena tidak mau duluan selesai Rani minta Aris juga naik kursi roda supaya saat selesai nanti bisa bersamaan, Rani tidak mau menunggu di bukit Marwa sendiri. Sedangkan dua anak muda yang sedang semangat - semangatnya itu ditemani ustad Alwi tampak sangat antusias menjalankan sa'i sambil berlari - lari kecil hingga berakhir dengan pemotongan rambut.
"Mau di gunduli nggak dek?" tanya pak ustad pada Wika dan Azki dengan logat Madura yang sangat kental.
"Nggak pak ustad," jawab mereka kompak.
"Padahal gundul juga masih ganteng," sahut pak Ustad sambil tertawa.
Selesai sudah Umroh pertama dan kini mereka duduk - duduk sambil beristirahat minum air zam - zam untuk menunggu waktunya sholat Maghrib.
"Kita jeda satu hari ya pak, besok bebas mau datang ke masjid kapan pun,mau dari tahajud, subuh atau sampai Isya ngaji di sini ya terserah. Nanti lusa kita umroh lagi mau pagi atau malam?" tanya pak Ustad.
"Kalau malam lebih dingin ya pak?" tanya Aris.
"Ya kalau malam lebih dingin pak, kalau mau mulainya setelah isya jadi selesainya nggak terlalu malam. Atau mau tidur dulu terus ke sininya jam tengah malam gitu... terserah bapak aja saya yang ikut," jawab pak Ustad.
"Bagaimana yang, mau habis isya aja?"
" Iya boleh habis Isya tuh enak paling jam 12 malam udah selesai ya pak?"
"Insya Allah sudah selesai kalau lancar."
*
"Yangpa, aku nanti malam mau pergi tahajud... ," Wika meminta izin kepada yangpanya.
"Sama Azki?"
Wika menoleh ke arah Azki menunggu jawabannya.
"Iya aku ikut."
"Ya udah Yayang sama Yangpa menjelang subuh aja nanti," jawab Aris ketika mereka baru saja selesai makan malam.
"Habis subuh mau pergi-pergi nggak yangpa?"
"Paling di mall bawah aja habis itu sarapan. Mau ke museum lagi nggak?" tanya Aris. Di Madinah mereka sudah banyak berkeliling mulai dari museum tempat-tempat bersejarah hingga ke perkebunan kurma.
"Kalau aku lihat itenerarynya emang masih ada museum sih yang dekat sini." jawab Azki.
"Itu kan panduan tapi kita bisa aja skip kalau kita nggak mau atau kita capek. Yangpa udah bilang sama Pak Ustad tadi kalau kita mau pergi baru telepon Pak ustadnya."
"Nggak apa -apa juga kali yangpa kalau kita mau ikut turnya. Kalau lihat jadwalnya sih nggak banyak waktunya cuman mulai dari jam 08.00 pagi sampai jam 11.00. Tapi kok siang mereka nggak ada acara ya yangpa?" tanya azki yang melihat jadwal di hp-nya.
"Biasanya mereka habis dzuhur itu istirahat, toko-toko juga banyak yang tutup. Nanti bukanya setelah Ashar. Di sini paling aktif itu setelah Ashar hingga tengah malam, setelah subuh juga mereka sudah mulai aktif."
"Oh gitu," ucap Azki mengerti.
"Yuk kita istirahat dulu, jam berapa kalian mau pergi tahajud?" tanya Aris sambil menggandeng Rani yang masih sakit kakinya.
"Jam berapa Bang?" tanya Azki.
"Jam 03.00-an deh yangpa, kan bisa sambil dzikir atau ngaji nunggu waktu subuh," jawab Wika.
"Yaudah, kita ketemu di tempat sarapan aja ya, jam 6.30."
"Ya yangpa." jawab Azki.
"Jangan lupa baju ihrom nya di laundry langsung ya ... biar lusa sudah bersih lagi," Rani mengingatkan cucunya.
"Iya yang ..".
Mereka pun berpisah masuk kamar masing - masing yang saling berhadapan.
"Bang, aku yang dekat jendela ya," Azki meminta tempat tidurnya disisi jendela ketika mereka baru saja masuk kamar.
"Iya," jawab Wika mengalah dan tidak perduli juga mau tidur disisi manapun.
Mereka pun mulai mengurus diri sendiri untuk bebersih dan siap - siap tidur. Sebelumnya Wika menelpon petugas laundry untuk mengambil cucian mereka sesuai pesan yayang nya tadi.
Kini mereka sudah naik di tempat tidur masing - masing, Wika menyetel Alarm di hapenya dan mengingatkan Azki melakukan hal yang sama supaya ada back up.
Masjidil Haram 3.15 waktu setempat....
Dua pemuda tampan dengan memakai gamis hitam yang kontras dengan kulit putih mereka tampak masuk ke dalam masjidil haram.. Wika dan Azki langsung mencari tempat yang masih kosong di belakang Maqam Ibrahim, tidak terlalu dekat memang ... tapi hanya beberapa meter saja dibelakangnya dan masih dipelataran terbuka masjidil haram yang berhadapan langsung dengan Ka'bah. Di depan mereka masih banyak orang yang berkeliling menjalani Thawaf. Wika terlebih dulu melaksanakan sholat sunat lalu diikuti Azki beberapa detik kemudian. Mereka sangat khusyuk melakukan sholat dengan membawa doa masing - masing. Sangking khusyuknya mereka merasa seperti hanya berdua saja disini yang melakukan sholat seolah tidak ada orang lain.
Tapi kekhusyukkan Azki terganggu ketika dia sedang berdzikir mendengar seperti ada isakan tangis walau pelan. Dia menoleh ke arah abangnya dan ternyata...
abang menangis setelah berdoa dan itu membuat Azki takjub!
"Bang.... bang...aelaah, jangan nangis juga bang, malu kita diliat orang Arab," celetuk Azki sambil menyikut abangnya setelah hilang rasa terkejutnya tadi.
Wika tidak memperdulikan teguran Azki. Dia malah menutup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, bukan karena takut malu seperti yang di khawatirkan Azki... tapi dia hendak memuaskan diri setelah menumpahkan segala pengaduannya pada sang pencipta...dan Wika juga berharap diberi petunjuk agar dia bisa mengambil keputusan yang terbaik untuk langkah selanjutnya.
Sementara itu disebuah rumah sakit institut Kanker di jepang...
Jeje baru saja menjalani operasi Lumpektomi yaitu pengangkatan benjolan dan sedikit jaringan disekitarnya pada p******a kirinya. Dari hasil pemeriksaan keseluruhan sebelumnya, kanker yang di derita Jeje belum menyebar jadi tidak perlu Mastektomi apalagi usianya masih sangat muda. Operasi dilakukan pukul 21.00 waktu setempat tadi malam.
Selesai operasi ini dia tetap harus menjalani rangkaian terapi dan pemeriksaan ulang untuk memastikan tidak ada sel kanker yang tertinggal.
"Mommy.... sakiiiit," Jeje mulai mengerang pelan karena merasakan denyut di dadanya ketika pagi tiba.
"Ya sweety... sabar ya, Mommy tanyakan dokter dulu," ucap Astri mommy nya Jeje yang selalu menemani anak semata wayangnya itu meski tidak boleh terus menerus didalam ruangan ICU. Daddy nya Jeje tidak ikut menunggui karena memang tidak diperbolehkan lebih dari 1 orang.
Tubuh yang mulai menyusut berat badannya dikarenakan ada pantangan yang dia jalani selama dalam perawatan sesuai perintah Prof Mashito Nakamura.yang menangani Jeje sejak dia tiba di Jepang.
Awalnya Jeje sudah pesimis dengan kondisinya, tapi setelah tiba di Jepang semangatnya muncul lagi karena dokter yang merawatnya itu yakin dia akan sembuh, apalagi hasil pemeriksaan yang lebih mendalam dan teliti ... ternyata dia tidak perlu di mastektomi, walaupun tetap saja dia di operasi dan tetap akan ada bagian kecil yang hilang ....