Part 1

1044 Kata
Seorang pria dengan perawakan tampan dengan tubuh kekar, tengah berdiri di balkon kamarnya seraya memegang segelas kopi. Dia menikmati langit jingga yang perlahan-lahan menjadi gelap. Kini pikirannya mulai melayang pada seorang gadis yang selalu mengusiknya. Gadis berpenampilan tomboy, selalu dia temui di kantor polisi dengan segala kasus, entah balapan liar, nongkrong di tempat terlarang dan sekitarnya. "Gadis manis," gumam Agler dengan senyum tipis di wajahnya. Dia menutup pintu balkon ketika langit mulai gelap, mendudukkan diri di meja kerjanya yang terdapat di dalam kamar. Agler mencoba mencari informasi tentang gadis yang berhasil memikat hatinya, niatnya sudah sangat kuat untuk mempersunting sang gadis tanpa harus menunggu waktu begitu lama. Sudut bibirnya kembali tertarik ketika mendapatkan informasi tentang keluarga gadis itu. Alisya Agatha Vernando Alisya Alatha Vernando Senyuman Agler memudar ketika membaca dua nama itu. "Kembar?" tanyanya entah pada siapa. *** Keesokan harinya, Agler mengambil jatah liburnya untuk berkunjung kerumah kedua orang tuanya, untuk menyampaikan niatnya untuk memperistri seorang gadis dari keluarga terpandang. Lelaki berusia 30 tahun itu mendudukan diri di sofa setelah mencium punggung tangan bidadari tak bersayapnya. Cinta pertamanya sejak terlahir di dunia, dia adalah wanita yang sering kali di panggil Ibu. "Mama, Agler ingin menikah," ucap Agler tanpa basa-basi terlebih dahulu. Namun, kalimatnya mampu mengundang senyum di wajah keriput Rinjani ibunya. Sudah lama wanita paruh baya itu menyuruh putranya untuk menikah, dan baru sekarang Agler ingin membuka hatinya pada seorang perempuan. "Katakan sama Mama, nak! Siapa perempuan itu?" "Dia anak dari Tuan Alvino Ma, teman bisnis Papa. Agler ingin menikahi salah satu putrinya." Mata Rinjani semakin menyipit karena senyuman. Pilihan putranya tidak salah jika ingin mempersunting anak dari Tuan Alvino. "Kapan kamu ingin melamarnya Nak?" antusias Rinjani. "Besok, Ma. Agler ingin melamarnya besok," jawab Agler mantap. Kabar bahagia yang baru saja di dapatkan Rinjani tak ingin dia simpan seorang diri. Wanita itu segera beranjak untuk menelpon suaminya dan menyiapkan segala sesuatu untuk lamaran putra tunggalnya. Sementara Agler, langsung menuju kamar dengan senyuman di wajahnya. Sudah lama dia menganggumi gadis itu, dan sekarang dia akan menjadikan miliknya sebentar lagi. "Aku akan mendapatkanmu gadis manis," gumam Agler. Lelaki itu mendaratkan tubuhnya di ranjang, menatap langit-angit kamarnya dengan lengan sebagai tumpuan. Dia memejamkan mata, kembali merekam hal-hal yang menurutnya indah ketika bertemu gadis itu. Mungkin indah untuknya, tapi tidak dengan gadis nakal itu. *** Awal pertemuan Agler dan gadis itu adalah di pesta. Dia dan teman-temannya baru saja turun dari mobil dan berjalan beriringan di atas karpet merah. Agler sangat terkejut ketika seorang gadis langsung memeluk lengannya di tempat umum. Gadis itu memakai dress hitam yang sangat kontras di kulitnya. Bibir merah karena polesan lipstik membuat gadis itu semakin menawan. "Boleh saya ikut Anda masuk?" ucap gadis bernama Alisya Agatha Vernando, yang kerap kali di panggil Aga. "Maaf anda siapa Nona?" tanya Agler. "Manusia," jawab gadis itu sedikit ketus. "Anda tidak perlu tau saya siapa, cukup Anda membantu saya untuk masuk ke pesta, saya melupakan undangan di rumah." Bukannya marah, Agler malah tersenyum, mengamit pinggang Agatha. Baru kali ini ada seorang gadis yang berani mendekati dirinya. "Dengan senang hati Nona." Itu bukan yang terakhir kalinya Agler melihat Agatha, dia sering melihat gadis itu di kantor polisi dengan berbagai kasus, tapi bukan dia yang menangani, melainkan temannya. Agler selalu mencuri-curi pandang, tanpa gadis itu ketahui. *** Hari yang di tunggu Agler tiba, dia dan kedua orang tuanya menuju kediaman Vernando untuk melamar salah satu anaknya. Sulit di pungkiri, dia sangat gugup. Bahkan lebih gugup di banding saat bertugas dan menghadapi bahaya di luar sana. "Baru kali ini Mama liat kamu tegang, Agler," celetuk Rinjani mengelus punggung putranya. "Papa suka gaya kamu nak!" Agler hanya menanggapi dengan senyuman. Dia membanting setir kemudi memasuki kompleks perumahan elit, berhenti sejenak di depan pagar, ketika penjaga mencegah mobilnya. "Anda mencari siapa, Tuan?" "Saya ingin bertemu dengan Tuan Alvi," ujar Andre, ayah Agler. "Silahkan masuk," penjaga itu membuka pagar lebar-lebar agar mobil tamu tuannya masuk. Kegugupan Agler semakin menjadi ketika Mamanya memencet bel. "Tuan Andre dan keluarganya?" "Iya." "Mari masuk, Tuan Alvi dan istrinya sudah menunggu di dalam." Agler berjalan lebih dulu di ikuti orang Tuanya, duduk dengan sopan setelah di persilahkan. Dia mengedarkan pandangannya mencari gadis itu, namun tak menemukannya di manapun. Lama Andre dan Alvi berbincang-bincang ringan hingga pembicaraan semakin serius dan menjurus pada lamaran. "Di mana kedua putri anda Tuan Alvi?" tanya Andre. "Dia ada di kamarnya, ada apa Anda menanyakannya?" tanya Alvi balik. Pria paruh baya itu hanya tahu bahwa rekan kerjanya akan berkunjung, tanpa tahu niatnya. "Saya kesini bukan hanya ingin bersilahturahmi, tetapi niat saya kesini ingin meminang anak Tuan menjadi istri anak Saya, Agler." Alvi sontak terkejut, melirik istrinya yang sedang tersenyum. "Saya akan memanggil mereka." Alana istri Alvi, segera beranjak untuk menemui kedua putrinya di kamar masing-masing. Menyuruh gadis kembar itu bergabung di ruang tamu bersama yang lain. Kedatangan Agatha dan Alatha di ruangan itu membuat Agler bingung sendiri. Keduanya sangat mirip tanpa ada yang membedakan sedikitpun. Agler menelan ludahnya kasar, jangan sampai nama yang dia sebutkan pada Ayahnya salah sasaran. "Putri saya ada dua Tuan, siapa yang anda pinang sebenarnya?" tanya Alvi. "Alatha," jawab Agler lugas, dia merubah nama pertama karena tidak yakin nama itu adalah nama di cintainya. "Ak-aku? Kamu kenal sama aku?" tanya gadis yang baru saja di sebut namanya. Dia kaget, tiba-tiba ada yang melamarnya. Agler meringis, sepertinya kali ini filingnya salah, dia salah sasaran. Dia akan berucap, tetapi kalimatnya lebih dulu di potong. "Aku terima lamarannya." Sontak, semua perhatian tertuju pada Alatha. "Kenapa natap aku seperti itu? Aku di lamar, dan aku terima lamarannya," ucap Alatha dengan entengnya. Tepat sekali, di saat dia patah hati, seorang pria datang melamarnya. Tentu saja Alatha menerima dengan senang hati. "Aaawwwwhhh." Alatha meringis karena Agatha baru saja mencubit pahanya. "Sakit kak Atha," kesal Alatha. "Jangan panggil gue Atha, nama gue Aga! Lo bego? Ngapain nerima lamaran orang gitu aja g****k? Lo tau dia siapa? Hayo loh, dia ternyata om-om Pedo ...." "Atha, jaga sikap kamu!" tegur Alvi. "Maaf Daddy," lirih Agatha langsung terdiam. Sementara Agler diam membeku, sepertinya petaka baru saja menghampiri hidupnya. Dia salah melamar calon istri. Perempuan yang dicintainya, ternyata bernama Agatha, bukan Alatha. "Tidak apa-apa Tuan, namanya juga anak-anak, kami mengerti itu," ucap Rinjani memaklumi. "Terimakasih niat baiknya, Tuan Andre." "Sama-sama Tuan Alvi, semoga setelah ini kita bisa menjadi lebih dekat lagi."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN